Dua Puluh Enam

19.8K 673 9
                                    

"Jadi, lo minta ketemu untuk apa?" tanya Nava.

Tangan pria itu bergerak mengambil cappucino panas yang tadi sudah dia pesan, kemudian menyeruputnya sedikit. Nava menatap Azka kala dia selesai menyeruput cappucinonya, menunggu Azka menjawab pertanyaannya.

Sedangkan Azka yang ditanya, kini memperbaiki letak duduknya, dan balas menatap Nava sejenak. Setelah mendapatkan nomor Nava dari Afkari, Azka langsung meminta bertemu keesokan harinya, kebetulan juga Nava tak ada kegiatan siang ini.

Azka menarik napasnya, kemudian menghembuskan dengan kasar, Nava pun dapat mendengar suara hembusan napas dari Azka.

"Gue mau ngomong tentang ayah bang Afka yang minta pernikahan mereka dibatalin," jawab Azka setelah sekian lama diam.

Nava malah tertawa, dia sama sekali tak marah mendengar jawaban Azka. Pria itu yakin bahwa Afkari tengah mencari tahu alasan Sava membatalkan pernikahan dan Azka pasti membantunya. Sialnya, kenapa kemarin dia keceplosan? Nava tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Sava saat tahu kalau dia hampir membongkar semuanya.

Adiknya Sava itu melipat kedua tangannya di dada, kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kafe. Dia melirik Azka sinis, jelas membuat Azka sadar bahwa Nava tak menyukainya.

"Setelah gue jawab lo bakal cerita sama Afkari?" tebak Nava to the point. Dia tak suka berbasa-basi, ada baiknya langsung bertanya tujuan Azka meminta untuk berbicara perihal masalah Sava dan Afkari.

Namun, Azka tak marah, nyatanya memang dia akan menceritakan pada Afkari setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dari Nava.

"Lo tahu itu, 'kan? Ini demi mereka," balas Azka berusaha membujuk Nava agar mau menceritakan apa yang Nava tahu.

"Demi Afkari mungkin tepatnya," ralat Nava.

Kalau ini demi kakaknya juga, yang ada kakaknya malah semakin sakit hati. Luka di hati Sava masih belum sembuh, Nava dan keluarganya yang lain masih berusaha membuat Sava kembali seperti dulu. Apapun yang Nava lakukan demi kakaknya.

"Gue cuma mau mereka sama-sama lagi," balas Azka.

Azka melakukan semuanya ini demi Afkari dan Sava. Dia tak mau melihat Afkari terus-terusan dilanda kebingungan juga rasa sakit di hati. Selama dua tahun ini, Azka tahu kalau Afkari berusaha menyembunyikan sakit hatinya, itu semua agar kedua orang tuanya tak sedih. Tapi sayangnya, yang membuat Afkari sakit hati ayahnya sendiri. Menurut Azka, dia bisa melakukan sesuatu agar kakak sepupuku itu bisa bahagia seperti dulu lagi.

"Sampai kapan pun mereka gak akan bisa sama-sama lagi, lo harus tahu itu. Lo cukup tahu alasan Sava membatalkan pernikahannya dengan Afkari karena ayah Afkari. Selebihnya, biar itu jadi rahasia kami," tutur Nava membuat Azka mengacak rambutnya frustrasi.

Mata pria itu menatap Nava dengan tatapan memohon. Azka akan melakukan apapun, dia menyayangi Afkari, karena kakak sepupunya itu sering membantunya. Barangkali dengan membantu Afkari dan Sava kembali bersama bisa membuat Azka dapat balas budi dengan Afkari.

"Gue mohon sama lo. Gue cuma mau mereka sama-sama lagi. Gue gak sanggup lihat bang Afka setiap hari selalu keingat sama Sava. Gue sayang sama kakak sepupu gue," ungkap Azka memohon kepada Nava.

Sayangnya, Nava tak peduli. Pria itu berdeham pelan dengan alis terangkat sebelum.

"Sorry, berapa kali pun lo minta, gue gak akan kasih tahu. Gue juga sayang sama kakak gue. Gue gak mau kakak gue sakit hati karena gue, udah cukup kemarin dia sakit hari karena Afkari, kali ini gue gak mau lihat dia sakit hati lagi. Untuk sembuh dari sakit hatinya, dia perlu setahun, dan itu gak gampang," terang Nava membuat bahu Azka merosot.

Sepertinya dia benar-benar tak bisa membujuk Nava untuk menceritakan padanya.

"Kalau lo mau tahu, ada baiknya lo tanya sama ayah Afkari langsung. Ini demi kebaikan Afkari, 'kan? Tanya sama ayah Afkari, dia pemeran utamanya," imbuh Nava kemudian bangkit dari duduknya.

Pria itu meraih kunci motor, meletakan uang sebagai bayaran cappucino yang tadi dia pesan di meja, kemudian pamit undur diri. Sama halnya dengan Azka yang menyayangi Afkari, Nava juga menyayangi kakaknya, dia tak mau Sava kembali sakit hati. Untuk membuat kakaknya kembali ceria, dia dan keluarga buruh waktu yang lama.

***

Sementara itu, Sava menatap Fahri dan Adriana memohon pertolongan. Dia benar-benar ketakutan saat ini, takut apabila Afkari memarahinya karena ketahuan plagiat penelitian orang lain.

"Temenin gue, dong," bujuk Sava meminta ditemani bertemu Afkari.

Gadis itu sudah berkali-kali mendapatkan pesan dari Afkari, tetapi dia sama sekali tak membalas pesan Afkari. Bahkan dengan kurang ajarnya, Sava memblokir nomor Afkari agar dia tak ketakutan membaca pesan Afkari.

"Pergi sendiri lah. Itu 'kan salah lo sendiri, kenapa lo dengar saran menyesatkan milik Cantika?" ucap Adriana kesal karena sejak tadi Sava terus membujuknya dan Fahri untuk ditemani bertemu Afkari.

Sava yang berbuat, maka Sava juga yang harus bertanggung jawab. Tak seharusnya keduanya ikut diseret dalam masalah ini.

"Temenin doang, cuma tunggu depan ruang dosen udah cukup bikin gue tenang," bujuk Sava lagi.

Mendengar bujukan dari Sava, membuat Fahri mendengkus kesal. Ada banyak pertanyaan dibenak Fahri yang selama ini dia tahan perihal Cantika, mengingat bagaimana Sava dan Cantika dekat.

"Ajak Cantika aja, deh. 'Kan yang kasih saran itu dia," kata Fahri.

"Cantika gak ada, semenjak gue ada masalah di lembaga, dia tiba-tiba menghilang, nomornya juga gak bisa dihubungi," tutur Sava.

"Jujur aja, ya, semenjak kita semester tiga, gue curiga sama Cantika," ungkap Adriana membuat Fahri seketika menoleh pada gadis di sampingnya.

Setuju dengan apa yang dikatakan Adriana, Fahri pun ikut mengangguk, dia juga sama halnya dengan Adriana, curiga pada Cantika. Bersyukur Adriana mau buka suara, sehingga dia bisa ikut buka suara.

"Gak baik kayak gitu. Lo curiga banget sama sahabat sendiri," tegur Sava.

"Bukan apa-apa, ya. Tapi semenjak kita semester tiga, setiap lo ada urusan dengan pak Afkari, dia pasti selalu ikut andil. Contohnya pas semester empat, pas lo sama pak Afkari mau nikah, dia tiba-tiba tawarin lo tempat beli gaun pengantin padahal lo sama sekali belum bilang apa-apa," tutur Adriana karena tak suka Sava menegurnya.

Sava hanya diam saja, mengingat kembali kejadian itu. Dulu dia memang tak menceritakan kalau dia akan menikah dengan Afkari, tetapi Cantika tiba-tiba saja menawarkan tempat membeli gaun pengantin. Sementara Fahri, kini mengangguk setuju.

"Ingat gak, pas lo tahu pembimbing lo pak Afkari?" kali ini, Fahri ikut buka suara. Pria itu pikir, hanya dia saja yang curiga pada Cantika.

Sava mengangguk, menjawab pertanyaan Fahri, dia sangat ingat saat mendapatkan lembar pengajuan judulnya tertera nama Afkari di sana.

"Dia juga tiba-tiba tawarin jasa buat bantuin lo, tapi ternyata dia malah kasih saran yang bikin lo dalam masalah besar. Itu semua pasti ada motifnya," lanjut Fahri.

"Souzon lo berdua. Cantika gak kayak gitu, gue lebih dulu kenal Cantika daripada Lo berdua," balas Sava tak suka mendengarnya.

"Kita mana tahu isi hati manusia, cuma gue saranin, lo hati-hati sama Cantika. Dia juga akhir-akhir ini kayak jarang kumpul dengan kita," ucap Adriana mengingatkan Sava.

Mereka hanya tak mau Sava kenapa-kenapa, mengingat Sava adalah orang yang mudah ditipu. Adriana juga pertama kali kenal dengan Sava karena dia pernah menipu Sava.

***

Yahooo

Aku update lagi

Akhir-akhir ini jarang update, yah🥲

Aku lagi sibuk banget, jadinya jarang update. Doain semoga aku ada waktu senggang yaww

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang