45: Warning Before The D-Day

225 20 14
                                    



(Iris's PoV)

—Festival, Jalan Utama Distrik 17, Babel—Malam, setelah pertarungan di Colloseo—

Setelah Orang Aneh pergi membawa pria Werebeast bertelinga kelinci, aku tetap menunggu di gang itu.

Aku tak begitu mengerti apa yang telah dilakukan oleh Kak Tia dan Orang Aneh itu.

Pertama, sihir elemen cahaya dan elemen kegelapan yang katanya memberikan ilusi, lalu sihir yang bisa menghilangkan sosok yang tak diberitahukan padaku.

Juga, bagaimana bisa tubuhnya sangat langka dan tak sempurna itu? Selain aku tak pernah melihat dari ras apa bagian Werebeast-nya, tak pernah aku mendengar atau melihat ada orang yang terlahir sebagai Werbeast separuh matang yang berat sebelah sebelumnya.

"Hoi!"

Aneh sekali...

"Kubilang 'Hoi' apa kau tak dengar, hah!?"

Tiba-tiba ada sebuah tangan menggenggam pundakku. Aku berbalik untuk melihat siapa yang berteriak itu.

Lalu, aku sangat kaget melihat sebuah luka jahitan di pipi tepat di samping mulutnya. Juga aku mulai ingat nada bicara itu.

"Hoi, dia masih anak-anak. Selain itu, lihat, dia memiliki tanduk. Dia itu Ogre."

Ada seseorang di belakangnya. Mungkin rekan, sedang memperingatkan dirinya. Si Pipi Berjahit mendengus pelan, lalu menatapku dengan tajam.

"Ah, kalau dilihat dengan baik, bukankah kau adalah budak-nya Nouv dulu~? Perasaan aku sudah pernah membuangmu di Distrik 26 oleh perintahnya, tak kusangka wajahmu bisa makin cantik hanya dengan mengecat rambutmu jadi hitam~!"

Dia mengelus pipiku sambil memasang senyum seperti orang yang sudah tak waras.

Rekannya juga sudah malas menghentikan, dn hanya menunggu di ujung gang.

"Hei... apa ini karena kau sudah bermandikan darah? Ah~! Kalau saja kau tak mengenakan topeng, wajahmu pasti bisa lebih cantik~!"

"Earth Press!"

Aku mengenakan tanah untuk menciptakan proyektil tombak dan menusuk tepat ke arahnya... seharusnya begitu... tapi sama sekali tak ada yang terjadi.

"Apa kau lupa tentang sihir tak berelemenku ini, hah~? Orang yang menjadi rekanmu dalam eksekusi, sebagai penyiksa para Magia~?"

"Maaf, tapi bisa lepaskan kenalanku?"

Tiba-tiba, ada seseorang yang menengahi kami. Itu adalah sosok yang mengenakan jubah hitam.

"Hah? Siapa kau?"

"Oi, dia kan..."

Mendengar bisikkan rekannya, Pipi Berjahit menoleh ke belakang.

"Kau tahu dia?"

"Ya... Dia adalah lawanmu selanjutnya. Black Roux kalau tak salah."

Si Pipi Berjahit kemudian kembali menatap sosok berjubah itu.

"Kalau mau Iris-ku, mari kita selesaikan di Colloseo."

"Ha! Aku hanya ingin membuatnya repot! Tenang, aku tak butuh gadis seperti dirinya~!"

Bahkan aku tak punya waktu untuk sakit hati setelah mendengar betapa dia bilang tak berharganya diriku ini. Tapi aku benar-benar tak peduli soal itu.

"Yah, memang begitu, tapi dengan sihir tak berelemen milikku, aku tak akan terkalahkan! Kuterima tantanganmu."

Si Pipi Berjahit masih saja membuat senyum mengerikan itu.

Slave Liberators [Tamat]Where stories live. Discover now