Empat Puluh Tujuh

24.3K 739 94
                                    

Ketukan pintu membuat Sava yang tadinya sibuk memainkan ponselnya di ruang tamu terganggu, dia langsung menghentikan aktivitasnya itu, dan membukakan pintu pada tamu tak diundang di luar sana.

Tubuh gadis itu terasa begitu kaku saat melihat orang yang berdiri di depannya saat ini. Sava tak percaya melihat keberadaan Cantika juga Fahri bertamu di rumahnya siang ini. Kalau Fahri mungkin Sava tak begitu terkejut, tetapi kedatangan Cantika benar-benar membuat Sava tak percaya melihatnya.

Apa yang membuat Cantika datang bertamu di rumahnya?

"Sava, gue mau ngomong sama lo."

Satu kalimat itu menjadi kata pembuka Cantika untuk berbicara dengan Sava, nada suaranya yang terdengar lemah membuat Sava melongo. Sava melihat pada Fahri yang ada di belakang Cantika, pria itu mengangguk sebagai tanda kalau semuanya baik-baik saja.

Namun, belum sempat Sava berbicara, tiba-tiba saja tubuh gadis itu ditarik ke belakang, kemudian Nava berdiri tepat di depannya, menghalangi dia untuk melihat Cantika dan Fahri.

"Ngapain lo nyari kakak gue?" tanya Nava tajam. Semenjak dia mengetahui kalau Cantika orang yang sudah membuat kakaknya batal menikah, Nava membenci gadis yang dulu pernah singgah di hatinya.

"Gue mau ngomong sama Sava. Maksudnya, gue mau ngomong di luar sama Sava, boleh?" tanya Cantika hati-hati. Cantika tahu seberapa besar rasa sayang Nava pada kakaknya, jelas Nava tak ingin kakaknya kenapa-kenapa.

"Enggak boleh," tolak Nava dengan tegas. Bisa saja itu hanya alasan Cantika agar bisa menyakiti kakaknya di luar sana tanpa pengawasannya.

"Gak lama, ada bang Fahri juga, kok," ujar Cantika.

"Mending lo pergi. Kakak gue juga gak mau ngomong sama cewek sialan kayak lo," balas Nava membuat hati Cantika sakit melihatnya.

Dulu Nava begitu baik padanya, bahkan selalu membuat dia bahagia, Cantika menyesal karena menyakiti Sava. Semuanya berubah karena ulahnya, Adriana tak mau lagi berteman dengannya, orang tua Afkari tak mau dia mendekati Afkari lagi, kemudian dia sering mendapatkan bully-an di akun sosial medianya, yang semua itu adalah orang-orang kampus. Oh, atau lebih tepatnya anggota lembaga yang dia hancurkan.

"Please, gak lama," mohon Cantika.

"Mending lo pulang, Bangsat!" sentak Nava.

Cantika terlonjak kaget mendengarnya, suara Nava yang tinggi cukup membuat dia kaget.

"Nava," tegur Sava. Gadis itu tak suka melihat adiknya membentak Cantika. Bukan karena apa, dia juga perempuan, dan pasti tahu rasanya dibentak. Alhasil, Sava menarik Nava agak keras, kemudian berpindah posisi dengan Nava.

"Di sini aja, Can, bisa?" tawar Sava. Dia bisa menerima Cantika berbicara padanya, tetapi tak bisa di luar, Sava juga cukup takut apabila berbicara di luar bersama Cantika sekalipun itu ada Fahri.

"Emang gak pa-pa?" tanya Cantika.

Sava mengangguk, lalu berkata, "Gak pa-pa. Ayo masuk. Nyokap sama bokap gue gak ada, bokap kerja, nyokap ke rumah tetangga karena ada acara di sana."

"Kak," peringat Nava.

Sava yang mendengar itu, dia langsung menatap Fahri.

"Lo urusin dia, Bang," pinta Sava.

Sesuai dengan permintaan Sava untuk mengurus Nava yang tak ingin Sava berbicara dengan Cantika, Fahri pun mendorong Nava masuk ke dalam, lebih tepatnya ke dapur agar Nava tak mengganggu.

"Kakak gue mau lo apain, Anjing?" teriak Nava saat Fahri dengan sekuat tenaga mendorongnya memasuki dapur.

"Cantika cuma mau ngomong."

"Dia bakal nyakitin kakak gue," kata Nava pada Fahri.

"Gak akan. Kalau Cantika nyakitin Sava, lo boleh hajar gue karena gue yang bawa ke sini."

"Mati lo di tangan gue," ancam Nava. Dia pun menyerah untuk memberontak, membiarkan Cantika dan kakaknya berbicara di ruang tamu.

Sekalipun Nava tak suka pada Cantika, Nava tetap menguatkan air minum sebagai jamuan tamu. Dia dan kakaknya selalu diajarkan untuk membuatkan jamuan tamu sekalipun tamu itu merupakan orang yang tak disukai.

"Gue buatin air, lo bawa deh. Malas gue lihat muka cewek itu."

Fahri hanya mengangkat bahunya, dia tak mau lagi membalas perkataan Nava. Toh cuma membawakan Sava dan Cantika air minum yang disuguhkan oleh pemilik rumah.

Di ruang tamu, Cantika masih juga belum bersuara, dia masih mengumpulkan segala keberaniannya untuk mengakui semua kesalahannya, serta meminta maaf pada Sava.

Sama halnya dengan Sava yang hanya diam menunggu Cantika bersuara, sejujurnya Sava juga tak tahu harus bagaimana.  Rasanya begitu canggung hanya berdua saja dengan Cantika di ruang tamu, apalagi mengingat bagaimana Sava pernah marah juga menampar Cantika.

"Sorry," ujar Cantika setelah sekian lama diam.

Sava yang tadinya hanya menunduk menunggu Cantika bersuara, langsung mendongak menatap Cantika. Permintaan maaf dari Cantika barusan dapat langsung Sava pahami, Cantika pasti meminta maaf atas apa yang terjadi belakangan ini.

Namun, kenapa Cantika tiba-tiba meminta maaf padanya? Apa ada sesuatu yang membuat gadis itu tersadar?

"Gue tahu kesalahan gue udah banyak banget, tapi gue benar-benar minta maaf sama lo, Va. Gue salah besar. Gue sadar, sampai kapanpun, kak Afka gak akan bisa jadi milik gue," ungkap Cantika.

"Kenapa lo tiba-tiba minta maaf sama gue?"

Sekalipun mungkin pertanyaan itu bukan pertanyaan yang sopan, tetapi Sava ingin tahu alasan Cantika yang tiba-tiba meminta maaf padanya. Bisa saja, ini hanya alibi Cantika agar bisa mendapatkan Afkari.

"Karena gue sadar, cinta kak Afka bukan buat gue. Gue janji, gue gak bakal gangguin lo sama dia lagi, gue gak akan nyakitin lo lagi. Gue benar-benar minta maaf," jawab Cantika membuat Sava menghela napasnya panjang.

"Sejujurnya gue kesal sama lo yang gak jujur kalau lo dulu punya hubungan sama pak Afkari dan lo masih cinta sama dia.  Kalau lo jujur sama gue sebelum gue sama pak Afkari persiapan pernikahan, semuanya gak akan kayak gini, gue bakal bantuin lo buat bareng lagi sama pak Afkari," tutur Sava.

Cantika tiba-tiba terisak pelan, membuat Sava heran melihatnya. Melihat Cantika yang menangis, membuat Sava sadar, kalau Cantika menyesali semuanya.

"Gue nyesel, Va. Semuanya berbalik bully gue, bahkan orang tua kak Afka juga udah gak kayak dulu, ditambah lagi sama persahabatan kita yang rusak. Gue gak tahu harus gimana lagi. Gue selalu kepikiran sama masalah gue," ungkap Cantika membuat Sava menghela napasnya.

Inilah yang diterima Cantika setelah apa yang dia lakukan. Penyesalan selalu datangnya di akhir. Bukan hanya Cantika yang pernah merasakan penyesalan seperti ini, tetapi Sava juga pernah, dan satu-satunya cara untuk mengatasinya yaitu berjuang untuk mendapatkan maaf.

Sava beranjak dari tempatnya, menghampiri Cantika dan memeluk Cantika erat.

"Gue udah maafin lo. Tapi tolong jangan diulangi lagi, yah? Coba buka hati lo buat yang lain. Buat adek gue atau bang Fahri."

Cantika yang mendengar perkataan tulus dari Sava, langsung saja memeluk Sava erat, kemudian menangis kencang membawa Fahri yang melihatnya tersenyum kecil. Seharusnya tadi pria itu membawakan Sava dan Cantika minuman yang sudah dibuatkan Nava, tetapi urung saat mendengar pembicaraan mereka.

Melihat keduanya, Fahri menyadari satu hal, kenapa Sava begitu dicintai Afkari, karena Sava begitu baik bahkan tak pernah merasakan dendam pada orang yang sudah menyakitinya.

***

Holaaaa aku update cepat lagi nih🤭

Sisa 3 part lagi mungkin Choice bakal tamat.

Sebelum tamat, yuk tulis pesan dan kesan kalian pas baca Choice.

Follow WP aku dan Ig aku @huzaifahsshafia yah.

Vote 80+komen 80 aku update cepat besok.

Bye bye

Choice (END)Where stories live. Discover now