ADRAS V.A 17

2.3K 86 5
                                        

Adras duduk di kursi. Di depannya, Yudis terikat di bangku dengan penampilan berantakan.

Pakaiannya sobek, kuku-kukunya berlubang. Saat Yudis hampir pingsan, Adras memerintahkan pengawal untuk menyiramnya dengan air es yang telah dicampur garam kasar.

Ya, Adras tidak tanggung-tanggung dalam menyiksa pria itu. Dengan hembusan pelan, asap rokok di mulutnya melayang ke udara.

"Lo tahu apa yang lo perbuat?" tanya Adras pelan.

Atmosfer di ruangan terasa mencekam; dominasi Adras memenuhi setiap sudut. Para pengawal yang bertugas menjaga ruang bawah tanah bahkan terduduk ketakutan. Bau besi bercampur darah amis membuat mereka mual.

Adras berdiri dari tempat duduknya. "Karena perbuatan sialan lo, cewek gue jadi trauma berat," tekan Adras, suaranya penuh kontrol.

Yudis tak mampu menjawab. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya tak berdaya.

"Perusahaan lo udah hancur beserta reputasinya," bisik Adras pelan.

Sontak, Yudis mengangkat kepala. Matanya membelalak kaget.

"Gue pastiin sekolah lo udah rata tiga hari lagi," sambung Adras, sebelum menekan puting rokok di kuku berlubang Yudis.

Yudis menjerit kesakitan; rasa perih dan terbakar membuatnya hampir mati.

"JANGAN SERET KELUARGA KU DALAM MASALAH INI!!" teriak Yudis dengan sisa-sisa kesadarannya.

"Gue pastiin anak lo jadi gelandangan," Adras terkekeh mengejek sebelum meninggalkan ruang bawah tanah, mengabaikan semua makian Yudis.

Flashback on.

Setelah Yudis memerintahkan Jarot untuk melarang Aluna mendekati Adras, bukannya menjauh, Yudis justru mendapati kabar hubungan Adras dan Aluna dari unggahan Instagram milik Adras.

"Sial, apa si Jarot itu tidak ngelarang Aluna mendekati Adras?" geram Yudis penuh amarah.

"Lihat saja nanti," gumamnya, sarat dengan rencana licik.

Yudis mengambil ponsel, lalu menghubungi seseorang. Setelah tersambung, ia memerintahkan anak buahnya untuk memukuli Jarot.

"Pukuli Jarot saat dia hendak pulang. Kalau perlu, serang juga rumahnya," perintah Yudis dingin.

Setelah menerima jawaban singkat, Yudis tersenyum puas sebelum mematikan panggilannya.

"Kamu memang sahabat saya, Jarot, tapi saya tidak mau kamu jadi lebih tinggi dari saya hanya karena jadi mertua Adras," ucap Yudis dengan tatapan dengki.

Di sisi lain, saat Jarot tengah fokus menyetir, ia mengerutkan kening ketika menyadari sebuah mobil berwarna hitam mengikutinya.

Jarot mempercepat laju mobilnya, membanting setir ke kanan, namun mobil itu tetap menempel di belakang.

"Pasti suruhan Yudis," gumam Jarot - tepat sasaran.

Ia dengan cepat menghubungi Aluna agar gadis itu bersama Adras.

"Ayah malam ini gak pulang, soalnya kerjaan kantor banyak," ucap Jarot setelah panggilan tersambung. Kakinya menginjak pedal gas lebih dalam.

"Padahal aku sama Bibi masak banyak," suara Aluna terdengar kecewa dari seberang.

Mata Jarot berkaca-kaca sebelum menjawab, "Maafin Ayah, Aluna." Matanya melirik spion, mobil itu makin dekat. "Sementara Ayah gak di rumah, kamu sama Adras dulu."

"Adras lagi sibuk. Lagian aku udah biasa sama Bibi kok, Ayah gak perlu khawatir," jawab Aluna.

"Ya sudah kalau gitu. Kamu tutup pintu sama jendela. Kalau ada yang ngetuk, jangan dibukain," ujar Jarot sebelum mematikan panggilan secara sepihak.

