08: And the Human Girl Learns the Truth

532 33 2
                                    

(Hiiro's PoV)

—Pagi 3 perjalanan—Di sebuah gang kecil dekat Toko Roti Adlera, Kota Cerd—

Setelah membawa gadis itu ke tempat yang sepi, dan yakin kalau di sini tak akan terlalu menarik perhatian dari penduduk sekitar, aku menatap ke arah gadis itu dengan mata yang tajam.

Aku melepaskan gigitanku dari kantong plastik yang berisikan roti ke tanah dan berkata.

"Aku sudah membayarkan yang mahal, jadi setidaknya kau membayarkan yang murah untukku."

"Te- terima kasih banyak! Aku berhutang nyawa padamu!"

"Aku akan marah kalau yang kau maksud adalah rotinya."

Aku hanya berkedip sekali, dan dia malah tak menghiraukanku dan mulai memakan roti daging naga itu.

"Habisnya, ini roti legendaris yang tak bisa didapatkan di ibukota. Memang enak sekali, rasanya aku meleleh~! Ah, tapi kau tak boleh memakannya bahkan satu gigitan pun!"

Aku secara reflek menghindari pemandangan itu supaya aku tak terbayang lagi akan kenangan buruk. Akan tetapi, aku berusaha untuk tetap tegar dan tak menunjukkan rasa jijikku.

"Apa itu caramu berterima kasih? Lagian, aku tak butuh daging dari hewan busuk itu. Apa kau sadar kau bisa menimbulkan keributan besar, tadi!?"

Dia menjilati tangannya yang masih meninggalkan saus roti.

"Karena roti?"

"Karena kau ini ras manusia, bodoh!"

Aku sedikit penasaran akan saus yang dipakai. Apakah itu malah sesuatu dari naga yang diolah juga? Kalau benar, beruntung aku tak membeli roti itu tadi.

"—Ah, ada Elf dan Warbeast di sana~? Oi~!"

Dia melambai-lambaikan tanganya ketika aku berpikir sejenak. Aku pun menoleh ke arahnya melambai. Aku mendapati ada beberapa beberapa anak-anak dari ras Warbeast dan Elf bermain bola bersama.

Meski hanya fisik mereka, sih. Dalamnya pasti sudah tak bisa delakkan lagi perbedaan umur mereka. Elf yang sulit menua, dan Warbeast yang cepat menua. Mereka bermain bersama dengan senang.

Akan tetapi, ekpresi senang mereka berubah dalam sekejap.

"—Oi, semuanya, lari! Ada ras manusia!"

Salah satu Elf, maju ke depan untuk melindungi yang lainnya. Kupikir dialah yang paling tua diantara yang lain.

Mereka bergidik dan bahkan menggeram ke arah gadis manusia berambut putih itu, lalu kabur.

Itu adalah sebuah reaksi yang kupikir wajar terjadi, berhubung aku sudah mengerti sedikit keadaan kota ini.

"Eh? Kenapa...?"

Akan tetapi, aku melihat wajahnya kecewa, bersamaan dengan tangannya sedikit gemetaran dan seperti hendak menggapai sesuatu yang pergi menjauh.

"Kupikir... kota ini menerima perbedaan ras..."

Aku mendengar gumamannya yang agak mengejutkan. Gadis ini, kenapa dia bisa ada di sini? Dia sama sekali tak diperingatkan apa-apa, sungguh berbahaya dia keluyuran sembarangan di sini.

"Pemikiranmu naif. Memangnya kau pikir seberapa buruk manusia di mata ras lain? Mereka bagaikan larangan. Di sini, banyak yang membenci ras manusia. Menunjukkan wajahmu pada mereka hanya akan membuat mereka waspada padamu."

Dia melebarkan kedua bola matanya.

"Jangan mencoba hal bodoh seperti membuka identitasmu. Kau mungkin bisa kehilangan nyawamu. Kalau ini tempat pelarian ras-ras yang telah kalah dari manusia, mereka pasti sangat membenci manusia."

Slave Liberators [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang