Epilog

46.5K 995 48
                                    

Dua tahun berlalu

Sava menatap undangan pernikahan yang kini berada di genggamannya. Di sana tertulis nama Afkari juga nama gadis lain yang sama sekali Sava tak kenal, belum lagi waktu pernikahannya besok siang pukul satu. Kenapa begitu mendadak? Sava belum menyiapkan mentalnya.

Gadis itu menatap Fahri dengan tatapan kekecewaan. Dia tak menyangkal kalau Afkari akan menikah dengan gadis lain, padahal pria itu pernah mengatakan akan menunggu Sava.

Seketika Sava menyesal dulu pernah menolak Afkari. Matanya memanas mengingat perkataan Afkari dulu saat hari di mana Afkari melamarnya. Gadis itu seketika menyesal karena dulu pernah menolak Afkari.

"Pesan pak Afkari, lo harus datang. Nyokap lo juga bilang gitu," ucap Fahri yang membawakan Sava undangan pernikahan itu.

"Enggak deh kayaknya, gue males," balas Sava lalu menyodorkan kembali undangan pernikahan Afkari pada Fahri.

"Lo gak datang, pertemanan kita hancur," ancam Fahri.

Pria itu menarik tangan Sava, lalu meletakkan undangan pernikahan Afkari pada Sava. Hal itu membuat Sava pasrah dan mau tak mau harus datang, menyaksikan pria yang dicinta menikah dengan gadis pilihannya. Apa dia mampu?

***

Sava sudah berada di hotel tempat di mana Afkari akan melangsungkan pernikahan dan akan dilanjutkan dengan resepsi. Ada banyak undangan yang hadir, tetapi sejak tadi Sava sama sekali tak melihat keberadaan dosen-dosen kampus. Apa mungkin mereka akan hadir saat resepsi nanti?

Tapi mana mungkin, hari ini bertepatan tanggal merah, dosen kampus juga pasti memiliki kesempatan untuk datang siang ini.

Sava memilih duduk di kursi yang sudah disediakan. Oh, atau lebih tepatnya dia dibawa oleh panitia pernikahan Afkari duduk di tempat paling depan, di mana dia bisa melihat proses ijab kabul akan dilakukan. Namun yang paling aneh, Sava sama sekali tak melihat banner atau nama kedua mempelai.

Setelah sekian lama menunggu, mempelai pria tiba, melewati para tamu undangan yang duduk dengan digandeng kedua orang tuanya menuju meja tempat ijab kabul akan dilaksanakan.

Sava menoleh, melihat mempelai pria yang ditunggu-tunggu. Matanya melebar tak percaya saat melihat siapa mempelai pria itu.

Bukan Afkari, tetapi Fahri yang menjadi mempelai pria. Apa jangan-jangan ini seperti yang di novel-novel? Mempelai pria atau wanita kabur di hari pernikahan?

Tepukan di bahunya membuat Sava terkejut, gadis itu mengalihkan perhatiannya pada orang yang menepuk bahunya. Hal yang semakin membuat Sava terkejut adalah keberadaan Afkari yang memakaikan batik serta celana hitam.

"Mas Afka?" lirih Sava.

"Saya dari tadi manggil kamu, tapi kamu kayak gak sadar. Kenapa? Fahri kelihatan ganteng?"

Wajah kesal yang menandakan kalau Afkari cemburu membuat Sava seketika tersadar akan satu hal. Sial, dia dikerjai Fahri.

"Saya kira Mas Afka yang nikah."

"Saya nungguin kamu, mana mungkin saya nikah," balas Afkari tak mengerti dengan ucapan Sava. Kenapa juga Sava mengira kalau dia yang akan menikah?

"Ikut saya, yuk!" ajak Afkari tiba-tiba.

"Hah? Tapi ini belum—"

"Nanti malam juga bakal lihat mereka," sela Afkari langsung menarik Sava keluar dari gedung tempat ijab kabul dilaksanakan.

Setelah keduanya benar-benar keluar, Afkari langsung memeluk Sava erat, menyalurkan segala kerinduannya pada gadis pujaan hatinya.

"Saya kangen sama kamu," ungkap Afkari.

"Fahri bilang Mas Afka yang nikah."

"Kamu ditipu Fahri, dia hari ini yang nikah."

"Anjing tuh anak! Gak tahu apa gue udah nangis-nangis lihat undangan, udah patah hati gara-gara dia," sungut Sava mengutarakan kekesalannya, membuat Afkari tersenyum mendengarnya.

Bukankah itu menandakan kalau Sava masih mencintainya?

"Kenapa nangis? Nyesel karena dulu pernah nolak saya?"

"Mas," rengek Sava.

"Jadi?"

Sava mengernyit heran, sebelah alisnya terangkat, matanya menatap Afkari heran.

"Jadi apa?"

"Mau nikah sama saya?" tanya Afkari hati-hati.

Sava tertawa kecil, lalu mengangguk cepat, dan kembali memeluk Afkari.

"Mau," pekik Sava jelas membuat Afkari senang.

Afkari pikir perjuangannya mendekati Sava bahkan sesekali akan mengunjungi Sava d Jogja sia-sia, ternyata tidak.

Pria itu mencintai Sava, tetapi dia tak bisa berjanji untuk tidak menyakiti Sava. Afkari sadar, suatu saat secara tak sadar dia akan menyakiti Sava. Namun, Afkari akan melakukan segalanya hal dan sesuai kemampuannya yang membahagiakan Sava.

***

Huaaaaa

Akhirnya selesai juga perjuanganku selama dua bulan ini. Btw, sebenarnya Choice itu diikutkan dalam event writing maraton. Sekalipun gak menang nantinya, aku tetap merasa menang karena bisa menyelesaikan, kadang ada keinginan untuk menyerah, tapi ingat kalau Choice adalah cerita lama.

Terima kasih buat semua pembaca yang udah baca Choice dari awal hingga akhir, terima kasih buat pembaca yang hanya baca di bab-bab tertentu saja, dan terakhir terima kasih buat silent readers. Aku tahu kalian nungguin update Choice, tapi gak mau update 🤣

Kali ini jangan lupa tinggalkan jejak yah dan coba tulis di kolom komentar kesan dan pesan kalian saat baca Choice.

Bye bye

Choice (END)Where stories live. Discover now