Sembilan Belas

18.7K 663 11
                                    

Sava membungkuk melihat pada layar laptop di depannya, selain itu ada juga salah satu anggota lembaga yang merupakan salah satu tim layout duduk menunggu jawaban Sava perihal layout yang dia buat.

"Gimana, Va?" tanya Jena. Dia mendongak, menatap Sava dengan tatapan penuh harap.

"Kayak ada yang kurang, sih. Lo udah pernah lihat-lihat majalah kampus gitu?"

Jena mengangguk, semenjana ditunjuk sebagai tim layout dalam pembuatan majalah kampus pertama, Jena rajin membaca majalah. Dia yang dulu paling anti membaca majalah, jadi rajin karena projek lembaga mereka, demi kesuksesan projek mereka.

"Background-nya polos aja, gimana? Ini warnanya kayak tabrakan sih," kata Sava membuat Jena mengangguk.

Warna hitam dari gambar kampus yang dijadikan sebagai background majalah malah membuat tulisan tak terlihat, belum lagi tulisan berwarna hitam dengan font Times New Roman.

"Tulisannya juga gak kelihatan, yang kelihatan cuma bagian atas yang ada gambar awannya," lanjut Sava seraya menunjuk pada tulisan yang dia maksud.

Jena kembali mengangguk, dia baru belajar untuk masalah seperti ini. Bersyukur pimpinan redaksi mereka baik seperti Sava, tak pernah memarahi atau pun mengoreksi dengan kata yang cukup membuat tersinggung.

"Nanti coba lo kirim ke grup aja biar kita bisa lihat sama-sama,x pungkas Sava.

Gadis itu menegakkan tubuhnya, setelahnya menghembuskan napas lega setelah hari ini telah menyelesaikan banyak pekerjaan dalam proses penerbitan majalah kampus. Karena kesibukan tersebut, Sava sampai menunda bimbingannya hari ini.

Kalau saja Sava tak mengingat kewajibannya di lembaga sebagai pimpinan redaksi projek majalah kampus serta sebagai mahasiswi akhir yang tengah menyelesaikan tugas akhirnya, Sava tak akan ke kampus sampai dia bisa melupakan pertengkarannya dengan Afkari. Pertengkaran mereka kemarin masih saja terngiang-ngiang di pikirannya, bahkan Sava sampai tak bisa tidur nyenyak akhir-akhir ini.

"Bu Pimred mana?"

Sava yang baru saja berniat untuk mendudukkan dirinya, malah terganggu dengan suara Azka yang tiba-tiba bertanya keberadaannya pada anggota lembaga lainnya, sehingga Sava mau tak mau menghampiri Azka.

"Apaan lagi?"

"Sini lo," pekik Azka membuat Sava mengernyit heran, yang membuat Sava heran bukan hanya pekikan Azka, tetapi juga wajah kesal Azka. Sepertinya ada yang membuat pria itu kesal.

"Apa sih?" tanya Sava seraya mendekati Azka.

"Kita ke gazebo depan sekret," ucap Azka menarik Sava keluar dari ruang sekretariat menuju gazebo.

Sesampainya di gazebo, Azka langsung menyuruh Sava duduk bahkan terkesan memaksa, lalu pria itu berkacak pinggang, menatap Sava tajam.

"Lo apain bang Afka?"

"Hah?"

Apa yang telah dia lakukan pada Afkari? Semenjak pertengkarannya dengan Afkari beberapa hari yang lalu, Sava sama sekali belum bertemu Afkari, bahkan gadis itu mencoba menghindari Afkari agar mantan calon suaminya tak bertanya lagi perihal alasannya meminta batal menikah.

"Gak jelas lo," ujar Sava lalu bangkit dari duduknya.

"Mood bang Afka lagi jelek banget, hampir semua orang di kelas tadi dia marahin, termasuk gue," ujar Azka.

"Terus apa hubungannya sama gue?"

"Heh, lo itu gak tahu atau pura-pura gak tahu sih?"

"Gue gak ngerti sumpah."

Choice (END)Where stories live. Discover now