[1]

10.2K 329 47
                                    

Hai ini chapter pertama dari Stay. Maaf kalau alurnya masih membingungkan dan kalau feel nya belum dapat.

Maklum, ini cerita pertama saya :)

-

"Alvin... Maafkan Mama yang enggak bisa menemani dan terus bersama Alvin. Maafkan Mama yang harus pergi meninggalkan Alvin. Maafkan Mama yang sudah tidak bisa mengurus Alvin lagi. Maafkan Mama, Alvin. Tapi... perlu Alvin ketahui, Mama akan terus menjaga Alvin walaupun fisik Mama sudah tidak disamping kamu. Kamu tidak sendirian, Nak. Mama sayang... Alvin." Wanita itu meninggal dengan tenang, menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang. Senyumnya masih senantiasa menghiasi wajahnya sampai detik-detik kepergiannya. Melihat hal itu, anak laki-laki yang berada di sampingnya semakin histeris akan kepergian ibunya.

"MAMA! MAMA BANGUN, MA! JANGAN TINGGALIN ALVIN SENDIRIAN! ALVIN ENGGAK MAU SENDIRI. ALVIN MAU SAMA MAMA..." Teriak seorang anak laki-laki kepada seorang wanita paruh baya yang terbaring lemah itu.

Wanita itu tampak tenang dengan kelopak matanya yang tertutup rapat-rapat, dengan seulas senyum yang tercetak samar di wajahnya seakan-akan memberitahu bahwa ia sudah tenang saat ini. Tenang akan keadaannya yang sekarang. Tenang akan kepergiannya.

"Mama jangan tinggalin Alvin Ma!" Anak laki-laki itu menggoyang-goyangkan tubuh ibunya berkali-kali. Memanggil ibunya berkali-kali, tidak terima dengan kepergian ibunya. Berharap Tuhan mengembalikan nyawa malaikatnya ini.

Malaikat yang rela berkorban demi dirinya. Malaikat yang rela tersakiti demi dirinya. Malaikat yang selalu menjaga dan merawatnya. Malaikat yang selalu menyemangatinya ketika ia sedih. Malaikat yang turut bahagia ketika ia senang.

"DOKTER! SUSTER! TOLONG MAMA... SIAPAPUN TOLONG!" Anak laki-laki itu menangis dengan hebatnya, berteriak meminta pertolongan, berharap dokter dan suster segera datang untuk menolong ibunya. Berharap pada kemungkinan bahwa nyawa ibunya masih bisa tertolong.

"Mama jangan tinggalin Alvin. Alvin enggak tau harus gimana kalau Mama pergi. Alvin enggak mau sendirian, Ma. Papa udah enggak peduli lagi sama kita. Mama jangan pergi. Alvin janji enggak akan nakal lagi. Enggak akan kotorin baju Alvin lagi kalau main. Enggak akan sisain sayur kalau makan. Enggak akan pecahin piring kalau bantuin Mama cuci piring. Enggak akan pura-pura sakit kalau enggak mau pergi sekolah.

"Alvin janji, asal Mama bangun. Mama kan udah janji sama Alvin, enggak akan ninggalin Alvin sendirian. Tapi kenapa Mama sekarang pergi dan ninggalin Alvin disini sendiri? Kenapa Mama enggak tepatin janji Mama? Kata Mama kita harus menepati janji yang udah kita buat agar orang lain enggak kecewa sama kita, tapi kenapa Mama malah enggak menepati janji itu? Alvin enggak mau Mama pergi. BAWA ALVIN SAMA MAMA!" Lagi-lagi, anak laki-laki berusia 8 tahun itu kembali berteriak.

Ia menggenggam tangan ibunya dan terus menggoyangkan tubuh ibunya. Berharap sang malaikat pencabut nyawa berubah pikiran dan mengembalikan nyawa ibunya. Bahkan ia rela nyawanya ditukar dengan ibunya asal ibunya kembali sadar.

Dadanya terasa sakit disaat melihat ibunya yang masih tersenyum sambil memejamkan matanya rapat-rapat, meninggal dalam damai. Seakan-akan meyakini pada putranya bahwa saat ini ia sudah jauh lebih tenang, sehingga tidak ada lagi yang perlu ditangisi.

Tak lama kemudian dokter dan beberapa perawat pun datang menghampirinya, "Tolong Mama, Dok. Saya mohon selamatkan Mama. Mama pasti enggak akan pergi meninggalkan Alvin sendirian kan? Mama pasti cuma tidur atau mungkin pingsan. Mama enggak mungkin meninggal, Dok" Anak laki-laki tersebut memohon kepada dokter itu. Ia menangis sekencang-kencangnya sambil mengguncangkan tangan dokter itu.

Stay [Completed]Where stories live. Discover now