[32]

1.2K 44 298
                                    

Pagi ini tidak seperti pagi-pagi sebelumnya, pagi ini tidak ada Chelsea, Tasia, Kimberly, maupun Martha yang tertawa bersama. Tidak ada Kimberly yang menggeplak kepala Martha, tidak ada Martha yang tertawa begitu keras sampai-sampai tidak bisa berhenti tertawa, tidak ada Tasia dan Chelsea yang saling berbisik membicarakan rencana-rencana mereka.

Pagi ini semuanya terasa berbeda. Baik masing-masing dari mereka hanya bisa duduk diam di tempat mereka masing-masing sambil bergelut dengan pikirannya. Karena masing-masing dari mereka masih ditutupi oleh rasa ego yang teramat besar. Mereka terlalu mengutamakan rasa gengsi dibandingkan kebersamaan mereka.

Hanya karena permasalahan yang sepele, hanya karena kesalahpahaman, hanya karena keegoisan, dan hanya karena kebodohan.

Martha menghela napas panjang, tidak ingin berlama-lama seperti ini, dirinya juga tidak tahu-menahu mengapa Kimberly yang notabenenya adalah teman sebangkunya ini mendiamkan dirinya? Martha mencoba mengajak Kimberly berbicara lagi “Kimberly, kenapa kok diam mulu sih? Lo lagi ada masalah sama Julian? Atau jangan-jangan di mulut lo lagi ada lem ya? Makanya dari tadi gue ajakin lo ngomong, lo cuma geleng-geleng atau ngangguk-ngangguk gak jelas”

Kimberly melihat Martha, tepatnya melihat wajahnya, matanya menajam berusaha memperingatkan Martha untuk tidak mengganggunya, untuk tidak mengganggu ketenangannya, untuk tidak mengganggu hatinya, dan yang terpenting adalah untuk tidak mengganggu hubungannya “Kim? Kenapa sih kok galak amat muka lo? Eh tapi emang aslinya juga udah begitu ya, hehehe” Martha menyengir untuk menyembunyikan ketakutannya.

Kimberly semakin emosi, ia merasa ubun-ubun kepalanya sudah mulai memanas karena menahan emosinya, dan disaat itu juga Julian masuk ke dalam kelasnya, kemudian berjalan menuju ke tempat Kim dan Martha, kemudian berucap “Martha, ada yang harus gue omongin sama lo”

Kimberly sakit. Sakit karena Julian bukan mencarinya melainkan Julian mencari Martha.

Dan pada saat itu juga Kimberly menggebrak meja dan langsung berlalu dari hadapan mereka, tidak peduli dengan tatapan-tatapan dari mereka yang merasa terganggu dengan kebisingan sesaat yang dibuat oleh Kimberly.

Bagi mereka, selagi Kimberly memberi waktu untuk hidup, sebaiknya jangan ada yang protes dengan apa yang dilakukan oleh gadis itu. Karena disaat sudah ada yang berani memprotes apa yang Kimberly katakan, itu tandanya surga ataupun neraka sudah berada di depan matamu.

Namun saat ini yang dapat dilakukan oleh Martha adalah memandang Kimberly dengan kedua alisnya yang tertaut lalu bertanya kepada Julian dengan santainya “Lo nyari gue, Kak? Tumben gak cari Kim. Kim pergi tuh, gak di kejar?”

Ya memang, Martha tidak tau bahwa hubungan dua orang itu rusak karenanya. Karena kebodohannya.

Tanpa basa-basi, Julian berucap dengan getir “Gue putus sama Kimberly gara-gara dia ngeliat gue pulang sama lo waktu itu. Dia kira gue sama lo main di belakang dia”

Martha berusaha mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut Julian kemudian dirinya tersadar ‘Jadi ini alasan kenapa Kimberly gak mau ngomong sama gue dari tadi. Kenapa gue goblok banget?’

Lalu sesaat kemudian ia menyesali perbuatannya yang terlampau bodoh, kemudian dirinya berkata “Jangan ngomong disini, Kak. Banyak orang yang ngeliat. Gue risih”

Sedangkan Julian hanya mangut-mangut dan berjalan keluar dari kelas diikuti Martha yang menyusul di belakangnya. Kini mereka telah sampai pada ujung koridor yang terletak di dekat toilet lantai 2 ini. Julian kembali membuka suaranya “Gue putus sama dia, Ta. Apa yang harus gue lakuin? Gue udah jelasin semuanya ke dia tapi dia gak percaya sama gue. Dia malah mutusin gue gitu aja.

“Lo tolong jelasin semuanya ke dia. Tolong jelasin kalau gue dan lo bener-bener gak ada apa-apanya. Gue sayang sama dia, Ta. Sayang banget malah.

Stay [Completed]Where stories live. Discover now