Tiga Puluh Lima

22.4K 852 46
                                    

Baru saja Afkari memasuki rumah, dia sudah disambut dengan tatapan tajam dari ayahnya. Namun, Afkari sama sekali tak peduli, dia melangkah melewati ayah, beserta ibunya dan juga Cantika. Hal itu tentu membuat Nolan marah melihat anaknya yang tak memedulikan keberadaan mereka di ruang tamu.

"Apa seperti ini caramu pulang? Tanpa salam atau menyapa kami di sini," kata Nolan tajam.

Afkari tak menyahut, tetapi hanya melirik sekilas kemudian kembali melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Sayangnya, baru saja Afkari menginjak anak tangga kedua, suara ayahnya kembali terdengar.

"Semenjak kamu tahu semuanya, kenapa sifat kamu jadi seperti ini? Apa sebenarnya yang kamu suka dari perempuan itu?"

Afkari menghela napasnya, dia lelah harus meladeni ayahnya yang sama-sama keras kepala dengannya. Kemarin mereka baru saja habis bertengkar, apa sekarang kembali bertengkar?

"Mas, jangan kasar sama Afka," tegur Bella halus dan lembut.

"Biarkan saja, kamu lihat dia," ucap Nolan seraya menunjuk Afkari.

Bella menatap Afkari dengan tatapan sendu, begitu juga dengan Cantika yang menatap Afkari kasihan karena dimarahi ayahnya.

"Hanya karena perempuan itu, dia jadi seperti ini. Anak kita itu memang perlu dikasih pelajaran," lanjut Nolan membuat Afkari turun dari anak tangga dan menghampiri ayahnya.

Mata kedua pria berbeda usia itu saling bertatap tajam, membuat suasana di ruangan ini terasa mencekam. Cantika bahkan tak berani ikut campur, sementara Bella berusaha melerai anak dan suaminya. Sangat tak baik, bukan, ayah dan anak bertengkar? Bella tak ingin itu terjadi di keluarga mereka.

"Pelajaran seperti apa?" tanya Afkari tajam. Dia juga balas menatap ayahnya tajam.

Hal itu benar-benar menyulut amarah Nolan, membuat Nolan bersiap untuk memukul Afkari, tetapi dengan cepat ditahan oleh Bella. Mana mungkin dia tega melihat anaknya dipukul sekalipun itu yang memukul suaminya sendiri?

Bella menarik suaminya agar menjauh dari Afkari, begitu juga dengan Cantika melakukan hal yang sama pada Afkari. Keduanya sama-sama menjauhkan Afkari dan Nolan, menghindari adanya baku hantam di ruang tamu ini.

Sementara Afkari, tangannya yang ditarik Cantika, membuat dia langsung menghentakan tangan Cantika dengan kasar. Dia tak suka tangannya dipegang oleh Cantika, jelas hal itu membuat Nolan yang melihat perlakuan kasar anaknya langsung naik pitam dan menghampiri anaknya.

Bella tak bisa menahan Nolan, suaminya sudah berada di depan Afkari dan memukul Afkari hingga tersungkur. Wanita paruh baya itu memekik kaget, dia tak pernah melihat Nolan memukul Afkari.

"Dua kali, Ayah. Dua kali Ayah pukul saya karena bela perempuan ini," ujar Afkari menunjuk Cantika yang sejak tadi cuma diam. Pria itu masih setia di tempatnya tadi tersungkur, dia mendudukkan tubuhnya, karena merasa kepalanya berkunang-kunang.

Beda hal dengan Bella yang tak percaya mendengar pengakuan anaknya. Dia sama sekali tak tahu kapan Nolan memukul anaknya. Ibunya Afkari itu menatap suaminya meminta penjelasan, berharap apa yang dia pikirkan itu tak benar. Wajah anaknya yang lebam dua hari yang lalu bukan karena pukulan Nolan.

"Mas, gak benar, 'kan?" tanya Bella.

Nolan tak menjawab, tapi hanya diam saja. Sontak membuat Bella yakin kalau suaminya telah memukul anaknya sendiri.

Cantika yang merasa bersalah pada Afkari, langsung membantu Afkari berdiri. Namun, dengan keras Afkari mendorong Cantika hingga mundur beberapa langkah. Pria itu menatap nyalang pada Cantika.

"Kak, aku cuma mau bantuin," lirih Cantika.

"Bantuin apa? Kamu cuma bisanya nyakitin saya sama Sava. Jangan berlagak baik di depan saya," sentak Afkari.

Cantika menunduk dalam, dia jelas tak sanggup mendengar sentakan Afkari. Tak ada balas dari Cantika, membuat Afkari semakin marah pada gadis itu.

"Asal kamu tahu, sekalipun kamu pernah singgah di hati saya, saya tidak akan pernah kembali sama perempuan seperti kamu, Ratu," lanjut Afkari.

"Afkari!" bentak Nolan.

Bella yang mendengar suaminya membentak Afkari, langsung melayangkan tangannya di pipi Nolan, menampar suaminya karena sudah berani membentak anaknya.

"Sekalipun Afkari salah, aku gak suka dengar kamu bentak anakku. Anakku seperti ini pasti ada alasannya, Afkari gak mungkin bersifat seperti ini kalau gak ada alasannya," tutur Bella. Bella sangat mengenal Afkari, Afkari bisa saja kasar pasa orang apabila orang itu membuat Afkari marah besar.

Bella menghampiri anaknya, membantu anaknya berdiri. Tak seperti saat Cantika tadi berniat menolongnya, Afkari mau berdiri atas bantuan ibunya.

"Saya sakit hati, Ayah. Saya menderita karena Ayah dan Ratu penyebab saya dan Sava batal menikah. Saya bahkan merasa hidup saya udah gak ada artinya," ungkap Afkari membuat Bella terkejut mendengarnya.

Wanita paruh baya itu menatap Afkari dan suaminya bergantian. Apa tadi? Penyebab Afkari dan Sava batal menikah karena suaminya sendiri dan Cantika? Bukankah Sava yang membatalkan pernikahan mereka?

"Maksudnya—" belum selesai Bella berucap, Afkari sudah menyela.

"Ayah minta Sava untuk batalkan pernikahan kami, alasannya karena Ratu lebih baik. Ayah melakukan itu atas permintaan Ratu, benar bukan?"

Bella menggeleng tak percaya. Kenapa suaminya begitu tega pada anaknya sendiri? Dia memang tak menyukai Sava bersama anaknya, tetapi dia sama sekali tak memiliki niat seperti itu. Demi kebahagiaan anaknya, dia menerima segala keputusan anaknya.

Mata Afkari kini memanas, rasa sakit yang dia tahan akhirnya tersalur juga dengan cara menangis. Sekalipun dia seorang pria, dia juga berhak menangis. Hatinya sakit karena ayahnya sendiri penyebab dia menderita. Kenapa harus ayahnya? Kenapa bukan Cantika saja? Kalau Cantika penyebabnya, Afkari tak akan sesakit ini, dia tak akan berkata kasar pada ayahnya.

"Dia gak pantas buat saya, yang lebih pantas itu Sava. Saya cinta sama Sava dan dia juga cinta sama saya," imbuh Afkari dengan suara lirih. Air mata kini membasahi pipinya.

"Ayah gak pernah ngajarin kamu kayak gini," teriak Nolan.

"Tapi perilaku Ayah buat saya seperti ini," balas Afkari berteriak. Kepalanya yang berkunang-kunang sama sekali tak dia pedulikan, dia juga menangis melampiaskan semua rasa sakitnya.

"Saya selalu turutin keinginan Ayah. Kuliah di luar negeri, menggantikan Ayah mengurus perusahaan setelah saya menikah nanti, padahal tahu cita-cita saya itu dosen. Sekarang, apa saya juga akan menuruti keinginan Ayah perihal masa depan saya?" lanjut Afkari. Dia menatap ayahnya sendu, rasanya begitu menyakitkan.

"Ayah cuma mau kamu bahagia, Afkari," balas Nolan. Kali ini, nada suara pria paruh baya itu lirih.

"Kalau mau saya bahagia, harusnya Ayah gak menghalangi saya menggapai kebahagiaan saya, mimpi saya, cita-cita saya," ucap Afkari.

Nolan terdiam seribu bahasa. Apa Afkari tak bahagia? Nolan melakukan segala hal demi anak satu-satunya, tapi kenapa Afkari malah terlihat tak bahagia?

"Ayah tenang saja, sekalipun Ayah penyebab saya menderita, saya gak akan benci Ayah," ungkap Afkari. Pria itu menatap ayahnya sendu, membuat Nolan balas menatapnya dengan tatapan yang tak dapat Afkari artikan.

"Dan kamu Ratu, saya sangat membenci kamu. Kamu pemeran utama dalam penderitaan saya," pungkas Afkari.

***

Siapa yang nyesek baca ini?😝

Jadi Afkari emang sesakit itu. Author pengen nangis 🥲

Gimana pendapat kalian sama part ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang