ADRAS V.A 10

3K 112 0
                                        

‎Saat kembali ke Indonesia, Elisa sudah pulang dari luar negeri. Ia menyambut Adras dengan pelukan hangat.

‎Adras bahkan tak menemui Lucian saat berada di Australia, ia langsung kembali ke Indonesia setelah selesai mengurus beberapa masalah.

‎"Kata Evelyn, kamu jarang banget pulang ke rumah sejak Mami. Keluar negeri," ucap Elisa meletakkan berbagai makanan di atas meja makan.

‎Adras menyandarkan kepalanya di sandaran kursi, kepalanya terasa pening.

‎"Aku nginep di apart," jawab Adras berbohong, tak mungkin ia mengatakan pergi ke Australia.

‎Elisa hanya bisa menghela nafas sebelum duduk di kursi kosong seberang Adras.

‎"Ayo makan dulu, Mami ga sempet masak jadi nyuruh Evelyn aja," ucap Elisa sembari mengambil lauk pauk.

‎Adras menatap makanan itu tanpa minat, "Suruh pelayan lama balik," kata Adras sembari mencicipi salah satu lauk.

‎Adras mengambil tissue lalu mengeluarkan lauk itu dari mulutnya, rasa masakannya sama sekali tak masuk di lidahnya.

‎"Kenapa?" tanya Elisa panik, ia lekas lekas mengambil air untuk Adras.

‎"Nggak," jawab Adras setelah meminum air itu, ia berdiri lalu menuju kamarnya di lantai paling atas.

‎Elisa hanya bisa menatap putranya dengan tatapan pasrah. Ia mencicipi lauk itu, lalu tiba-tiba memuntahkan nya. "pantes di lepeh," gumam Elisa.

‎Setelah membersihkan dirinya, Adras merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Sudah seminggu Adras tak bertemu dengan Aluna.

‎Sebelum Adras pergi ke Australia, ia tak mengatakannya pada gadis itu. Aluna pun tak berinisiatif menghubungi nya, setidaknya Aluna menanyakan kabar Adras, kan?

‎Adras memejamkan matanya, pikiran nya terlalu banyak saat berada di Australia.

‎"Andai gue udah dewasa, pasti semuanya ada ditangan gue," gumam Adras.

‎Adras bangkit dari kasur lalu mengambil laptop miliknya, dengan cekatan jari-jari panjang dan besarnya mengetik, hampir 30 menit ia berselancar di media sosial.

‎"Ngocok enak kali ya?" laki-laki itu tertawa sendiri saat memikirkan hal gila itu.

‎Mau bagaimanapun juga Adras laki-laki berpendidikan, Ia tak akan bermain solo jika tidak ada alasan, Adras menggunakan waktunya untuk belajar.

‎Adras tertinggal banyak pelajaran, itu sebabnya dia mengejar deadline, beberapa bulan lagi dia akan lulus dan kuliah.

‎Tiga jam Adras berkutat di depan laptop, setelah selesai ia mengirimkan nya kepada wali kelas, sisanya akan diurus oleh orang itu.

‎Ponsel Adras bergetar tanda pesan masuk.

‎Prabu: gas balapan.

‎Adras: di mna?

‎Prabu: tempat biasa.

‎Adras meletakkan ponselnya di atas meja, lalu membersihkan dirinya sebelum berangkat.

‎Saat Adras sudah siap, ia melirik arlojinya jam sudah menunjukkan pukul 10 malam WIB.

‎Saat menuruni tangga Elisa duduk diruang tengah sembari membaca majalah dan secangkir kopi.

‎"Mau kemana?" tanya Elisa menyeringit.

‎"Jalan," ucap Adras singkat sebelum keluar dari mansion.

‎******

‎Sorak-sorai penonton dari sisi kanan dan kiri memenuhi suasana malam, Adras mengendarai motornya dengan kecepatan maksimal.

‎Lawan main nya tertinggal jauh dibelakang, taruhan kali ini adalah uang 50jt cash.

‎Adras menahan tawa saat lawan mainnya tertinggal jauh, ia memperlambat laju motornya sehingga sejajar dengan lawan mainnya.

‎"Lo mau balapan atau lari versi sudut pandang kura-kura?" ejek Adras.

‎Lawan main nya melotot geram, laki-laki di samping nya ini sepertinya sombong sekali.

‎Dengan kekuatan maksimal yang belum pernah ia lakukan, ia melaju sangat cepat meninggalkan Adras di belakang.

‎'Sedikit lagi' gumam lawan main Adras saat melihat garis finis itu.

‎Namun orang itu terlambat lima detik, Adras sudah lebih dulu sampai di garis finis.

‎Sontak teriakan menggema dimana-mana, orang-orang yang ada disana memuji kemampuan Adras yang tak terkalahkan.

‎Adras melepaskan helm nya lalu menatap lawan main nya dengan tatapan mengejek.

‎Tak disangka-sangka, yang ingin melawan dirinya adalah seorang gadis payah.

‎Adras meletakkan uang 50jt cash itu di atas motor sang gadis, "lo ambil aja, gue ga butuh uang receh," setelah mengatakan itu Adras melewatinya untuk berkumpul bersama Prabu dan teman-temannya.

‎Gadis itu menyentuh uang 50jt itu dengan gemetar dan memeriksa isinya. Dalam hatinya ia bersorak kegirangan, Adras balapan karena ingin menghibur diri sedangkan gadis itu balapan untuk mendapatkan uang.

‎Gadis itu menaiki motor besarnya lalu melesat cepat meninggalkan arena balapan.

‎********

‎Hari sudah menunjukkan pukul 3 sore, sekolah sudah sangat sepi. Namun Aluna berdiri di depan seorang laki-laki berwajah datar itu.

‎"Lo ngehindar dari gue?" tanya Adras dengan suara beratnya.

‎"Emang harusnya gitu kan? gue ada kalau lo mau sesuatu. Karena gue masih sadar kalau gue babu lo," ucap Aluna, kepalanya mendongak agar bisa menatap mata tajam itu.

‎Adras mendengus, "karena bokap lo?" tanya Adras tepat sasaran.

‎dirasa Aluna tak menjawab, Adras menarik pinggang Aluna agar tubuh mereka menempel.

‎Aluna yang kaget pun reflek memberikan jarak dengan meletakkan kedua tangannya di dada bidang Adras.

‎"Perlu gue isi perut lo, biar lo ga jauhin gue?" tanya Adras, wajah tampan nya ia sembunyikan di ceruk leher Aluna.

‎Seketika tubuh Aluna merinding, ia berusaha melepaskan Adras dari tubuhnya namun kekuatan nya jelas berbeda.

‎Aluna mengigit bibirnya saat Adras menyesap lehernya. Kedua tangan kecilnya mencengkeram dada bidang Adras.

‎Sekuat tenaga Aluna tak mengeluarkan suara yang membuat Adras semakin terpancing.

‎Aluna menatap sekitar dengan khawatir, tangan Adras sudah bermain nakal dibalik roknya.

‎"Jangan, Dras." ucap Aluna pelan, air matanya sudah menetas antara takut dan kaget.

‎Adras menjauhkan wajahnya dari leher Aluna, ia tersenyum puas saat melihat tanda merah di leher Aluna.

‎"Gausa dengerin bokap lo," ucap Adras sebelum melepaskan Aluna.

‎"Ayo," Adras menggandeng Aluna menuju mobil.

‎"Gue gabisa, Dras," Aluna menolak untuk masuk ke dalam mobil itu, mau bagaimana pun ia tak ingin mengecewakan ayahnya.

‎"Gue anterin, sekalian gue temuin bokap lo," Adras mendorong Aluna masuk ke mobil sebelum menyalakan nya.

