BRAK!!
Adras mendorong Dirto dengan kuat, hantaman tubuh itu membuat tembok bawah tanah retak. Alicia hanya bisa menangis histeris dari balik jeruji penjara, menyaksikan keadaan Dirto yang mengenaskan.
Kondisi Adras sendiri tak kalah berantakan. Tiga hari Aluna menghilang membuatnya kalut. Kemeja hitamnya basah oleh darah, napasnya memburu. Adras berjongkok, mencekik leher Dirto dengan penuh amarah yang meluap-luap.
"Harusnya lo paham risiko main-main sama gue, anjing," maki Adras. "Kasih tahu lokasi Alexander sebelum anak lo gue habisi."
"NGGAK! AKU NGGAK MAU!!!!" Alicia menjerit histeris. Gadis itu menggelengkan kepalanya ribut, tangan kurusnya menjambak rambutnya sendiri, frustrasi.
Adras mendengus kesal. Kepalanya terasa pening, suhu tubuhnya panas membara. Rupanya Dirto tak bisa menjawab, rentetan pukulan Adras sebelumnya telah membungkamnya.
Adras berdiri, menyugar rambutnya penuh rasa frustrasi. Segala jalan yang diblokir tak membuahkan hasil. Bahkan saat memeriksa CCTV mansion, hanya Dirto yang tertangkap kamera saat membekap Aluna.
Dengan langkah gontai, Adras menuju kamar untuk membersihkan diri. Dilemparkannya pakaiannya ke sembarang arah, lalu memasuki kamar mandi dengan tubuh telanjang. Air shower sedingin es membasahi tubuh atletisnya.
Lagi dan lagi, Adras terus mandi air dingin demi meredam pikirannya yang dipenuhi badai. Suhu tubuhnya yang panas semakin membuatnya sulit fokus.
Wajar saja, selama tiga hari tiga malam Adras tak bisa tidur nyenyak. Laki-laki itu menjelajahi setiap jalan di Australia, bahkan hutan terpencil pun tak luput dari pencariannya. Namun, semua nihil. Tak ada hasil sama sekali.
Tentu saja, Aluna tak berada di Australia, melainkan masih dalam perjalanan. Sementara Dirto, ditanya seribu kali tentang Alexander, hanya bisa membalas dengan gelengan kepala, tanda tak tahu keberadaan pria itu.
"Sampah," umpat Adras saat mengingat betapa bodohnya Dirto.
Setelah beberapa saat membersihkan diri, Adras keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk. Dokter yang sebelumnya mengobati luka tembak Adras telah duduk santai di single sofa.
"Aku diperintahkan Tuan Lucian untuk memeriksa keadaanmu," ucap dokter itu sebelum berdiri.
Adras duduk di sofa panjang, menyandarkan punggung tegapnya.
"Aku tak pernah melihatmu sekalut ini," ujar dokter.
Tangan dan tatapannya fokus mencari alat untuk memeriksa Adras.
Adras menyugar rambutnya yang masih meneteskan air, tak menjawab pernyataan sang dokter.
"Bukankah kau mafia? Seharusnya kau tahu Alexander menggunakan rute mana jika darat dan udara tak membuahkan hasil," dokter itu memeriksa kondisi Adras yang kurang sehat.
Saat menyadari sesuatu, Adras mendorong dokter itu lalu berdiri, meraih ponselnya. Sang dokter hanya bisa tersenyum simpul sebelum keluar dari dalam kamar Adras.
Dokter menghampiri Lucian yang tengah duduk santai sembari meminum kopinya. "Bagaimana?" tanya Lucian saat melihat sang dokter datang.
"Berhasil, Tuan," ucap dokter itu dengan begitu sopan.
"Teruslah menjadi asisten pribadi Alexander, kau sangat hebat bersandiwara, Julian," kekeh Lucian.
Ya, pada dasarnya dunia bawah tanah tak ada yang bisa dipercaya. Dirto yang berkhianat pada Lucian, dan Julian yang menjadi mata-mata selama sepuluh tahun lamanya. Alexander yang merasa sangat mempercayai Julian ternyata juga telah dikhianati.
Lucian bukan tak tahu lokasi Alexander. Ia hanya ingin Alexander tersiksa dengan dendam yang tak kunjung surut. Biarlah pria paruh baya itu menjalani hari-harinya dengan penderitaan, dengan bayang-bayang mayat putranya.
Lucian tersenyum tipis sebelum kembali menyeruput kopinya.
"Putraku tidak seperti putramu, Alexander. Dia lahir untuk Valtores, bahkan jika Aluna mati, tugasnya tetap akan sama," gumam Lucian.
***
Pada jam dua dini hari...
