[17]

1.9K 76 206
                                    

“Maureen” panggil seseorang dari arah belakang. Maureen menengok ke arah sumber suara dan mendapati temannya yang sedang berlari ke arahnya yang sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Dada gadis itu naik turun seiring deru nafasnya karena berlari.

“Kenapa, Ta?” tanya Maureen ke arah gadis itu yang sudah ada di hadapannya ini. Ia adalah Martha. Temannya. Lebih tepatnya teman barunya. “Kenapa lo lari-lari gitu?”

Ia dan Martha baru saja berteman lagi setelah kejadian bertengkarnya Martha dan Chelsea. Sehingga Martha berteman lagi dengan Maureen.

Ya, dahulu saat kebenaran belum terungkap, Maureen, Chelsea, Tasia, Martha, dan Kimberly bersahabat. Mereka ke kantin bersama, makan bersama, belajar bersama, bahkan ke WC bersama. Entah itu mau buang air kecil, buang air besar, kentut, merapikan rambut, ngerumpiin cogan eksis sekolah, ngerumpiin kaca mata pinky nya Pak Agus, ngerumpiin Ibu nasi kuning yang suka gak ngembaliin kembalian dengan alasan gak ada uang kecil, ngerumpiin kucing sekolah yang hamil di luar nikah, bahkan ngaca aja mereka selalu bersama. Rasanya adem ngeliat cewek-cewek cantik mainnya bareng. Sampai akhirnya waktu yang terlalu egois membuka kedok kebenaran bahwa ternyata Alvin menyukai Maureen. Laki-laki yang notabenenya disukai oleh Chelsea. Dan saat itulah awal mulanya mereka bertengkar. Bertengkar layaknya orang asing yang tidak pernah bersahabat.

Ralat. Lebih tepatnya Maureen dan Chelsea. Kalau Tasia, Kim, dan Martha sih ngikut-ngikut aja.

Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal. Termasuk persahabatan mereka.

“Lo.. pu..pulang sama siapa?” tanya Martha sambil berusaha mengatur deru nafasnya. Keringat bercucuran di pelipisnya. Ia mengibas-ngibaskan kedua tangannya ke wajahnya. Berusaha untuk memberikan sedikit angin di wajahnya yang kepanasan karena sehabis berlari maraton itu.

“Napas dulu baru ngomong, Ta” kata Maureen. Ia mengambil tisu yang terletak di saku rok nya kemudian ia memberikannya kepada Martha “Ini. Lap tuh keringat. Bau lo, Ta. Hidung gue gak kuat nyiumnya. Makin pesek dah ini” ucap Maureen bercanda sambil menutup hidungnya.

Dirasa nafasnya sudah mulai teratur, Martha pun melanjutkan pembicaraannya. “Lo pulang sama siapa, Rin?” tanyanya tanpa menghiraukan candaan Maureen.

“Sama abang ojek atau gak sama abang taksi. Kenapa emang? Lo mau anterin gue?” tanya Maureen. Ia tersenyum jahil ke arah Martha.

“Gue aja jalan kaki. Masa gue nganterin lo pulang. Gempor kaki gue bolak-balik” ucap Martha memelas. “Ini aja kaki gue udah gempor gara-gara lari-larian ke lo”

Jarak rumah Martha ke sekolah emang tidak terlalu jauh. 7 menit jalan kaki juga sampai. Kalau Martha jajan siomay atau batagor lengkap dengan es teh manis atau es doger atau bahkan es cendol 15 menit baru deh sampai. Karena Martha nongkrong dulu sama abang penjual cendol atau doger. Bahkan abang-abang jajanan didepan sekolah sudah mengenal Martha dengan baik. Martha sudah terkenal bagi kalangan penjual jajanan sejak ia masih kecil. Apalagi abang mainan, katanya Martha suka beli yoyo sewaktu kecil.

Martha lebih memilih jalan kaki dibandingkan dijemput oleh Liam -kakaknya- ataupun dijemput oleh kedua orang tuanya. Alasannya, kalau Liam menjemputnya, bisa-bisa dia nunggu sampai maghrib, dikarenakan Liam sudah kuliah, dan kelasnya bubar sewaktu menjelang maghrib. Begitu juga dengan kedua orang tuanya, ia tidak mau merepotkan mereka. Masa Martha nyuruh orang tuanya jemput dia dulu baru kembali lagi kerja di kantor? Kan gak lucu. Martha juga sadar diri urusan di kantor pasti banyak soalnya Papa dan Mama Martha selalu lembur alias pulang malem.

“Lagian siapa suruh lo lari-larian. Eh tapi nggak apa-apa, Ta. Hitung-hitung olahraga gratis, buang lemak gratis. Gak usah ke tempat gym segala” Maureen pun menyengir.

Stay [Completed]Where stories live. Discover now