Adras tak mengenakan atasan dan memperlihatkan punggung tegapnya, selimut sebatas pinggang membuat celana mahalnya mengintip dari luar.
Elisa berjalan dan duduk di sisi ranjang Adras, tangannya mengusap rambut tebal Adras.
"Sayang, ayo makan malam dulu," ucap Elisa lembut, tatapannya begitu hangat khas seorang ibu yang begitu mencintai putranya.
Adras hanya bergumam sebagai jawaban, namun belum bergerak dari posisinya saat ini.
Elisa tersenyum dan berjalan keluar dari kamar Adras.
Ya, Elisa mengerti jika Adras sudah bilang "iya", Elisa tak perlu bawel dan mengulang perkataannya.
Elisa begitu mengenal sosok putranya, dari cara bicara, tatapan, dan kebiasaannya.
****
Beberapa saat setelah Elisa duduk di meja makan, Adras berjalan menuruni tangga. Adras hanya menggunakan baju putih oblong dan celana pendek.
Namun jelas itu bukan pakaian murah. Adras duduk di sebelah Elisa.
"Mami, bakal ke luar negeri dalam waktu dekat. Kamu gapapa kan, Sayang?" tanya Elisa menatap wajah tampan putranya.
"Gapapa. Jangan kecapean, Mi. Kita gak kekurangan uang," kata Adras sembari memakan makanannya.
Elisa tersenyum. Benar kata Adras, Elisa tak perlu bekerja begitu keras. Mereka tak pernah kekurangan uang.
Elisa tahu jika anaknya berkelahi di sekolah, namun ia tak ingin membicarakan itu. Lagi pula masalahnya sudah ia urus.
"Mami hanya suka bekerja. Soalnya menjadi model adalah cita-cita Mami sejak kecil," cerita Elisa.
Dan begitulah ibu dan anak itu bicara dengan begitu akrab. Elisa menceritakan masa kecilnya, dan Adras bercerita bagaimana dia hidup di Australia selama ini.
Tentu saja Adras tak menceritakan pertemuan penuh darah itu pada ibunya.
Di tengah obrolan, Elisa tiba-tiba menanyakan hal yang tak terduga.
"Kamu udah punya pacar?" tanya Elisa menatap putranya dengan lekat.
"Engga," jawab Adras santai.
"Masa sih? Menurut Mami kamu lumayan ganteng, loh," Elisa menelisik penampilan putranya.
Rambutnya sedikit berantakan, hidungnya mancung persis seperti Lucian, alisnya tebal, rahangnya terlihat begitu kokoh. Matanya bahkan setajam elang.
Elisa bahkan tak tahu, putranya yang dia sebut "lumayan ganteng" digilai di SMA Yudistira.
"Kenapa emangnya?" tanya Adras mengangkat satu alisnya.
"Gapapa, Mami cuma nanya. Mami gapapa banget, loh, kalau kamu punya pacar," jawab Elisa tersenyum jahil. "Nanti kenalin ke Mami," sambung Elisa memakan brownisnya.
Adras hanya bergumam sebagai jawaban.
*******
Pagi ini, Aluna dikejutkan oleh kabar bahwa Alvian masuk rumah sakit akibat dipukuli oleh Adras.
Sebenarnya, murid SMA Yudistira tak ada yang membahas itu. Namun Acha, yang tahu kabar tersebut, langsung berbagi info dengan Aluna.
"Katanya Alvian nuduh Adras yang naro coklat di loker Alicia," bisik Acha agar tak ketahuan orang lain.
"Terus?" tanya Aluna ikut berbisik-bisik, matanya menatap Acha dengan rasa penasaran tinggi.
"Terus..." Acha sengaja menggantung ucapannya. "Terus tamat deh!" sambung Acha tertawa terbahak-bahak karena berhasil menjahili temannya itu.
"Ngeselin banget, sumpah!!!" racau Aluna, merasa gemas.
"Menurut gue, Adras itu tipe cowok manja dan banyak nuntut," setelah hening beberapa saat, Aluna mulai membahas sudut pandangnya soal Adras.
"Kenapa lo mikir gitu?" tanya Acha, kali ini ikut serius.
"Ya, lo pikir aja. Adras itu anak orang kaya, pasti hidupnya berkecukupan, dan apa yang dia mau selalu ada," ucap Aluna santai.
"Bener juga. Makanya pepatah bilang, 'jangan pernah berharap sama seseorang yang beda kasta sama kita,'" ucap Acha dramatis.
Aluna memutar bola matanya, malas. "Gue mau ke toilet dulu, deh," ucapnya sembari berdiri dan meninggalkan Acha di kelas.
Kelas sudah mulai sepi, namun pandangan Aluna terhenti pada sosok Adras yang sedang berjalan melawan arah.
Di belakangnya, terlihat seorang laki-laki dewasa berpakaian formal. Laki-laki itu mengikuti Adras, tangannya dengan lincah bermain di iPad, seakan waktu sedang mengejarnya.
