Epilog(End)

2.1K 192 37
                                    

Apa aku sudah membuat pilihan yang salah?

Kalimat itu terus berputar di kepalaku, berjalan keluar aku menghampiri sebuah bangku yang berada di depan tenda. Ini adalah pagi yang cerah, seseorang tidak akan menduga jika langit biru yang aku lihat sekarang pernah di selimuti warna merah mengerikan. Untuk beberapa saat aku termenung sambil duduk melihat kearah kota yang sedang dibenahi. Tujuh hari sudah berlalu ketika aku tidak sadar, sepertinya banyak hal sudah terjadi dalam jangka waktu selama itu.

Melihat pada orang-orang yang bekerja dengan ceria, entah kenapa membuat beban di hatiku semakin ringan. Tapi, apa yang Mama Alice teriakkan waktu itu kembali terngiang di dalam kepalaku...

"Apa yang harus aku lakukan?"

Dan itu kembali membuat suasana hatiku menjadi kacau. Mama Alice ingin aku hidup sebagai manusia biasa, tapi aku justru membuatnya kecewa. Meski aku merasa bersalah pada Mama Alice, entah kenapa jauh di dalam hatiku aku sama sekali tidak menyesali apa yang sudah aku lakukan. Karena dengan pilihan yang sudah aku buat, aku berhasil melindungi tanah ini dan mereka yang tinggal di atasnya.

"Umm, Tu-tuan Nicho?"

Saat aku sedang melamun, sebuah suara manis mengejutkanku.

"Uh?! Lilli?"

Itu adalah Lilli yang membawa piring penuh dengan makanan di atasnya. Sebuah roti, soup sayuran, dan beberapa kacang-kacangan. Sebuah menu yang biasa di sajikan pada saat sarapan, ah entah kenapa aku merasa rindu dengan makanan ini, meski terlihat sederhana, tapi harus aku akui jika rasanya cocok dengan lidahku, sejujurnya aku merasa jika makanan di dunia ini memiliki rasa yang simpel, tentu bukan berarti tidak enak, tapi jika dibandingkan dengan masakan dari Indonesia, aku akan bilang jika makanan di dunia ini kekurangan rempah.

"Lilli apa yang kau lakukan di sini?"
"Saya membawakan makanan untuk anda."

Ah, jadi itu untukku.

"Saat saya mengunjungi Nona Theressa dia berpesan untuk memberikan menu sayuran untuk anda."

Jadi ini adalah menu yang sudah ditentukan oleh Theressa, sudah kuduga dia memang cepat dalam menentukan sesuatu, termasuk menu yang diberikan pada orang sakit.

"Ngomong-ngomong, apa kau bertemu dengan mama?"

"Unn, saat ini Nona Theressa sedang bicara pada Nona Alice."

"Begitukah? Sepertinya mama benar-benar marah padaku kali ini."

Aku membuat tawa ringan saat mengatakan itu, ya sebuah tawa yang aku tujukan pada diriku yang menyedihkan.

"Tuan Nicho, untuk kali ini saja, bisa anda ijinkan saya untuk melakukan semua yang saya inginkan?"

Meletakan makanan di meja, Lilli tiba-tiba meminta sesuatu yang tidak bisa aku mengerti.

"Unn? Aku tidak keberatan, tapi apa yang akan kau laku-? "

Dan saat aku sedang bertanya tentang apa yang ingin dia lakukan, aku merasakan sebuah tamparan di pipiku.

"Huh?...."

"Tuan Nicho, anda tahu, saat ini saya sangat marah."

Lilli nenamparku ...

Tidak, sebenarnya dia tidak benar-benar menamparku, mungkin akan lebih tepat jika dia hanya menepuk pipiku. Tapi, entah kenapa tepukan pelan itu memberiku rasa sakit yang tidak bisa aku jelaskan.

"Sa-saya benar-benar marah pada anda!"

Mengenggam apron putihnya dengan erat, Lilli menatapku dengan mata berair.

Prometheus ChildrenWhere stories live. Discover now