[33]

1.2K 50 300
                                    

Alvin mengelap keringatnya yang bercucuran jatuh dari pelipisnya kemudian membasahi wajahnya sampai ke lehernya. Hari ini Alvin bermain basket mati-matian. Maksudnya, tidak seperti hari-hari biasa sebelumnya, hari ini tampak berbeda, Alvin bermain basket tanpa istirahat. Amarah menguasainya tentunya. Ia melihat kosong ke arah ring basket.

Saat ini matahari sudah tidak terik lagi, sudah tidak banyak siswa yang berlalu lalang, menampakkan dirinya. Mario mengernyitkan dahinya, keheranan melihat temannya yang satu ini “What’s wrong with you, babe?” bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya. Menghampiri Alvin sambil memberikan satu botol minuman isotonik pada Alvin.

Alvin tidak menjawab pertanyaan Mario. Ia mengambil minuman isotonik itu kemudian meneguknya sampai setengah botol. Ia menundukkan badannya, memegang kedua lututnya, dengan napas yang tak beraturan ia kembali mengelap keringatnya.

“Lo kenapa, sih?” bertanya lagi pada Alvin yang terus membungkam mulutnya.

Alvin menatap Mario, kali ini tanpa ekspresi apapun ia menjawab “Bukan urusan lo” kemudian pergi meninggalkan Mario, berjalan ke sudut lapangan, lalu mendudukkan dirinya disana.

Mario mengikutinya, mengikuti langkah Alvin, lalu duduk disana, di samping Alvin “Galau lo? Kayak cewek aja pake galau segala”

Alvin berdecak sebal mendengar ucapan Mario barusan “Kayak lo gak pernah galau aja. Berasa hidup lo happy-happy aja, makanya lo ngatain orang?”

Mario tersenyum maklum. Hari ini Alvin sangat sensi. Mario merasa Alvin sensinya melebihi cewek-cewek lagi datang bulan atau melebihi emak-emak yang ngomel gara-gara anaknya gak mau mandi. Pokoknya Alvin hari ini sangat sensitif.

“Gara-gara Maureen lagi? Lo gak mau balikan sama dia? Kenapa?”

Alvin melihat Mario saat ini, rahangnya mengeras, tangannya terkepal. Mario tau saat ini Alvin sangat-sangat emosi, namun Mario tidak mempedulikan hal itu, Mario terus menyerbu Alvin dengan berbagai pertanyaan yang menusuk Alvin tentunya “Masih cinta kan? Kenapa gak mau balikan? Takut? Nyali lo ciut?”

Alvin semakin mengepalkan tangannya kuat-kuat, napasnya semakin memburu, ia menjawab “Gue udah gak suka lagi sama dia. Kenapa emang? Ada yang salah?”

Kini Mario malah tertawa dengan keras, dirinya tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Alvin “Hahaha. Konyol lo”

Alvin terdiam, menundukkan kepalanya, dirinya benci disaat Mario menertawakan dirinya seperti ini “Bullshit. Lo gak mungkin secepat itu move on dari Maureen. Gak mungkin banget.

“Emang mulut lo bilang kalau lo udah move on. Tapi disini masih bilang kalau lo masih cinta dia, sob. Kalau lo masih mengharapkan kehadiran dia, sob” Mario menunjuk dada Alvin, berucap dengan santainya.

Alvin masih terdiam. Tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Emang sejujurnya dirinya masih sangat-sangat mencintai Maureen, namun apa boleh buat? Alvin merasa kalau Maureen benar-benar mengkhianati dirinya dan Alvin benci akan hal itu “Kenapa? Ngerasa kalau omongan gue ada benarnya juga?”

Alvin mengangkat sudut bibirnya, lalu dengan cepat ia menggeleng “Gue bener-bener udah move on dari Maureen. Gue udah gak suka lagi sama dia. Hati gue udah bukan punya siapa-siapa lagi”

Mario mengangguk-angguk tanda mengerti, kemudian berucap “Berarti gak mau balikan sama Maureen?”

Kini Alvin yang menganggukkan kepalanya, menjawab pertanyaan Mario. Kemudian Mario meneruskan pembicaraannya “Berarti kalau gue, Arvano, ataupun Juan deketin Maureen boleh dong?”

Dan sekarang Alvin kembali terdiam. Dalam hati ia berteriak bahwa tidak ada satupun laki-laki yang boleh mendekati Maureen. Namun seketika memori tentang Maureen yang tertawa bahagia bersama Juan maupun Arvano kembali muncul dan membuat Alvin semakin membenci Maureen.

Stay [Completed]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora