29: Survival Ethic Code -- 1

238 23 1
                                    


(Firia's PoV)

—Sebuah Desa—Siang Hari—

"Kita sudah sampai, Gadis Rubah."

Setelah beberapa lama terbang, sepertinya kami sampai di sebuah tempat di sebuah kaki gunung.

Di sana ada sebuah gubuk yang agak berserakan, entah kenapa.

"Kukira tempat ini sudah hancur. Yah, kebun herbalnya sih sudah benar-benar layu."

Gumamnya, lalu masuk.

Orang ini benar-benar penuh dengan misteri bagiku. Satu-satunya hal pasti yang aku tahu darinya hanyalah dia memiliki masa lalu yang suram.

Aku mengikutinya di belakang, mencoba untuk tak begitu mengurusi soal dirinya, seperti yang dia perintahkan padaku.

Kami masuk ke dapur yang terlihat lebih rapi dari tempat lainnya. Peralatan masak dan alat makan tersusun rapi, tak seperti ruang lain yang dipenuhi dengan barang-barang aneh.

"Lain kali aku ingin membuatkan bubur untuknya..."

"'Bubur'...?"

"Bukan apa-apa. Kalau tempat ini masih utuh seperti ini, pasti benda itu masih ada di tempatnya."

Benda apa yang dimaksudnya? Belum sempat bertanya, dia berjalan menuju ke sebuah ruangan yang lebih dipenuhi barang-barang yang berdebu.

Dia berjalan mendekati sebuah benda... bola kaca yang entah kenapa ada di tempat itu.

"Gadis Rubah, kemarilah."

"Ah, ya..."

Dengan anggukan kecil dan langkah pelan, aku berjalan menuju ke sampingnya. Aku melihat bola itu dengan dekat, dan tak melihat ada yang spesial dari benda itu.

"Sentuhlah."

"Ba- baik..."

Aku tak menanyakan apa-apa dan menyentuh benda itu. Aku sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku menuruti perintahnya meski masih agak takut.

Dari bola itu perlahan keluar sinar warna putih dan hijau.

Apa-apaan itu? Aku tak mengerti.

"Baiklah. Urusan kita sudah selesai di sini. Sekarang, ikut aku."

Dia berbalik lalu berjalan menuju ke tempat kami datang.

Setelah kami keluar dari gubuk itu, aku baru sadar kalau kami ini dikelilingi oleh hutan.

Ini sebenarnya ada di mana?

Dia melangkah menuju ke dalam hutan. Aku mengikutinya.

Sepanjang perjalanan dia memunguti ranting-ranting yang jatuh dan beberapa dedaunan kering.

Kami berjalan semakin dalam dan semakin dalam... sampai petang akhirnya tiba.

Hutan menjadi semakin gelap, akan tetapi dia tak mengatakan apa-apa. Untuk apa sebenarnya dia ke sini?

"Kita akan bermalam di sini."

"... eh?"

"Apa kau tak dengar? 'Ber-ma-lam'."

"... ah... aku mendengarnya, tapi..."

"Karena aku ingin kau belajar cara bertahan hidup di dunia luar. Bila suatu saat nanti terjadi apa-apa, tak ada yang bisa menjamin akan ada yang melindungimu."

Apa maksudnya dengan 'suatu saat nanti'? Kenapa dia berbicara seolah sudah pasti akan terjadi sesuatu di suatu saat nanti?

"Aku tak ingin melihat lagi ada orang tak bersalah yang mati karena hukum alam. Juga, kau akan bangga bila mempraktekkan ini untuk menolong orang lain."

Slave Liberators [Tamat]Where stories live. Discover now