[20 B]

1.6K 68 214
                                    

“Arvano” panggil Maureen pelan. Arvano saat ini sedang terfokus mengerjakan tugas Kimia nya. Lagi-lagi Pak Agus memberikan tugas untuk mereka.

Seperti biasa dengan catatan kalau mereka tidak mengumpul tugas itu, mereka tidak boleh istirahat.

“Apa?” tanya Arvano tanpa mengalihkan perhatiannya dari bukunya itu. Ia terus menggoreskan pena nya diatas kertasnya itu tanpa mempedulikan Maureen sedikitpun.

“Kalau orang ngomong tuh di liat atuh, Van” gerutu Maureen. Ia merasa Arvano mengabaikan dirinya.

Arvano pun melihat ke arah Maureen dengan terpaksa dan tersenyum seraya memamerkan gigi putihnya yang disikat setiap hari “Apa sayang?”

“Sayang, sayang aja lo. Nama gue Maureen bukan sayang” ketus Maureen galak.

Arvano hanya nyengir kuda lalu kembali mengerjakan tugasnya. Lagi-lagi Maureen merasa diabaikan.

“Arvano kok gigi lo putih amat sih?” tanya Maureen, ia masih berusaha membuat Arvano untuk terfokus padanya bukan pada tugas Kimia nya.

“Gue pakein pemutih tiap hari biar putih” Arvano menjawab malas. Ia masih terfokus dengan tugas Kimianya. “Kerjain tugas lo, Rin. Jangan cuma diliatin doang. Gak mau makan emang?”

“Gue gak bisa, Vano. Lo kan tau gue dimasukkin di kelas IPA karena gak ada bangku lagi di IPS. Lo tau lah skill gue bukan di ilmu pasti” sepertinya Maureen berkata terlalu jujur.

“Yaudah sini. Deketan duduknya. Gue ajarin”

Modus.

Tapi Maureen tetap menuruti perkataan Arvano. Dengan santainya ia menggeser tempat duduknya ke arah Arvano. Ia tidak mempunyai pikiran bahwa Arvano cuma mau modus.

Sedangkan Arvano? Jantungnya mulai berdegup kencang. Ia tidak menyangka Maureen akan menuruti perkataannya. Ia kira Maureen akan ngomel-ngomel gak jelas dan berkata kalau Arvano itu modus.

Oke. Arvano hanya berharap dentuman jantungnya tidak terdengar oleh Maureen. Ia mulai berkeringat dingin. Ia hanya diam, tidak menjelaskan apa-apa. Maureen mengernyitkan dahinya kebingungan karena Arvano yang tidak mulai menjelaskan materi Kimia tentang titrasi asam-basa. “Vano, gimana sih? Katanya mau ngejelasin?”

‘Oh God. Bahkan dia makin hari makin manis. What should i do?’

“Lo nyontek punya gue aja deh. Nanti gue jelasinnya pas abis lo selesai nyalin” jawab Arvano gelagapan.

Maureen tau ada yang tak beres dengan Arvano. Maureen pun hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti. Ia tidak bertanya lebih jauh.

Menyadari Arvano yang terus mengeluarkan keringat dingin dan dengan tangannya yang gemetar hebat, Maureen mulai berasumsi bahwa Arvano kebelet berak.

‘Anjir. Dia masih gak mau geser tempat duduknya. Gue kira rencana gue tadi berhasil’ Arvano mengira kalau dia bilang Maureen tinggal menyontek tugasnya, Maureen akan menggeser tempat duduknya. Tapi nyatanya tidak. Maureen masih pada posisinya. Saat ini jarak duduk mereka sangatlah dekat.

“Arvano kalau kebelet berak jangan ditahan. Buang aja dulu. Izin dulu gih sama Adi, kan Pak Agus lagi di kantor. Jangan ditahan gitu. Nanti kentutnya jadi bau. Nanti pada ledekkin” ucap Maureen polos melihat keringat Arvano mulai membanjiri pelipisnya.

“Hah?” Arvano bingung karena tiba-tiba Maureen menyuruhnya buang hajat. “Maksud?”

“Lo lagi nahan berak kan? Silahkan dibuang. Jangan ditahan. Kasian tuh lo sampai keringetan. Pasti sakit kan lubangnya?” tunjuk Maureen ke dahinya Arvano lalu beralih ke bagian bawah Arvano.

Stay [Completed]Where stories live. Discover now