Hampir 70% dermaga di Australia dipenuhi anggota mafia. Adras mengerahkan seluruh anggota GRAVA untuk memeriksa setiap dermaga di ibu kota Australia. Tak ada celah yang dilewatkan.
Bahkan Adras memerintahkan beberapa anak buah Lucian untuk berlayar ke laut demi menyusul Aluna.
Dan di sinilah Adras kini berada. Laki-laki itu berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Angin malam memeluk suhu tubuh Adras yang semakin panas.
Ia nekat naik ke dalam yacht untuk menyusul Aluna, meski dalam kondisi yang kurang baik.
Damian berdiri di belakang Adras, kepalanya menunduk, sedikit gemetar lantaran dingin yang ekstrem.
"Masuk ke dalam sebelum kau mati kedinginan," ucap Adras pada Damian.
Damian mengangguk lalu mengambil langkah pelan, meninggalkan Adras sendirian di pembatas kapal. Netra tajamnya menangkap yacht pribadi milik Alexander yang menjauh saat menyadari Adras mendekat.
Adras menyeringai. Alexander tak akan bisa kemana-mana. Yacht milik Alexander telah dikepung dari segala sisi.
Di sisi lain, Alexander kelimpungan saat menyadari mereka terkepung. Di dalam bilik kecil, Aluna disekap dengan sapu tangan menutupi mulutnya, serta kedua tangan terikat ke belakang. Mata Aluna sembab karena terus menangis, mengkhawatirkan nasibnya sendiri.
BRAK!
Pintu dibuka dengan kasar. Valer datang bersama beberapa temannya lalu membawa Aluna keluar.
Tangis Aluna pecah saat menyadari Adras berdiri tegap di seberang yacht milik Alexander. Rahang Adras mengeras saat mendapati penampilan Aluna yang begitu menyedihkan.
Tiba-tiba Alexander menarik Aluna lalu meletakkan pistol di tenggorokannya.
"Mendekatlah agar gadis ini mati," ucap Alexander.
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Adras dengan suara beratnya.
Sial, rasa khawatirnya pada Aluna mengalahkan ego dalam dirinya.
"Aku ingin melihatmu hancur, sialan," umpat Alexander, meludah di sisi sampingnya.
"Jangan melibatkan Aluna, gadis itu tak ada sangkut pautnya dengan dendammu," ucap Adras pelan.
Sungguh, bahkan jika Adras marah dan mengamuk, kini ia tak ada tenaga. Tubuhnya semakin panas dengan kepala yang semakin sakit.
"Kau ingin aku hancur?" Tanya Adras pelan. "Bunuh aku di sini," sambung Adras.
Alexander menyeringit, beberapa pria di sampingnya juga kaget bukan main.
"Hmmhh." Air mata Aluna semakin deras saat menyadari tatapan keputusasaan Adras.
"Sunshine." Panggil Adras pelan.
Hujan turun dengan deras, seolah menyamarkan air sebening kristal yang turun perlahan di netra yang biasanya setajam elang itu.
Lagi, Aluna menggeleng ribut seakan melarang Adras membuat keputusan nekat seperti ini.
Wajah datar Adras tak selaras dengan tatapan matanya yang memancarkan kesedihan, keputusasaan, dan rasa cintanya pada Aluna.
Menit demi menit, Adras semakin merasakan tubuhnya tak kuat lagi berdiri.
Sosok setangguh Adras akhirnya berlutut di depan semua orang. Alexander menatap Adras sesaat, seakan menemukan sosok Jack yang tak berdaya saat mendapatkan penolakan Elisa.
Ya, setangguh apa pun manusia, akan ada sisi lemahnya jika seseorang yang dia anggap begitu berarti mendapatkan hari-hari sial akibat dirinya sendiri.
Adras, laki-laki yang dituntut menjadi sempurna oleh ayahnya.
Adras, laki-laki yang dilarang untuk mencurahkan isi hatinya pada dunia.
Adras, laki-laki dengan segala sisi kejamnya.
Namun hari ini ia berlutut di depan Alexander. Di depan Damian. Di depan Valer. Dan di depan gadis yang dicintainya - Aluna.
****
Kritik dan saran boleh komen di sini.
Serius guys, gua butuh saran dan kritik untuk berkembang. Tapi usahakan kritik nya yang bijak ya!
YOU ARE READING
ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]
Mystery / ThrillerAdras Valtores-putra tunggal dari dua keluarga berbeda profesi. Dingin, berbahaya, dan nyaris tak memiliki belas kasihan. Tapi hidupnya berubah ketika sebuah insiden kecil di sekolah mempertemukannya dengan Aluna-gadis biasa yang tanpa sadar menarik...
![ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]](https://img.wattpad.com/cover/403641579-64-k393895.jpg)