78: So That You Won't Break...

146 18 7
                                    

(Hiiro's PoV)

—Dapur Pribadi, Toko Roti Adlera, Kota Cerd—Siang Hari—

Setelah beberapa lama, akhirnya Leiva tertidur lelap. Aku membaringkan tubuhnya kembali ke kasurnya dengan perlahan, lalu keluar.

Aku mencari Lith. Kebetulan, aku bertemu dengannya saat dia masuk untuk membawakan adonan.

"Lith! Soal Leiva—"

"Maaf! Aku masih sibuk! Karena dia sudah bangun, aku tak perlu menyuntikkan serum nutrisi lagi!"

Dia melemparkan sebuah kunci padaku.

"Tolong buatkan makan untuk Dik Leiva! Ada dapur pribadi dalam ruang kerjaku, jadi gunakan!"

"Eh?"

Kemudian, dia segera berlari menuju ke arah dapur utama.

Entah kenapa, tampaknya hari ini toko ini tampak sangat sibuk.

"... apa boleh buat."

Setelah itu, aku yang tak punya pekerjaan, jadi aku pergi menuju ruang kerjanya Lith.

Makanan yang tepat untuk orang sakit adalah makanan lunak, jadi aku membuat bubur. Kebetulan sekali ada beras yang cukup banyak di sini.

Aku melihat tulisan 'Semoga Leiva cepat sembuh' di karungnya. Tempester pasti memberikan ini kemarin saat dia berkunjung membawakan jantung buatan.

"Kurasa Lith tak tega memakai ini, makanya disimpan di sini."

Aku mencari beberapa bumbu. Dengan indera penciuman dan perasaku saat ini, akan mudah untuk menentukan rasa yang pas.

Kurasa kalau mengingat bubur yang waktu itu Leiva buatkan untukku, aku tak perlu berpikir keras.

Setelah setengah jam, akhirnya bubur itu mendidih. Aku mendiamkan bubur itu sampai teksturnya cukup memuaskan, dan itu memakan setengah jam lagi.

"Kak Hiiro, aku datang untuk membantu~!"

Aku mendengar suara Firia dari belakang. Dia datang sambil mengenakan sebuah celemek.

"Ini hanya tinggal menunggu jadi saja, jadi tak usah."

"Begitu... baiklah."

Firia berjalan ke sampingku, kemudian mengintip ke arah pot besar yang ada di atas kompor.

"Baunya enak."

Aku mengambil sebuah sendok, lalu menyendok bubur itu.

"Coba cicipi. Aku ingin mendengar pendapatmu."

"Boleh, nih? Hore~!"

Tak pikir panjang, dia langsung memasukkan sendok itu ke dalam mulutnya.

"... hm... lumayan?"

"Senang mendengarnya."

Sudah kuduga. Aku yakin Leiva memakai bumbu yang tak biasa. Mungkin saja tanaman yang dikembangkannya sendiri.

Yah, tapi apa boleh buat. Hanya ini yang bisa kulakukan.

"Terima kasih. Pendapatmu sungguh membantu."

"Dengan senang hati!"

Setelah itu, Firia segera menggeledah lemari yang belum kubuka. Dia mengeluarkan nampan dan mangkuk, lalu menaruhkannya di meja di dekat kompor.

"Terima kasih. Aku lupa menyiapkan itu."

"Tak masalah!"

Entah kenapa, hari ini Firia tampak sangat antusias untuk membantuku.

Slave Liberators [Tamat]Where stories live. Discover now