Tujuh Belas

19.6K 696 9
                                    

Harusnya tadi Sava berkeras untuk tak mampir di rumah Afkari walau Afkari sudah berkali-kali memaksanya, alhasil berujung dia yang sungkan bahkan sekadar menggerakkan tubuhnya pun juga tak berani. Gadis itu sadar diri juga, dia dan Afkari sudah tak memiliki hubungan apapun, tak seharusnya dia dekat dengan Afkari. Apa kata orang-orang?

Sava sudah mengganti baju, ternyata ada beberapa bajunya yang tertinggal dengan di rumah mantan calon suaminya itu. Gadis itu bersyukur karena ada beberapa lembar pakaiannya tertinggal di rumah Afkari, ada juga jaketnya yang kini dia pakai agar tak kedinginan. Dulu Sava memang sering menginap di rumah ini, walau dia kadang mendapatkan tatapan sinis dari beberapa orang di rumah ini.

Di depan Sava sudah ada coklat panas yang Afkari buatkan padanya, tetapi pria yang membuatkan dia coklat panas sedang pamit ke kamar untuk mengambil ponselnya.

"Saya kaget ada yang bertamu di rumah saya saat hujan deras seperti ini."

Suara dengan sinis itu membuat Sava seketika menoleh ke sumber suara, dia seketika menegangkan tubuhnya melihat keberadaan ibu Afkari yang melipat kedua tangannya di dada dan menatap tajam sebagai tanda ketidaksukaan pada Sava.

Kedatangan Bella membuat tubuh Sava menegang, dia semakin tak tahu harus berbuat apa.

Sial sekali dia hari ini. Harusnya tadi tak usah mampir di rumah Afkari, harusnya tadi saat Afkari memaksanya, dia menolak. Alhasil berujung seperti ini, bertemu dengan orang yang sangat dia hindari apabila berada di rumah Afkari. Namun, Sava tak bisa berbuat apa-apa, bergerak saja dia seakan kaku.

"Kamu mau apa datang di hidup anak saya? Kemarin itu saya senang karena kamu batalin pernikahan kalian, terus kamu kemari mau apa?" tanya Bella berturut-turut malah membuat Sava malah diam dan tak berani mengeluarkan suara.

"Setelah hujan reda, saya harap kamu pulang secepatnya," lanjut Bella kemudian meninggalkan Sava di ruang tamu. Wanita paruh baya itu terkejut dengan keberadaan Sava di ruang tamu, bersyukurnya saat dia berbicara, Afkari tak ada.

Sava menunduk kala Bella sudah pergi, dia tak berani mengangkat wajahnya. Mata gadis itu memanas, dia teringat kembali dengan apa saja yang pernah terjadi saat menjalin hubungan dengan Afkari. Tak mendapatkan restu dari ibu Afkari merupakan salah satu alasan Sava membatalkan pernikahan mereka, dia tak mau menikah dengan Afkari tanpa restu ibu Afkari.

"Sava, maaf lama."

Suara Afkari beserta kedatangan Afkari membuat Sava langsung menghapus air yang sempat keluar, dia juga bernapas lega karena kedatangan Afkari membuatnya tak tegang seperti tadi.

"Gak pa-pa, Pak," sahut Sava seraya mendongak menatap Afkari dengan senyuman kecil yang sedikit dipaksakan.

Afkari balas menatap Sava. Pria itu menatap Sava lebih lama dibandingkan Sava menatapnya, tetapi Afkari hanya diam tanpa berkata apapun, selanjutnya dia duduk dan menyodorkan segelas coklat yang tadi dia buatkan untuk Sava tetapi tak disentuh Sava sekalipun.

"Minum dulu coklat panasnya, mumpung masih hangat," ucap Afkari pelan. Pria itu seakan tahu dengan suasana hati Sava kala dia menatap mata Sava tadi.

Mendengar Afkari menyuruhnya minum dan dia yang memang tengah butuh minum untuk membuatnya tenang, Sava pun mengambil segelas coklat panas tersebut, meniupnya beberapa kali kemudian menyeruput.

"Kenapa tadi coklatnya gak diminum?" tanya Afkari saat Sava sudah selesai meminum dan meletakkan di meja kembali.

