[14]

2.6K 90 89
                                    

Arvano melajukan motornya dengan kecepatan sedang dan tak lupa dengan Maureen yang berada pada kursi penumpang. Maureen tidak tau kemana arah tujuan Arvano. Yang Maureen tau mereka mau pergi makan. Itu saja, tidak lebih tidak kurang. Tak sampai 10 menit motor Arvano akhirnya berhenti di dekat gerobak penjual ketoprak. Maureen dan Arvano pun turun dari motor dan berjalan mendekati gerobak tersebut.

“Maureen, lo harus cobain ketoprak sini. Enak loh” ceritanya Arvano promosi ke Maureen. Maureen pun hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia sedang tak mood untuk ngomong bahkan tak mood untuk makan sekalipun. Baru kali ini Maureen tidak mood untuk makan. Biasanya dia selalu nomor 1 kalau soal makanan.

Maureen sedang tidak mood bukan karena Maureen yang tidak suka makan-makanan di pinggir jalan karena gengsi atau merasa jijik. Tapi Maureen sedang banyak pikiran saja makanya ia merasa tak berselera untuk makan. Bahkan sebenarnya, Maureen lebih suka makan di pinggir jalan kayak begini dibandingkan makan di restoran bintang lima yang ditemani dengan lilin yang menyala-nyala diatas meja. Baginya makan di pinggir jalan mempunyai sensasi nikmat tersendiri. Selain harga nya yang terjangkau, porsinya jauh lebih besar pula.

Pikiran Maureen saat ini sedang dipenuhi dengan masalah yang bertubi-tubi yang datang menghampirinya begitu saja. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan yang mengganggu hatinya maupun pikirannya. Kepalanya pusing karena masalah-masalah tersebut terus menghantuinya. Bagaikan tidak membiarkan dirinya bebas. Kalau bisa milih rasanya Maureen mau pergi dari dunia ini daripada harus dihadapkan dengan masalah yang akan ngebuat orang-orang yang disayanginya bersedih. Membuat orang-orang yang disayanginya bersedih adalah sesuatu yang menyebabkan ia juga bersedih.

‘Kenapa semua masalah datang secara tiba-tiba? Kenapa dunia ini sempit sekali? Kenapa gue harus dihubungkan dengan masalah mereka? Kenapa gue harus tau kalau Om Jordi itu bokap tirinya Arvano?’

Akhirnya setelah cukup lama berdiam diri, Arvano memesan 2 piring ketoprak untuk dirinya dan Maureen kepada penjual tersebut. Ia dan Maureen pun duduk di salah satu kursi yang ada di dekat gerobak tersebut. Arvano memandangi Maureen bingung, tak biasanya Arvano melihat Maureen yang diam seperti ini. Rasanya ada yang aneh ngeliat Maureen yang awalnya gak bisa diam jadi diam banget. Rasanya kayak ada yang kurang seperti pantai yang tanpa ombaknya dan tanpa pasirnya. “Maureen kok lo diem mulu sih? Tumben amat” Arvano yang menyadari Maureen yang diam seribu bahasa dari tadi pun akhirnya bertanya padanya. “Lo sakit?” tanya Arvano lagi. Ia hanya bingung, gadis pecicilan seperti Maureen bisa diam juga. Ia khawatir kalau sesuatu sudah terjadi pada gadis itu.

“Enggak. Gue cuma lagi banyak pikiran aja” jawab Maureen jujur apa adanya. Maureen emang orangnya jujur kecuali dalam beberapa hal. Seperti berapa berat badannya dan berapa tinggi badannya. Kan malu kalau disebutin.

“Lo mikirin apaan?” tanya Arvano penasaran. Seharusnya Arvano dong yang banyak pikiran tapi kenapa malah si Maureen yang banyak pikiran? Maureen itu aneh, apa aja dipikirin sama dia. Bahkan ia pernah memikirkan bagaimana caranya semut bereproduksi? Dan bahkan ia pernah memikirkan mengapa pembalut disebut sebagai roti jepang?

‘Sebenarnya gue tau lo mikirin apaan, Rin. Gue cuma pura-pura gak tau aja. Tadinya gue gak mau ngebuat lo kepikiran, eh tau-taunya sekarang lo malah kepikiran. Gue tau sebenarnya yang lo pikirin sekarang adalah kalau gue dan Alvin berbagi ayah yang sama kan? Dan gue tau kalau lo itu udah tau semuanya. Kalaupun gue bilang sama lo kalau gue udah tau semuanya, lo bakalan nanya macam-macam sama gue, dan gue bakalan males ngejawabnya. Karena gue males mengorek luka kecil menjadi luka yang lebih besar. Karena gue males ngebuat diri gue sendiri sakit’

“Kepo lo” jawab Maureen seadanya. Ia sedang malas bicara dengan siapapun, bahkan termasuk abang ketoprak yang tadi bertanya padanya ‘Pedas atau nggak?’ dan Maureen hanya menjawab dengan gelengan kepala. Kalau misalnya Maureen sedang mood, ia pasti bertanya pada abang ketoprak itu dengan pertanyaan ‘Menurut abang pedes nggak? Coba abang tebak. Kalau bener ketoprak saya dibanyakin, kalau salah ketoprak saya dibanyakin juga’ dan bahkan mungkin ia akan bertanya ‘Abang bikin ketoprak pake berapa butir kacang?’

Stay [Completed]Where stories live. Discover now