Dalam obsesi, otak laki-laki bekerja tidak seperti orang normal. Bagian otak yang mengatur ketakutan kehilangan—amigdala—jadi jauh lebih aktif, sedangkan bagian yang seharusnya mengerem tindakan impulsif melemah. Itulah sebabnya rasa cemas kecil bisa berubah menjadi kemarahan besar atau tindakan ekstrem.
Di saat yang sama, dopamin—zat yang memicu rasa puas—melejit setiap kali dia merasa “memiliki” orang yang ia obsesikan. Otaknya menghubungkan keberadaan gadis itu dengan rasa aman, kontrol, dan ketenangan. Karena itulah, kehilangan atau berbagi perhatian dengan orang lain terasa seperti ancaman nyata baginya.
Logika tetap ada, tapi tenggelam di belakang dorongan kuat untuk menjaga, mengawasi, bahkan mengurung. Dalam keyakinannya, itu satu-satunya cara agar orang yang ia cintai tetap aman dan tidak pergi. Semakin kuat obsesinya, semakin kabur batas antara melindungi dan memiliki.
Aluna menutup ponselnya setelah selesai membaca sebuah artikel tentang penjelasan obsesi laki-laki.
Gadis itu menyandarkan kepalanya di ranjang, menatap jendela yang hanya menampilkan pepohonan belantara.
Ya, saat ini Aluna berada di mansion milik Adras. Laki-laki itu membawanya saat ia sedang tertidur di UKS.
Jarot masih terbaring lemah saat Aluna menjenguk ayahnya. Bahkan dokter yang sama tetap bertugas di mansion ini untuk menjaganya.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka, menampakkan Adras yang membawa mangkuk berisi air untuk mengompres kening Aluna yang memar.
Adras duduk di sisi ranjang. “Maaf buat tadi, ya?” ucap Adras lembut, hendak menarik tangan Aluna. Namun gadis itu menghindar, menolak untuk disentuh.
Adras menghela napas, menatap Aluna dengan penuh arti.
“Gue harus apa biar lo maafin gue?” tanya Adras pelan.
“Kesalahan lo apa emang?”
“…..”
Aluna terkekeh sinis sebelum berbaring menyamping, membelakangi laki-laki itu.
“Lo bahkan ngurung gue di tengah hutan, Dras. Lo nggak peduli sama perasaan gue,” ucap Aluna pelan. Diam-diam gadis itu mengusap air matanya yang menetes.
“Yang ada di otak lo itu cuma kesalahan yang nggak gue lakuin.”
“Lo nggak minta maaf tentang hoodie yang Harver pake. Lo minta maaf karena lo bikin gue takut di UKS, kan?” cecar Aluna tanpa henti. Suaranya bergetar menahan tangis.
Adras merangkak naik, memeluk tubuh Aluna dari belakang. Dikecupnya pipi Aluna pelan. “Iya, gue salah, Aluna,” bisik Adras dengan suara rendahnya.
“Nanti gue beresin soal hoodie, ya?” Lagi, Adras membujuk Aluna dengan sabar.
Aluna terdiam. Saat Adras mengubah posisinya menjadi telentang, gadis itu tak melawan.
“Gue kompres memarnya,” bisik Adras pelan, seolah meminta izin.
Tangan kanan Adras diperban akibat tinjunya pada pagi tadi. Laki-laki itu meremas kain basah hanya dengan satu tangan, lalu mengompres kening Aluna dengan hati-hati.
Hening. Tak ada perlawanan apapun dari Aluna. Gadis itu hanya memejamkan matanya, menikmati perlakuan lembut Adras.
“Guntur yang lempar bolanya,” ucap Adras tiba-tiba. “Mau gue apain?” Adras menyelipkan anak rambut Aluna yang menutupi pelipisnya ke belakang telinga.
“Gausah diapa-apain, dia nggak sengaja.” Aluna menepis tangan Adras.
“Bicaranya pake aku-kamu lagi, ya?” tanya Adras, berusaha mengabaikan tindakan Aluna barusan.
“Nggak.”
“Kita pacaran, Aluna.”
“Cuma pacar. Lo nggak berhak ngatur gue.”
“Mau gue isi perut lo biar bisa diatur?”
Deg.
Ucapan Adras berhasil membuat hati Aluna kembali sakit. Adras merangkak naik ke atas kasur, mengungkung tubuh Aluna.
“Gue cuma mau lo paham, Aluna.” Adras berbisik pelan di telinga gadis itu.
“Mau deep talk?” tanya Adras dengan suara rendahnya. Tangan kekarnya mengusap air mata Aluna yang jatuh membasahi pipinya.
“…..”
“Harusnya lo paham posisi lo. Cuma gue yang lo punya di dunia ini.” Lagi, Adras kembali berbisik pelan saat Aluna tak menjawab. Tangannya mengusap paha Aluna naik–turun.
Aluna meneguk salivanya dengan susah payah. Tenggorokannya terasa tercekat. Gadis itu memejamkan matanya saat Adras menundukkan kepala, menyesap lehernya.
“Gue capek…” gumam Aluna pelan. Sangat pelan. Nyaris tak terdengar jika pendengaran Adras tak tajam.
“Lo nggak pernah mikirin perasaan gue, Adras…” Isak Aluna terdengar pelan di kamar mansion yang temaram itu.
“Kalau nggak mikirin perasaan lo, udah dari tadi lo gue telanjangi,” ucap Adras dengan mulut brengseknya.
Adras memang sedang menahan hasratnya mati-matian. Dalam pikirannya, itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa ia mengerti perasaan Aluna—bahwa ia tidak sedang memaksa.
Namun bagi Aluna, kalimat itu justru terdengar seperti penghinaan. Adras tidak memahami konteks yang ia maksud.
Aluna terkekeh sinis, matanya terpejam. Pasrah saat laki-laki itu kembali meremas pahanya.
“Kalau emang lo cinta gue, usir Harver dari mansion Mami lo.” Tantang Aluna. Gadis itu menepis tangan Adras yang semakin naik.
****
Kita ketemu lagi brader!
Bagaimana dengan bab ini brader?
See u next part brader!
YOU ARE READING
ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]
Mystery / ThrillerAdras Valtores-putra tunggal dari dua keluarga berbeda profesi. Dingin, berbahaya, dan nyaris tak memiliki belas kasihan. Tapi hidupnya berubah ketika sebuah insiden kecil di sekolah mempertemukannya dengan Aluna-gadis biasa yang tanpa sadar menarik...
![ADRAS V.A [ DAILY UPDATE ]](https://img.wattpad.com/cover/403641579-64-k393895.jpg)