ADRAS V.A 1

8.9K 183 4
                                        

Pertempuran baru saja usai. Bau darah, api, dan asap rokok mengepul.

‎Suasana dini hari itu mendung, dan sesekali terdengar guntur bergemuruh nyaring.

‎Dengan dikelilingi mayat-mayat musuhnya, seorang pria paruh baya menghembuskan asap rokok dari mulutnya.

‎Netra tajamnya menatap seorang remaja laki-laki berwajah datar, kontras dengan pakaian yang kotor oleh darah dan lumpur.

‎Adras Valtores.

‎Anaknya—dan satu-satunya keturunan keluarga Valtores.

‎Pria paruh baya itu mendekati Adras dan menepuk pundaknya, tanda ia bangga.

‎"Ingat nasihat dariku, Adras. Jangan pernah mencintai seorang perempuan. Karna itu hanya akan menyusahkan profesimu sebagai keturunan Valtores," ucap pria itu, menatap lurus ke depan.

‎Di sampingnya, Adras hanya terdiam, berusaha mencerna kalimat ayahnya yang tiba-tiba.

‎"Aku akan mengirim mu kembali ke Indonesia. Sudah cukup untuk beberapa tahun ini," sambungnya.

‎Adras terkekeh. Pantas saja tiba-tiba diberikan wejangan saat perang baru saja usai—ternyata, dia akan kembali dikirim ke Indonesia.

‎"Lantas, nasihatmu tidak berguna, Dad. Di Indonesia, aku hanya akan mewarisi harta ibuku, bukan jabatanmu di dunia bawah."

‎Lucian bungkam, mau bagaimana pun Adras sama seperti nya, tenang, angkuh dan berbahaya.

‎Dua pria yang sama-sama dominan berdiri di tepi jurang dengan suasana mendung dan sesekali guntur bergemuruh nyaring.

‎Orang kepercayaan Lucian berdiri tak jauh dari situ dan menatap mereka penuh rasa kagum.

‎***********

‎1 bulan setelah Adras kembali ke Indonesia, media nasional langsung heboh.

‎"ANAK DARI ELISABETH KEMBALI SETELAH 10 TAHUN BERADA DI AUSTRALIA?"

‎"HEBOH, ANAK DARI ARTIS PAPAN ATAS DAN PENGUSAHA SUKSES. KEMBALI SETELAH 10 TAHUN MENGHILANG"

‎"BEGINI KETERANGAN SELENGKAPNYA TENTANG ANAK DARI ARTIS PAPAN ATAS—ELISABETH"

‎"Sayang, mami bakal bungkam semua media kalau kamu risih" ucap Elisa ditengah aktivitas sarapan mereka.

‎"Gapapa, Mi." Kata Adras cuek sembari memainkan ponselnya.

‎Adras sudah siap dengan seragam sekolah barunya, ia bersekolah di SMA Yudistira.

‎Elisa hanya bisa menghela nafas, sudah terbiasa dengan sifat dingin putranya.

‎"Mami ke dapur dulu ya, lama banget ini pelayannya nyiapin makanan buat kamu," kata Elisa sembari beranjak dari kursi nya.

‎Adras mendengus, pelayan lama mengundurkan diri karena alasan yang tak bisa diberi tahu, sebab itulah pelayan yang baru tak mengetahui kebiasaan pagi Adras.

‎"Lama banget, ngapain aja?" tanya Elisa setelah berada di dapur.

‎"Maaf nyonya," balas pelayan itu dengan gugup.

‎"Saya kan udah kasih tau sebelum kamu kerja 2 hari lalu, kalau anak saya itu ga sarapan nasi di pagi hari."

‎"Aduh, ini rotinya kamu beli dimana? padahal di lemari udah saya siapin."

‎"Eumm..."

‎"Telurnya kamu rebus 10 menit aja, ini kematangan. anak saya gabakal suka," Elisa mengambil telur yang sudah direbus itu, terlalu keras dan teksturnya tidak disukai oleh Adras.

‎Drtt

‎Ponsel Elisa bergetar pertanda pesan masuk.

‎Es ku :

Aku udh di bagasi, sarapannya di sekolah aja.

‎I love u.

‎Have fun untuk hari ini, Mi.

‎3 pesan masuk dari Adras, membuat Elisa tersenyum.

‎*****

‎Adras keluar dari mobil dan melangkah menuju kelasnya.

‎SMA Yudistira sudah ramai, siswa-siswi lalu lalang di koridor dan lapangan pagi itu.

‎Sudah satu bulan sejak Adras pindah ke sekolah ini, tapi pesonanya belum luntur—justru makin menjadi-jadi. Setiap kali dia melintas, mata para siswa tertuju padanya.

‎Aroma parfum mahal yang khas tercium kuat, membuat ciwi-ciwi SMA Yudistira seolah diterbangi kupu-kupu.

‎“Gila, dia baru lewat aja udah wangi banget, anjir,” oceh Acha pada sahabatnya, Aluna.

‎“Dia tuh definisi cowok yang cuma bisa kita haluin, Lun.”

‎“Nyentuh dia aja rasanya mustahil.”

‎“Level dia beda jauh sama kita, cok.”

‎“Lo bayangin aja, mamanya artis dan pengusaha kelas dunia…”

‎“UDAH, STOP!” potong Aluna, frustasi. “Jujurly, gue muak tiap kali lo ngoceh soal dia! Bisa bahas yang lain nggak?!”

‎Sudah satu bulan terakhir, hanya nama Adras yang mendominasi pembicaraan di SMA Yudistira.

‎Aluna muak—Adras, Adras, dan Adras lagi.

‎Acha hanya memutar bola matanya, malas menanggapi.

‎“Daripada bahas crush lo terus.”

‎“Alvian..."

‎"Kenapa manggil gue?" tanya Alvian yang sendari tadi berada dibelakang mereka—saat Acha tanpa sengaja menyebut-nyebut tentang laki-laki yang disukai Aluna.

Di samping Alvian, Alicia—kekasihnya—masih menggenggam tangan cowok itu dengan manja.

‎Sebelum Adras menjejakkan kaki di SMA Yudistira, Alvian adalah pusat perhatian sekolah. Sosoknya yang menawan dan statusnya sebagai salah satu siswa paling berpengaruh membuat namanya selalu dibicarakan.

‎Namun semua berubah saat Adras muncul. Reputasi Alvian tenggelam dalam sekejap, tergantikan oleh pesona misterius anak dari artis dan pengusaha kelas dunia itu.

‎Tidak banyak lagi yang melirik Alvian seperti dulu. Bukan karena Alvian kehilangan pesona, tapi karena Adras berada di level yang jauh berbeda—baik dari segi wajah maupun kekayaan.

‎Alvian sendiri memiliki daya tarik khas. Kulitnya sawo matang, hidungnya mancung, alis tebal dan bibir penuh membuatnya tampak seksi dan maskulin. Tapi tetap saja, bayang-bayang Adras terlalu besar.

‎"Enggak ada. Dia cuma keceplosan. Udah, ah. Ayo ke kelas," ucap Aluna cepat-cepat, berusaha menutupi kegugupan, lalu menarik tangan Acha agar segara pergi.

‎Setelah sampai di kelas, Aluna langsung duduk dan menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan.

‎Ia merasa Alvian mempermainkannya. Sebelum Alicia berpacaran dengan Alvian, Aluna sudah lebih dulu menyukai laki-laki itu. Entah kenapa, saat Aluna bercerita pada Alicia tentang perasaannya pada Alvian, seminggu kemudian justru Alicia yang jadian dengannya.

‎Aluna dan Alvian dulunya sangat dekat. Namun, setelah Alvian resmi berpacaran dengan Alicia, perlahan hubungan mereka renggang. Alvian mulai menjaga jarak, seakan melupakan semua kedekatan yang pernah ada. Katanya, dia sudah move on.

‎"Udahlah, Lun. Cowok plin-plan kayak Alvian tuh gak pantes lo galauin," ucap Acha, menepuk pelan punggung sahabatnya untuk menenangkan.

‎"Lebay lo. Gue udah move on, ye. Sorry aja," sahut Aluna sambil mengangkat kepala. Ia tersenyum, lalu ikut tertawa bersama Acha.

‎Mereka mulai berbincang dan tertawa, menciptakan ruang hangat di antara tekanan dan rasa kecewa. Aluna merasa beruntung memiliki sahabat seperti Acha.

‎Di SMA Yudistira—sekolah elite yang dipenuhi murid dari keluarga terpandang—uang sering kali jadi tolak ukur untuk berteman. Aluna bukan dari keluarga konglomerat. Ayahnya memang pengusaha, tapi tak bisa dibilang kaya raya. Setidaknya, cukup mampu membiayai Aluna bersekolah di sini.

‎Begitu juga dengan Acha. Ia sebenarnya anak seorang pembantu, yang disekolahkan oleh majikan ibunya. Rahasia itu disimpan rapat-rapat agar Acha terhindar dari perundungan di sekolah yang serba penuh gengsi ini.

‎Pandangan Aluna tiba-tiba teralih pada sosok Adras yang tengah berjalan melewati kelas mereka. Sepertinya, laki-laki itu baru saja kembali dari rooftop.

‎Tatapan mereka sempat bertemu. Aluna buru-buru memalingkan wajah dan pura-pura fokus pada obrolan bersama Acha.

‎"Selamat pagi, anak-anak," sapa seorang guru yang baru saja masuk ke dalam kelas.

‎"Baik, hari ini kita akan belajar..."

ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ] Where stories live. Discover now