‎Di dalam mobil hanya keheningan yang mendominasi, Adras fokus menyetir sedangkan Aluna berkali-kali menyakinkan dirinya.

‎"Bokap lo kerja di perusahaan yudis," ucap Adras tiba-tiba, fokusnya tetap di depan. Bahkan Adras menyebut Yudistira selaku pemilik SMA Yudistira— tempat dimana ia sekolah tanpa embel-embel.

‎"Gue tau," gumam Aluna, tangan nya saling memilin karena gugup.

‎"Yudis itu masih jauh dibawah gue," ucap Adras santai, "daripada lo suka Alvian mending suka gue aja."

‎Sontak Aluna menatap Adras dengan kerutan di dahi, ada banyak pertanyaan di kepala nya.

‎"Seharusnya lo sadar, kenapa Yudis ga perpanjang masalah anaknya yang gue pukuli," Adras menghentikan mobilnya dipekarangan rumah Aluna, "karena dia takut sama gue," Adras mencondongkan tubuhnya mendekati Aluna, berbisik rendah ditelinga gadis itu

‎"Makanya dia nyuruh bokap lo buat minta lo jauhin gue."

‎Deg

‎"Bokap lo dibayar murah sama Yudis, gaji aslinya 180jt tapi dipotong jadi 150jt biar pas pasan buat bayar spp sekolah lo," ucap Adras, ia menatap wajah Aluna dari samping, menikmati ekspresi kaget di wajah gadis itu.

‎"Seperti yang lo tau, Yudis sama bokap lo temenan dari kecil, tapi Yudis ga sudi bokap lo lebih tinggi dari dia," Adras mengecup pipi Aluna sebelum membuka pintu mobilnya.

‎Adras keluar dari mobil menarik pinggang Aluna agar mereka berjalan sampingan.

‎"Lo tau semua ini darimana, Dras?" tanya Aluna dengan lirih, ia masih tak menyangka jika Yudistira akan berbuat sejauh itu.

‎"Gampang buat gue tau," mereka sudah berdiri di depan pintu, Adras menekan bel dan ayah Aluna keluar dari rumah dengan ekspresi kaget.

****

‎Saat ini Adras dan ayah Aluna berada di ruangan kerja ayah Aluna.

‎Adras berdiri dengan tubuh tegap, tak ada ekspresi di wajah datarnya. Kedua tangannya menyilang di belakang tubuh, gerak geriknya menunjukkan jika Adras dididik dengan baik oleh keluarganya.

‎Adras bicara dengan begitu baik bersama ayah Aluna, Adras mengatakan tidak perlu menuruti permintaan Yudis dan tak perlu merasa rendah diri. Adras yang menginginkan Aluna. Bukan sebaliknya.

‎Sementara ayah Aluna terpaku melihat sosok setangguh Adras. Dari cara bicara, tatapan, dan berdiri nya benar-benar menunjukkan wibawa dan kharismatik nya.

‎Adras tak menggunakan nada tinggi, hanya suara rendah namun tegas, ia bahkan tak bertele-tele.

‎Ayah Aluna menceritakan bagaimana Yudis meminta nya untuk menyuruh Aluna menjauhi Adras saat pulang dari luar kota.

‎Awalnya ayah Aluna tak percaya jika Aluna sedang dekat dengan Adras, namun setelah melihat langsung saat Adras mengantarkan Aluna ke rumah barulah ia percaya dan langsung menuruti permintaan Yudis.

‎Adras tak mengatakan soal gaji ayah Aluna yang dipotong oleh Yudis, karena itu bukan urusan nya. Lagi pula ia mampu menghidupi Aluna.

‎Adras keluar dari ruangan ayah Aluna lalu menghampiri Aluna yang duduk di ruang tamu.

‎"Udah?" tanya Aluna berdiri, wajahnya menatap Adras dengan khawatir.

‎"Udah," jawab Adras tangan nya merapikan rambut Aluna yang sedikit berantakan.

ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ] Where stories live. Discover now