ADRAS V.A 31

2K 64 7
                                        

"Berdiri," perintah Adras pada Guntur.

Suasana markas saat ini terasa mencekam saat pembahasan mulai memasuki kejadian beberapa hari lalu.

Guntur dengan ragu berdiri dari tempatnya duduk, sedangkan Raze melemparkan bola—yang beberapa hari lalu mengenai kepala Aluna—pada Adras.

"J-jangan keras-keras, Dras. Kasihani gue..." gumam Guntur pelan.

Tak ada yang berani bersuara; Prabu fokus pada ponselnya. Juga Petir yang menahan tawa saat melihat wajah pucat pasi Guntur.

BUGH!

Ya, Adras melemparkan bola itu tepat di kepala Guntur.

Jangan tanyakan seberapa besar tenaga Adras; Guntur linglung, darah segar mengalir di pelipisnya.

Dokter yang sedari tadi siap siaga di pojokan langsung turun tangan mengobati Guntur yang meringis pelan.

"Pftt." Sial, Petir tak bisa menahan tawanya.

"PETIR! LO KETAWAIN GUA HAH?!" pekik Guntur nyaring.

"Mana ada anjir, udahlah gue mau bawa Mahen sama kacungnya." Petir melesat cepat, tak ingin Guntur kembali berulah.

Guntur tak henti-hentinya menggerutu kesal pada saudara kembarnya itu, berbanding terbalik dengan dokter yang mengobatinya dengan diam.

Mata dokter itu tak lepas saat menatap Adras yang sedang mengobrol santai bersama Prabu.

"Mahen menguntit Aluna, gue tahu dari temannya," ucap Prabu sembari mematikan ponselnya.

Adras mengumpat pelan, Mahen memang mencari gara-gara dengan dirinya.

Tak lama dari itu, Mahen beserta dua temannya diseret oleh Petir dan preman yang Petir sewa untuk menyiksa mereka.

Mahen terlihat belum benar-benar sembuh, kepalanya masih diperban akibat pukulan Adras tempo hari.

"Udah gue jinakin temannya si Mahen," ucap Petir memberikan ponsel Mahen pada Adras.

Mahen dan dua temannya berlutut dengan kedua tangan yang diikat ke belakang. Tak ada perlawanan dari mereka, mungkin sudah lelah memberontak dan berakhir dipukuli.

Adras membuka ponsel Mahen sembari menyesap rokoknya. Laki-laki itu membuka galeri yang terdapat banyak foto-foto tak senonoh.

Salah satunya ada foto Aluna yang sedang duduk di taman belakang sekolah, rok gadis itu tersingkap hingga menampakkan paha mulusnya.

Dan dengan brengseknya Mahen me-zoom area itu.

Adras terkekeh sinis, netra tajamnya mengilat penuh amarah. Guntur pergi bersama sang dokter, takut jika terkena amarah Adras.

Adras meletakkan ponsel Mahen ke atas meja, lalu berjalan mendekati Mahen yang tengah berlutut ketakutan.

"Sial, anjing aja lebih bagus kelakuannya daripada lo." Umpat Adras penuh amarah.

"M-maafin gue... Dras... gue janji enggak bakal kayak gitu lagi... gue mohon, ayah ibu gue cuma petani di kampung." Suara Mahen terbata-bata penuh ketakutan yang berusaha ia tepis.

Air sebening kristal menetes deras dari matanya, membuat Adras semakin menatap Mahen jijik.

Dengan satu tangan mencengkeram rahang Mahen dan tangan satunya lagi memegang rokok, laki-laki itu menekan puting rokok yang masih menyala di mata kiri Mahen.

"ARGHHH!!!!"

"ANJING!"

Teriakan nyaring Mahen disusul oleh umpatan kaget Petir saat menyaksikan kekejaman Adras.

Tak puas sampai di sana, Adras mengambil alkohol yang terletak di atas meja lalu menuangkannya di wajah Mahen.

BRAKK!

Adras melemparkan botol alkohol yang telah kosong itu di tenggorokan Mahen sehingga laki-laki itu mendongak dengan mata kiri yang telah buta.

Kedua teman Mahen terpaku dengan tubuh menggigil tanpa mereka sadari. Mereka tidak menduga Adras akan bertindak sejauh itu.

"Akhem," Petir berdehem guna menenangkan dirinya sendiri. Laki-laki itu mendekati Adras lalu menyerahkan berkas yang berisikan semua identitas Mahen.

"Mahen nyogok kepala sekolah pake hubungan seksual biar bisa jadi OSIS di sekolah, Dras."

****

Malam ini terasa begitu dingin, udara seakan menusuk kulit Adras yang hanya mengenakan kaus oblong berwarna hitam.

Laki-laki itu melangkahkan kakinya memasuki mansion di tengah hutan. Kepalanya terasa pening akibat pengaruh alkohol.

Adras tidak akan nekat menghampiri Aluna dalam keadaan mabuk; dia tahu risiko kehilangan kendali atas dirinya.

Sialnya, ingatannya kembali saat Petir menjelaskan tingkah laku Mahen.

"Seperti yang Mahen bilang, orang tuanya cuma petani. Mahen dapat beasiswa di sekolah kita."

"Tapi peraturan sekolah kita melarang anak beasiswa menjadi anggota OSIS. Makanya Mahen kasih lubang anusnya sama kepala sekolah, Dras."

"Kalau Mahen jadi OSIS, dia bisa ngelakuin hal-hal buruk dengan lebih mudah."

Lagi dan lagi Adras kembali mengumpat kesal.

"Di lain waktu, bukan cuman mata kiri lo yang buta anjing. Sebadan badan gue penggal." Gumam Adras penuh emosi.

****

Di sisi lain, dokter yang sebelumnya mengobati Guntur masuk ke dalam mobil lalu menghubungi seseorang di seberang sana.

"Bagaimana?" tanya seseorang di seberang sana setelah panggilan tersambung.

"Ucapan kamu benar, saya tidak menyangka." Dokter berjenis kelamin wanita itu mengusap pelipisnya yang basah oleh keringat dingin.

"Jangan gegabah, kamu bisa muncul setelah Jarot siuman."

"Adras sangat menyeramkan, apa tidak masalah?" Dokter itu bertanya ragu-ragu pada seseorang di seberang sana.

"Tentu saja tidak apa-apa, kamu punya kartu as."

****
Pagi brader!

Tampang anjing barunya Aluna ya brader

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Tampang anjing barunya Aluna ya brader.

Kalau ada saran untuk nama anjingnya Aluna komen di sini ya brader.

By the way jangan lupa tinggalkan jejak untuk next part brader!!

ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ] Where stories live. Discover now