Aluna menyingkir agar Adras bisa lewat, namun entah kenapa kakinya tiba-tiba lemas dan menginjak tali sepatunya sendiri. Karena terlalu kaget, Aluna reflek menarik lengan kekar Adras yang tak jauh darinya.
Bughh!
Keduanya sama-sama terjatuh di koridor, disaksikan langsung oleh laki-laki dewasa itu.
"Sial," Adras mengumpat pelan sebelum berdiri. Matanya menatap gadis itu sebentar, lalu meninggalkannya begitu saja.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya laki-laki dewasa itu, menyusul Adras.
"Cari tahu latar belakang gadis itu," ucap Adras, mengacuhkan pertanyaan asisten pribadinya.
"Akan saya cari tahu," balas laki-laki itu dengan patuh.
Namun tanpa disadari Adras maupun Aluna, seseorang memotret kejadian saat Aluna menarik tangan Adras, dan mempostingnya di media sosial menggunakan akun anonim.
Wajah Aluna tak terlihat jelas karena ia membelakangi kamera.
******
Tiga hari setelah foto Adras dan Aluna diposting oleh seorang tak dikenal, berita itu menghebohkan media internasional.
Mafia-mafia yang membenci keluarga Valtores berdatangan ke Indonesia guna mencari jejak gadis tersebut.
Mereka jelas tak bisa menyentuh Adras—itu sebabnya mereka mengincar kelemahannya. Yaitu gadis yang Adras cintai, yang secara tak sengaja tertangkap kamera saat mereka "bermesraan" di koridor sekolah.
Informasi yang terdengar konyol, namun terlanjur meluas di Australia.
***
“Tuan, tikus-tikus kecil itu berdatangan dari Australia ke Indonesia untuk mengincar gadis itu,” lapor orang kepercayaan Lucian.
Lucian menghembuskan asap rokok ke udara, terlihat santai.
“Biarkan Adras yang mengurusnya. Anak itu pasti akan senang mendapatkan makanan,” jawab Lucian sambil terkekeh kecil.
Lucian tak pernah khawatir tentang Adras. Ia percaya, putranya tak akan bertindak gegabah dan bodoh.
Markas yang ia bangun di Indonesia sudah sangat cukup untuk membasmi semua tikus-tikus bodoh itu.
***
Adras berdiri menatap layar-layar yang menampilkan postingan yang beredar dalam tiga hari terakhir.
Namun sebelum Elisa sempat bergerak, Adras sudah membereskan semuanya. Dari postingan pertama yang diunggah, semua bisa ia tangani dalam kurang dari 24 jam.
Di sinilah tempatnya—markas yang Lucian bangun khusus untuknya.
Pekerja profesional.
Pembunuh bayaran.
Dan hacker ilegal yang mereka rekrut dari berbagai negara.
Adras bahkan sudah mendapatkan daftar nama mafia yang berdatangan ke sini untuk menculik Aluna.
“Jangan ada yang bergerak sebelum gue perintahkan,” ucap Adras sambil melemparkan berkas yang berisi identitas mafia-mafia kecil itu.
Ia berjalan menuju kamar yang tersedia khusus untuknya di markas ini.
Ia memakai sarung tangan berwarna hitam dan hoodie yang berwarna senada.
“Saya mengerti. Dan hati-hati,” ucap asisten pribadi Adras.
Adras mendengus, ia berjalan sembari mengangkat tangan dan dengan cekatan menarik hood hoodie hitamnya hingga menutupi kepala, menyembunyikan wajahnya dalam bayangan gelap.
Pada pukul 2 dini hari, Adras berjalan sendirian di trotoar yang sepi, kedua tangannya ia masukkan dalam saku hoodie hitam nya.
Tok... tok.. tok
Bunyi langkah sepatunya yang berat dan teratur mengisi keheningan malam. Saat menemukan gang sempit, Adras masuk sambil bersiul santai..
Gang itu sunyi, dingin menusuk hingga ke tulang. Sesekali tikus kecil berlarian di dekat tong sampah.
Adras berhenti di sebuah rumah tua, lalu membuka pintunya tanpa aba-aba.
Pemilik rumah yang mendengar siulan itu sudah bersembunyi, tangannya gemetar memegang pistol, siap menembak siapa pun yang muncul.
Suara sepatu Adras yang terus mendekat, membuat pria itu semakin takut.
YOU ARE READING
ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]
Mystery / ThrillerAdras Valtores-putra tunggal dari dua keluarga berbeda profesi. Dingin, berbahaya, dan nyaris tak memiliki belas kasihan. Tapi hidupnya berubah ketika sebuah insiden kecil di sekolah mempertemukannya dengan Aluna-gadis biasa yang tanpa sadar menarik...
![ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]](https://img.wattpad.com/cover/403641579-64-k393895.jpg)