Tiga Puluh Empat

20.6K 753 113
                                    

Seperti permintaan Afkari yang ingin dibantu bertemu dengan Sava, Azka pun mengajak Sava bertemu dengan alasan bertanya perihal apa yang akan dia lakukan ke depannya pada lembaga. Tanpa disangka, Sava ternyata mau bertemu padanya, tak sadar kalau Azka meminta bertemu karena membantu Afkari.

Sebenarnya Azka meminta bertemu pagi hari karena kebetulan ujian semester telah selesai, tetapi Sava tak bisa karena akan bimbingan dan hanya bisa bertemu sore, dan mau tak mau Afkari menuruti. Jika dibandingkan dengan masalah mereka, pendidikan Sava lebih penting.

"Pokoknya, nanti kalau Sava bilang udah otw, lo harus jauh-jauh dari sini. Jangan nunjukin muka lo dulu," peringat Azka kala mengingat sifat tidak sabaran dari kakak sepupunya.

Afkari mengangguk patuh, dia juga tak ingin merusak rencana yang Azka rancang. Tanpa Azka, mungkin dia tak bisa bertemu dengan Sava karena Sava yang terus menghindar. Jadi, dia harus menahan diri agar tak gegabah.

"Saya mohon, bantu saya kembali pada Sava," pinta Afkari.

Azka tak membalas, karena tak bisa berjanji untuk membantu Afkari bisa kembali bersama Sava. Namun, pria itu itu akan melakukan yang terbaik agar Afkari bisa bersama Sava. Rasa cinta yang Afkari miliki pada Sava membuat pria itu seolah tak sanggup hidup apabila tak ada Sava di dunia.

"Saya duduk di sana," ucap Afkari karena sadar kalau Azka tak akan menjawab pertanyaannya, dia menunjuk pada meja yang berada tak jauh dari kasir yang kebetulan jaraknya jauh dengan tempat mereka sekarang.

Lalu pria itu bangkit dari duduknya, meninggalkan Azka sendiri, dia juga membawa serta kopi pesanannya. Karena sibuk memikirkan masalah ini, Afkari tak bisa nyenyak tidur, dia menyalahkan diri sendiri, seandainya dia bertemu Sava lebih dulu dibandingkan Cantika, semuanya tak akan seperti ini. Sava tak akan tersakiti.

Kurang lebih sepuluh menit mereka menunggu Sava di kafe tempat mereka janjian untuk bertemu, gadis itu kini tiba juga, membawa serta Nava. Afkari dapat melihat bagaimana Nava sangat menjaga kakaknya, bahkan ransel Sava pun, Nava yang membawanya.

Kala Sava baru saja duduk, Afkari langsung bangkit dari duduknya, menghampiri ketiganya dengan langkah lebar dan tergesa-gesa. Sepertinya dia tak bisa menuruti peringatan yang Azka katakan tadi, nyatanya pria itu sudah tak sabar bertemu Sava.

"Sava," panggil Afkari saat tiba di meja mereka.

Tubuh Sava menegang kala mendengar suara Afkari, hanya sekadar untuk menoleh, dia tak berani. Orang yang dia hindari selama ini ada di sini. Berbeda dengan Nava yang kini menatap Azka tajam.

"Lo ngejebak kakak gue," kata Nava tajam, membuat Sava seketika menoleh pada pria yang ditatap tajam adiknya.

"Lo ngejebak gue, ya, Ka?" tanya Sava memastikan tuduhan Nava.

Azka menghela napasnya, bukan bermaksud menjebak, tapi dai melakukan ini demi kebaikan Sava dan Afkari. "Bukan ngejebak, Kak."

"Terus apa?" sentak Sava.

"Bang Afka mau tahu kenapa lo gak cerita sama dia," jawab Azka membuat Sava menggeleng.

"Sama aja lo ngejebak. Lo kira gue suka?" Setelah berucap, gadis itu menoleh pada Afkari, kemudian beralih menatap Azka. "Lo udah terlalu jauh ikut campur," ujar Sava.

"Bang Afka mau perbaiki semuanya, makanya gue minta ketemu terus ajak bang Afka," jelas Azka. Apa salah dia melakukan ini demi keduanya?

Sava tertawa, mengejek Azka yang ikut campur terlalu banyak. Apa tadi katanya? Afkari mau memperbaiki semuanya? Apa yang perlu diperbaiki?

"Lo terlalu banyak ikut campur masalah gue, Ka," ujar Sava kembali membuat Azka menghela napasnya.

"Bukan gitu, Kak."

Choice (END)Where stories live. Discover now