Ia tak punya waktu lagi untuk memaksa Aluna agar bersama Adras. Saat mencoba kabur, sebuah tembakan menghantam ban belakang mobilnya.

"Astaga!" ucap Jarot frustrasi. Keringat dingin menetes dari pelipisnya.

Ia menghentikan mobil di jalan sepi, dikelilingi pohon-pohon besar yang menambah suasana menyeramkan.

Empat pria bertubuh besar keluar dari mobil, masing-masing membawa baseball bat, pistol, dan pisau.

Jarot berusaha melawan; satu hingga dua orang berhasil ia lumpuhkan. Namun jumlah mereka terlalu banyak. Salah satu dari pria itu menggoreskan pisau ke lutut Jarot.

"Arkhh!" Jarot menjerit kesakitan. Ia berlutut di tanah.

"Dasar merepotkan," ucap salah satu pria. Ia menyeret Jarot ke mobil, lalu meninggalkan lokasi.

Di sisi lain, Yudis berangkat ke Australia untuk menemui Lucian.

Ia menggunakan private jet miliknya agar bisa tiba lebih cepat.

Tentu saja Yudis mengetahui identitas Lucian Valtores dan putra tunggalnya. Alvian - yang pernah berpacaran dengan Alicia, anak salah satu anggota sub-unit organisasi milik Lucian - sering menceritakan seberapa besar pengaruh Lucian di dunia bawah tanah.

Yudis bahkan berteman baik dengan ayah Alicia, yang memberinya banyak informasi tentang jaringan itu.

"Lucian tak menyukai jika Adras jatuh cinta pada seseorang, karena itu akan menjadi kelemahannya," jelas ayah Alicia kala itu.

Itulah mengapa Yudis meminta perlindungan dari Lucian, agar Adras tak bisa macam-macam.

Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Empat pria bertubuh besar itu menghentikan mobil mereka di halaman rumah Jarot. Keadaan Jarot mengenaskan setelah disiksa berulang kali di markas mereka.

Mereka keluar dari mobil, menyeret Jarot dengan kasar. Salah satu dari mereka membuka paksa pintu rumah.

Begitu terbuka, tubuh Jarot dilempar hingga menabrak meja; vas di atasnya berjatuhan akibat benturan keras di kepalanya.

"AAAAAA!" teriak pembantu rumah yang terbangun karena suara ribut. Ia menjerit histeris melihat kondisi Jarot yang mengenaskan.

DOR!

Tanpa pikir panjang, salah satu pria yang membawa pistol menembak pelipis si pembantu.

Flashback off.

"HEBOH SETELAH INFORMASI TENTANG PERUSAHAAN YUDISTIRA TERBONGKAR! SEKOLAH ELIT MILIKNYA IKUT HANGUS OLEH API!"

"BENARKAH SEKOLAH YUDISTIRA TERBAKAR KARENA KORSLETING ATAU PENYERANGAN DISENGAJA? BEGINI PENJELASANNYA!"

"TOTAL KERUGIAN YUDISTIRA SETELAH PERUSAHAANNYA BANGKRUT & SEKOLAH MILIKNYA TERBAKAR!"

Adras menggeser layar iPad, menatap artikel-artikel yang beredar empat hari setelah pertemuannya dengan Yudis.

Di belakangnya, Damian berdiri dengan kepala menunduk dan tangan menyilang di depan dada. "Saat ini anak dan istrinya Yudis pindah ke desa terpencil," jelas Damian pelan.

Adras meletakkan iPad di atas meja. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celana. "Bagaimana dengan Aluna?" tanya Adras, mengabaikan laporan Damian.

"Aluna baik. Dia mengerti kalau kamu sedang sibuk," jawab Damian. "Sesekali gadis itu menggunakan salon mini yang kamu siapkan untuk mendandani kepala pelayan."

Adras tersenyum tipis dan mengangguk. "Besok aku akan membereskan beberapa hama yang mengganggu. Perintahkan anggota GRAVA untuk bersiap." Tangan kekarnya mengambil ponsel untuk menghubungi Aluna.

Damian mengangguk patuh sebelum keluar dari ruangan, menutup pintu di belakangnya.

****
Segini dulu ya..

Jangan lupa vote, Lass.

I love u.

ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ] Where stories live. Discover now