[31]

1.4K 50 398
                                    

Maureen merasakan hatinya seperti ada ruang yang kosong. Ruang kosong karena Alvin telah memutuskan untuk pergi begitu saja dari hatinya. Pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Dirinya hanya berkata pada Maureen bahwa dirinya tidak ingin membuat Maureen terluka untuk yang kesekian kalinya.

Dan Maureen hanya bisa berpikir apakah dengan ini Maureen tidak terluka? Apakah dengan caranya yang seperti ini bisa membuat Maureen berbahagia?

Sebenarnya disini pemikiran Alvin salah. Sangat salah. Bukankah caranya yang seperti ini malah membuat Maureen semakin terluka?

Maureen benar-benar membutuhkan teman curhat.

Dirinya berjalan menyusuri koridor sekolah yang mengantarkannya pada suatu tempat, yang jelas sudah pasti adalah kelasnya Alvin, XI IPA-1. Tujuannya bukan untuk mencari Alvin ataupun Juan. Tapi tujuan Maureen adalah untuk mencari Mario.

Saat ini bel istirahat telah berbunyi dan Maureen harap Mario ada di kelasnya. Maureen melongok, melihat dari jendela kelas Alvin, mencari Mario. Nyatanya Mario tidak ada disana, yang ada hanyalah Alvin dan beberapa murid lainnya. Maureen menghela napas, kemudian memutuskan untuk bertanya pada seseorang yang berada di kelas itu, siapapun, yang penting selain Alvin.

Karena Maureen masih belum terbiasa dengan suasana seperti ini, ya walaupun dirinya sudah memutuskan akan terus mendekati Alvin. Tapi semuanya butuh waktu bukan?

Maureen butuh waktu untuk beradaptasi dengan suasana canggung kuadrat seperti ini.

Maureen memutuskan untuk masuk ke dalam kelas XI IPA-1, bertanya dengan siapapun yang dikenalnya. Alvin sadar saat Maureen masuk ke dalam kelasnya, saat ini matanya terus mengikuti ke arah Maureen pergi. Maureen menyadari hal itu. Dan saat ini Maureen berusaha untuk tidak melihat ke arah Alvin.

Maureen berjalan ke arah murid perempuan dengan kunciran kepang dua yang sedang sibuk mengerjakan tugasnya, berbicara dengan suara pelan “Sera, lihat Mario nggak?”

“Mario lagi di ruang OSIS, Rin”

Maureen mematung mendengar bariton berat yang menjawab pertanyaannya. ‘Itu bukan suara Sera. Itu suara dia...’

Maureen menoleh ke arahnya. Saat ini dia sedang melihat Maureen, tidak berkedip, dia terus memperhatikan Maureen. Kemudian Maureen menjawab “Oh, makasih, Vin” tak lupa dengan senyumannya, setelah mengucapkan kata terima kasih itu, Maureen langsung bergegas pergi dari kelas ini dan langsung menuju ruang OSIS.

Disana Alvin membatin ‘Apanya yang cinta sama gue? Ngapain lo nyariin Mario kalau lo cintanya sama gue?’

-

Maureen mengetuk pintu cokelat yang terdapat papan kecil yang tergantung di pintu tersebut yang bertuliskan ‘RUANG OSIS’ sebanyak 3 kali. Terdengar sahutan dari dalam yang menyuruh Maureen untuk masuk ke dalam ruangan tersebut membuat Maureen memutar knop pintu itu dan segera masuk ke dalam ruangan tersebut.

Disana ia melihat Mario sedang duduk di atas kursi, di depan meja, sambil sibuk menyusun berkas-berkas yang Maureen tidak ketahui apa isi dari berkas-berkas itu. Mario menghentikan pekerjaannya ketika melihat siapa sosok itu.

Maureen tersenyum lesu pada Mario, kemudian berkata dengan pelan “Gue ganggu lo ya, Mar?”

Sedangkan Mario hanya menyengir sambil mempersilahkan Maureen untuk duduk di kursi depannya. “Gue gak terlalu sibuk kok. Kenapa, Mau?” ujar Mario.

Maureen hanya menggelengkan kepalanya, lemas, pasrah, bimbang, itulah yang Maureen rasakan saat ini. Kemudian dirinya malah berucap “I’m not father, Mar”

Stay [Completed]Where stories live. Discover now