[30 A]

1.4K 52 473
                                    

Maureen sangat-sangat bosan. Ia bosan setengah mati, setengah hidup. Maureen sudah melakukan semua hal yang kira-kira bisa membuat mood nya meningkat drastis, ia sudah melakukan hal dari yang biasa sampai hal yang luar biasa, mulai dari mondar-mandir duduk di depan televisi, buka-tutup kulkas berkali-kali, mendengarkan lagu, ngelawak sendirian, bahkan ia sampai jungkir balik 3 kali saking bosannya.

Namun sampai sekarang mood nya belum naik sedikitpun juga. Ia menghela napas kesal. Hari ini entah mengapa tiba-tiba mood nya benar-benar buruk. “Biasanya sih ya kalau udah begini, gue bakal ngerasa ada sesuatu gak enak bakal terjadi”

Maureen menggaruk kepalanya yang tak gatal “Tapi apaan ya?” kemudian Maureen bertanya pada dirinya sendiri.

Ia berjalan menuju sofa yang berada di depan televisi, duduk disana dengan tenang, kemudian mulai menyalakan televisi, mencari acara televisi yang setidaknya bisa menghibur dirinya. Tapi yang ada hanyalah berita, sinetron, acara musik, dan iklan-iklan. Kemudian Maureen lebih memilih mematikan televisinya.

“Ini udah jam 9 malam, Upin&Ipin mah udah abis. Terus gue harus nonton apaan?” akhirnya Maureen lebih memilih mengambil ponselnya yang berada di saampingnya, kemudian mulai mencari sebuah nama di kontak teleponnya. Kemudian dirinya mulai menekan tombol telepon hijau pada layarnya.

Ia menempelkan ponselnya pada telinga kanannya, menunggu si penerima telepon mengangkat panggilannya “Buset dah, lama amat angkatnya. Keburu gue radiasi”

Satu detik, dua detik, tiga detik Maureen menunggu, akhirnya suara tersebut menyapanya dengan suara lembut namun terdengar berat bersamaan “Halo sayang?”

Dan Maureen langsung tersenyum saat ia mendengar suara itu. Baginya, ia bisa menghapus rasa rindunya sekalian menghilangkan rasa bosan yang melanda dirinya disaat ia berteleponan dengan laki-laki itu.

‘Kalau gitu dari tadi gue telepon nih bocah’

Maureen mulai membuka suaranya “Bosennn...” bersuara layaknya anak kecil yang tak di belikan balon dan permen.

Bukannya jijik ataupun najis sampai amit-amit jabang bayi, Alvin malah tersenyum di seberang sana karenanya “Terus mau apa? Mau main?” tanya Alvin dengan nada jahil di dalamnya.

Karena emang yang namanya orang bodoh gak bakal mikir yang aneh-aneh.

“Ayuk, Vin. Mau gak main congklak di rumah?” tanya Maureen dengan suara antusias.

Kemudian suara tawa mulai terdengar dari seberang sana, mulai dari tawaan yang pelan sampai-sampai tawaan itu berubah menjadi semakin keras seiring berjalannya waktu “Maafin aku, Rin. Kamu masih polos ternyata. Aku gak nyangka ternyata kamu sepolos itu”

Sedangkan Maureen hanya mengernyitkan dahinya membuat kerutan di sana “Apaan sih, Vin? Kok aku ngajakin kamu main congklak tapi kamu malah bilang aku polos? Emang kalau mainin congklak berarti polos ya?”

Kemudian Maureen melihat ke sekujur tubuhnya, dari atas sampai ke bawah, memperhatikan tiap detail pada dirinya ‘Gue pake baju kok. Apanya yang polos?’

Kemudian Alvin semakin tertawa karena pertanyaan bodoh Maureen “Suka-suka kamu aja, Rin. Kamu atur aja. Kamu lemot banget, sih”

Dan Maureen paling benci kalau Alvin tertawa begitu senangnya di atas penderitaan Maureen. Baginya, ini seperti penghinaan untuknya.

Alvin meledeknya. Dan Maureen benci hal itu.

Maureen langsung mematikan sambungan telepon antara dirinya dengan Alvin. Menghubungi Alvin ternyata tidak berhasil membuat mood nya naik. Yang ada malah membuat mood nya semakin buruk karena Alvin yang dengan begitu senangnya mentertawakan dirinya hanya karena ia bertanya apa maksud dari polos karena bermain congklak?

Stay [Completed]Where stories live. Discover now