Gadis itu tersenyum kecil, bagaimana reaksi Afkari apabila mengetahui Sava tak minum karena sungkan? Selain itu juga karena kedatangan ibu Afkari membuat Sava semakin tak berani meminum coklat panas buat Afkari.

"Saya pamit pulang, Pak." Sava bangkit dari duduknya, memperbaiki bajunya yang sedikit kusut.

"Hah?"

Seketika Afkari mendongak, menatap Sava. Hujan masih cukup deras, tapi Sava malah pamit pulang. Sekalipun Sava memakai jas hujan, tak menutup kemungkinan gadis itu kembali basah. Tadi saja Sava tetap basah.

"Tunggu hujan reda dulu bisa, 'kan?" tanya Afkari mencoba menahan Sava pulang. Bukan bermaksud apa, Afkari takut Sava sakit karena hujan-hujanan seperti ini.

Sava diam, tak bergerak sama sekali. Jelas hal tersebut membuat Afkari ikut berdiri. Kedua tangan pria itu menangkup wajah Sava agar menatap matanya, Afkari menatap mata Sava dalam.

"Ada yang kamu sembunyikan, kamu boleh cerita," ucap Afkari setelah beberapa saat mereka diam saling menatap.

Namun, bukannya membalas ucapan Afkari, Sava malah melepaskan tangan Afkari yang hangat di pipinya. Dia menggeleng pelan dan berkata, "Gak ada yang saya sembunyikan, saya hanya gak mau lama-lama di sini."

"Alasannya?"

"Gak ada. Pak Afkari harus ingat, kita berdua sudah bukan siapa-siapa lagi. Adapun hubungan kita berdua, hanya sebatas mahasiswa dan dosen," tutur Sava membuat Afkari tersenyum mengejek.

Pria itu sadar kalau Sava menyembunyikan banyak hal darinya, tetapi tak mau bercerita.

"Jangan berlagak sok kuat, Sava. Saya tahu ada banyak beban yang kamu pikul, saya tahu pasti ada alasan yang jelas kenapa kamu batalin pernikahan kita. Kamu gak akan tiba-tiba batalin pernikahan kita tanpa sebab padahal kita baik-baik aja waktu itu," ujar Afkari.

"Alasan saya cuma satu kenapa minta pernikahan kita dibatalkan, karena saya ingin fokus kuliah dan mengejar karir," balas Sava menatap Afkari tajam.

"Bohong! Terus kenapa kamu gak mau terima tawaran saya?"

Tawaran? Dua tahun yang lalu, saat Sava memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka, Afkari menawarkan untuk tetap menjalin hubungan sampai Sava kembali siap menikah, tetapi Sava menolaknya. Semenjak itu, Afkari sadar ada yang disembunyikan Sava darinya yang hingga kini masih tak dia ketahui.

Sava begitu menutup rapat masalah ini, begitu juga dengan keluarga Sava yang memilih bungkam setiap kali dia tanya. Afkari sempat bertanya pada Nava dan kedua orang tua Sava, tetapi mereka semua diam, hal itu membuat Afkari seperti orang tak tahu arah harus ke mana.

"Karena saya mau fokus sama kuliah saya."

Afkari tertawa keras, membuat Sava ketakutan mendengarnya. Entah kenapa tawa Afkari terdengar begitu menakutkan, Sava mundur beberapa langkah, menjauh dari Afkari.

"Fokus kuliah bukan alasan yang bisa bikin saya percaya. Kamu sudah terlalu jauh membohongi saya, Sava."

"Gak ada yang perlu disembunyikan, 'kan? Pak Afkari yang terlalu membesarkan masalah," balas Sava.

"Bukan membesarkan masalah, Sava. Saya—"

"Pak, gak enak bahas masa lalu, padahal kita sudah pisah dua tahun. Pembahasan kita sampai di sini," potong Sava.

Gadis itu meraih kunci motornya di meja, kemudian pergi begitu saja tanpa pamit pada Afkari. Tak ada gunanya berdebat dengan Afkari, yang mereka bahas malah masalah alasan dia meminta membatalkan pernikahan mereka. Selain itu, membahas masalah di rumah Afkari juga tak enak, takut orang rumah Afkari mendengar. Sava juga takut asal ceplos.

***
Holaa

Aku update cepat nih😚

Siapa yang kesal dengan Sava?
Atau lebih kesal sama Afkari yang malah tergila-gila sama Sava?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang