Enam Belas

18.9K 692 1
                                    

Sava menatap Cantika dengan tatapan bertanya, seolah ragu dengan apa yang Cantika katakan. Sementara orang yang ditatap hanya berdecak kesal karena Sava tak mempercayainya.

"Ini serius gak pa-pa?" tanya Sava meyakinkan.

Cantika memutar bola matanya malas, dia juga berdecak kesal lantaran Sava tak mendengarkan perkataannya. Gadis itu menarik laptop di depan Sava, kemudian memindahkan di depannya dan melihat pada proposal skripsi Sava.

"Pak Afkari gak akan tahu, toh juga referensi lo ada banyak. Salah lo sendiri malah gak lihat catatan pas revisi, malah mengandalkan ingatan," ucap Cantika.

Sava mengangguk, sadar bahwa dia salah karena tak melihat catatan saat bimbingan, sehingga dia melupakan hal penting dalam proposal skripsinya. Bimbingan beberapa hari yang lalu dengan Afkari, Afkari mengingatkan padanya bahwa teori dalam proposal cuma sedikit dan perlu ditambahkan lagi. Sayangnya saat revisi, Sava malah merevisi apa saja yang dia ingat, bukan apa saja yang dia catata kemarin.

Alhasil, gadis itu batal bimbingan hari ini dan berujung kembali menambahkan teori. Deadline yang Afkari berikan sudah lewat, tetapi Sava tak peduli. Dimarahi Afkari itu belakangan, asal proposal skripsinya bisa sempurna kali ini dan ACC.

"Tapi kok gue takut, ya?"

"Referensi lo banyak, pak Afkari gak mungkin serajin itu bacain semua referensi yang lo kasih, dia juga gak bakal sadar kalau beberapa lo ngambil teori di skripsi lain. Terus lo juga gak ngasih skripsi sebagai referensi lo, 'kan?" tutur Cantika membuat Sava manggut-manggut mengerti.

Gadis itu meraih laptop yang Cantika sodorkan padanya, kemudian membaca kembali teori yang sempat tadi dia tambahkan tadi. Namun, dalam hati Sava masih ada sedikit ketakutan, takut Afkari mengetahui kalau dia mengikuti teori di skripsi lain. Plagiat merupakan hal terlarang dalam kepenulisan, tetapi Sava malah mengikuti saran Cantika demi proposal skripsinya bisa di-ACC secepatnya, Cantika bilang dia juga seperti itu.

***

Akhir-akhir ini memang hujan sering turun, minggu ini tak dapat dihitung sudah berapa kali hujan jatuh membasahi bumi. Afkari mengumpat kesal lantaran ban mobilnya malah pecah di tengah jalan kala hujan sedang deras, mengganti ban mobil pun butuh ban cadangan, tetapi pria itu tak membawa ban cadangan. Harusnya tadi dia memakai mobil ibunya saja.

Afkari menatap ban mobilnya yang kempes bahkan bentuknya sudah tak bulat seperti tadi.

"Sial, kenapa malah pecah?"

Afkari menendang ban mobilnya dengan emosi. Ban mobilnya yang pecah membuat dia tak bisa pulang secepatnya, padahal niatnya sampai rumah nanti beristirahat sepuasnya.

Pria itu memasuki mobilnya, mencari ponselnya untuk menelepon Azka, untuk menelepon Hiro dia tak bisa karena sahabatnya itu sedang sibuk dengan persiapan pernikahan juga sedang dipingit.

Sialnya, Azka malah mematikan teleponnya, tentu membuat Afkar menggeram kesal. Dapat dipastikan, Azka pasti sedang tidur nyenyak. Hujan deras seperti ini memang sangat mendukung untuk tidur, Afkari juga tadi ingin pulang karena mau memanfaatkan cuaca.

Pria itu melempar ponselnya di jok belakang, lalu keluar lagi untuk melihat ban mobilnya. Afkari berjongkok, dengan kedua tangan yang menjambak rambutnya karena bingung harus bagaimana. Jalanan sepi, mau pesan taksi online ataupun ojek online pastinya tak akan ada yang mau menerima di saat hujan deras seperti ini. Pria itu menghela napasnya, lalu bangkit dari berjongkoknya. Terpaksa dia harus menunggu hujan reda une memesan ojek online atau taksi online.

Tanpa Afkari sadari, dari kejauhan ada Sava yang melihat pria itu, tengah berdiri melihat ke bawah dengan kebingungan. Sava memelankan laju motornya, lalu berhenti tepat di belakang mobil Afkari.

"Pak Afkari," panggil Sava membuat Afkari menoleh.

Pria itu terkejut melihat keberadaan Sava, kenapa dia tak sadar dengan keberadaan Sava?

"Kamu ngapain hujan-hujanan kayak gini? Nanti kamu sakit," ucap Afkari kemudian menarik Sava pelan untuk masuk mobilnya.

"Eh, Pak, apaan nih?"

"Nanti kamu sakit, Sava. Saya bela-belain kasih kamu jaket biar kamu gak sakit, tapi kamu ternyata malah hujan-hujanan," omel Afkari seraya mendorong Sava pelan memasuki mobil.

"Pak, saya pake jas hujan. Gak akan sakit," ucap Sava.

Gadis itu menatap Afkari, pandangannya sedikit terhalang oleh tudung jas hujan beserta helm yang masih tak dilepaskan. Karena dia yang belum melepaskan jas hujannya, mobil Afkari basah, membuat Sava tak enak hati pada dosen pembimbingnya.

"Hujan, Sava. Jangan bikin saya khawatir," ujar Afkari pelan.

Pria itu menenggelamkan wajahnya di pundak Sava, bermaksud menahan Sava agar Sava tak keluar karena hujan tengah deras-derasnya, sementara sebagian tubuh Afkari berada di luar.

"Justru kalau kayak gini Pak Afkari yang sakit," balas Sava.

Gadis itu mengangkat kepala Afkari di pundaknya, kemudian dia mendorong pelan tubuh Afkari agar menjauh darinya dan dia bisa keluar dari mobil Afkari.

"Sava—"

"Saya gak akan sakit, saya pakai jas hujan. Justru Pak Afkari yang bisa sakit hujan-hujanan, udah basah kuyup kayak gini," tutur Sava setelah dia sudah keluar dari mobil Sava.

"Mobilnya kenapa?" lanjut Sava bertanya.

Afkari tak langsung menjawab, tapi dia menatap pada ban mobilnya yang pecah, tentunya membuat Sava ikut melihat pada ban mobil Afkari.

"Ban-nya pecah," jawab Afkari.

"Mau pulang bareng saya?" tawar Sava membuat Afkari seketika menoleh pada gadis itu.

Bukankah ini tawaran yang menggiurkan, kapan lagi Afkari bisa pulang bersama Sava dengan menggunakan motor? Membelah jalanan di saat hujan deras, apalagi kalau seandainya dia yang membonceng Sava dengan Sava yang memeluknya. Ah, Afkari jadi membayangkan hal yang romantis.

"Boleh?" tanya Afkari. Dia tak bisa langsung menerima begitu saja, barangkali Sava hanya berbasa-basi.

"Boleh, kok. Anggap sebagai tanda terima kasih karena Pak Afkari pernah bantuin saya pulang," ucap Sava membuat Afkari manggut-manggut.

Kemudian gadis itu melepaskan helm beserta jas hujannya, lalu menyodorkan kedua benda tersebut pada Afkari.

Sava berkata, "Tapi Pak Afkari yang bawa motor. Boleh?"

Afkari mengangguk cepat, kesempatan tak datang dua kali. Sebelum itu, Afkari mengambil semua barang-barang di mobil, mengunci mobilnya, lalu menyodorkan barangnya pada Sava.

"Tolong dipegang," pinta Afkari. Pria itu langsung memakai jas hujan serta helm, kemudian menuju motor Sava yang terparkir di belakang mobilnya.

Karena jas hujan Sava yaitu jas hujan kelelawar, sehingga pada bagian belakangnya panjang dan bisa digunakan Sava untuk menutup tubuhnya juga menjaga barang-barang Afkari. Satu tangan gadis itu melingkar di pinggang Afkari, sementara yang satu memegang barang Afkari.

Sedangkan Afkari, tersenyum bahagia karena kembali merasakan kebahagiaan seperti dulu lagi. Ini yang Afkari inginkan dan akhirnya tersampaikan juga, Afkari rasanya ingin menggenggam tangan Sava di pinggangnya, ingin berbagi kehangatan dengan Sava, tapi sayangnya Afkari mengingat bahwa dia dan Sava kini tak seperti dulu lagi. Dia tak ada hal apapun.

***

Holaaaa

Aku update lagi

Uhuy bisa update lagi. Gimana pendapat kalian sama part ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Where stories live. Discover now