Tiga Puluh

21.8K 696 107
                                    

Afkari berdecak kesal bukan hanya sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali, sampai membuat Azka yang ada di depannya tak nafsu melanjutkan makannya. Suara decakan kesal dari Afkari membuat Azka juga ikut kesal.

Mood sepupunya ini sedang tak baik, dapat Azka lihat sejak tadi dia mengajak kakak sepupunya untuk makan di kantin fakultas ilmu Hukum, hingga makanan mereka tak lama lagi habis, mood Afkari masih saja jelek. Azka jelas kesal.

"Kenapa sih, Bang? Gue gak nafsu makan gara-gara lo," ucap Azka kesal. Dia sampai mendelik tajam pada kakak sepupunya itu.

"Sava menghindari saya," jawab Afkari.

Azka memutar bola matanya malas mendengarnya. Kenapa masalah Antara Afkari dan Sava tak ada akhirnya? Kemarin Sava marah karena tak mau jujur, sekarang Sava menghindari Afkari. Kapan keduanya mau sama-sama terbuka? Afkari dan Sava sama-sama keras kepala, tetapi keduanya sama sekali tak sadar. Kalau tak ada yang mengalah lebih dulu, sampai seterusnya mereka akan tetap seperti ini, padahal Azka yakin keduanya masih saling mencintai.

"Coba deh, Bang, egonya diturunin dikit. Coba lo jujur sama dia, barangkali dia bisa jujur sama lo," kata Azka.

"Jujur tentang apa? Justru dia yang bohong sama saya," balas Afkari.

Hal itu tentu membuat Azka kesal. Apa Afkari tak sadar kalau dia juga menyembunyikan perihal Ratu pada Sava? Sampai sekarang, sepertinya Afkari tak bercerita kalau dia memiliki mantan kekasih pada Sava.

"Ratu. Lo harus cerita sama dia," kata Azka mengingatkan Afkari.

"Apa itu penting?"

What the hell?! Azka rasanya ingin sekali menghajar wajah kakak sepupunya yang menganggap hal seperti itu tak penting. Saling terbuka pada pasangan adalah hal yang penting agar hubungan bisa berjalan dengan lancar. Kalau salah satunya tak ada yang terbuka, maka satunya akan mengikuti juga. Sekarang terbukti, kan? Afkari tak pernah terbuka dengan Sava, membuat Sava ikut juga tak terbuka.

"Dalam hubungan, saling terbuka itu penting. Kalau mau hubungannya langgeng, ya, saling terbuka. Jangan diam-diam dan berujung menyesal," tutur Azka mengingatkan Afkari bahwa saling terbuka dalam hubungan itu penting.

"Iya, kamu betul. Hanya saja, saya masih gak habis pikir sama Sava, kenapa dia sembunyikan alasan membatalkan pernikahan kami kalau yang meminta itu papanya? Dia bisa bicara sama saya, sikapnya yang diam seperti ini malah membuat saya sakit hati," jelas Afkari. Dia ingat kemarin bagaimana marahnya Sava saat dia menuduh papanya yang menyuruh membatalkan pernikahan mereka.

Dilihat dari papanya yang meminta dia untuk menjauhi Sava, Afkari sangat yakin kalau dalang dari semuanya adalah papa Sava.

Namun Azka, mendengar perkataan Afkari, seketika menatap Afkari. Apa tadi? Papa Sava yang menyuruh Sava membatalkan pernikahan mereka? Azka tak salah dengar, kan?

Nava bilang, yang menyuruh Sava untuk membatalkan pernikahan adalah ayah Afkari. Azka jelas lebih percaya pada Nava, apalagi saat mendengar penurunan Nava yang menyayangi Sava.

Namun, untuk memastikan kebenarannya, Azka pun bertanya, "Itu beneran atau lo asal tuduh, Bang?"

"Papa Sava datang ke saya, dia suruh saya buat jauhin Sava. Bukannya itu benar? Papa Sava yang menyuruh Sava untuk membatalkan pernikahan kami."

Dari penuturan Afkari, Azka sudah dapat mengetahui kalau Afkari asal menuduh papa Sava. Dugaan Azka, Sava menjauhi Afkari karena Afkari asal menuduh begitu saja.

"Gila lo, Bang."

Afkari melotot tak percaya mendengar Azka yang mengatai dia gila. Mulut Azka sepertinya perlu disekolahkan.

"Bukan papanya Sava yang nyuruh Sava, tapi ayah lo sendiri, om Nolan," ungkap Azka sudah begitu gregetan.

Azka sebenarnya masih belum mau menceritakan pada Afkari, dia masih ingin mencari tahu alasan ayah Afkari meminta Sava membatalkan pernikahan, dan alasan Sava menyembunyikan dari Afkari. Dia ingin mengetahui semuanya sebelum menceritakan pada Afkari. Sayangnya, Afkari yang asal menuduh dan bisa saja menimbulkan kebencian pada orang yang tak bersalah, membuat Azka langsung menceritakan pada Afkari.

"Asal nuduh kamu. Gak baik," tegur Afkari.

"Bukan asal nuduh. Nyatanya emang penyebab kalian batal karena om Nolan. Nava sendiri yang cerita sama gue."

Nava? Afkari mengingat sekitar seminggu atau dua minggu yang lalu Azka meminta nomor Nava padanya. Pria itu menatap sepupunya dengan tatapan bertanya, benarkah?

Azka yang tahu maksud dari tatapan Afkari, dia pun mengangguk membenarkan. Yah, sekalipun Nava bercerita karena keceplosan waktu itu.

"Sejak kapan kamu tahu?" tanya Afkari. Bibir pria itu bergetak, dia merasa bersalah karena telah asal menuduh begitu saja. Apa yang sudah dia lakukan pada Sava kemarin?

"Cukup lama. Gue udah coba tanyain sama Nava detailnya, tapi dia gak mau cerita. Nava gak mau nyakitin kakaknya," tutur Azka membuat Afkari menjambak rambutnya kesal. Pria itu merasa bersalah pada Sava.

Ayahnya ternyata penyebab mereka batal menikah. Apa sebenarnya yang ayahnya pikirkan?

***

Pukul tujuh malam, setelah Nava baru saja makan malam bersama keluarga, dia mendapatkan pesan dari Azka yang meminta bertemu di tempat kemarin mereka bertemu. Nava jelas kesal, dia yakin kalau Azka ingin dia menceritakan semuanya tentang kakaknya.

Pria itu tak mau, dia tak mau kembali membuka luka lama kakaknya. Melihat kakaknya yang sudah baik-baik saja sekarang dan terlihat bahagia, membuat Nava senang, hal seperti itu yang juga diinginkan keluarganya.

Ponselnya kembali berbunyi, kali ini ada panggilan masuk dari Afkari. Memang, dia masih menyimpan nomor mantan calon suami kakaknya itu, yang ternyata masih aktif sekalipun sudah dua tahun lamanya dia tak bertemu dengan Afkari.

"Kenapa? Mau buat kakak gue sakit hati lagi?" todong Nava begitu saja tanpa mengucapkan salam ataupun sapaan pada Afkari yang sudah dua tahun tak berbicara padanya.

"Saya mau ketemu sama kamu. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan."

Nava memutar bola matanya malas, sepertinya Azka sudah menceritakan pada Afkari, maka dari itu Afkari meminta untuk bertemu.

"Bokap lo tahu lebih banyak daripada gue, kenapa lo malah minta gue cerita?"

Demi apapun, Nava tak mau menceritakan pada Afkari, dia tak mau menyakiti hati kakaknya. Keceplosan kemarin pada Azka saja, Nava sudah merasa bersalah pada Sava, dan sekarang orang di seberang sana memaksanya untuk menceritakan semua.

Pria itu tak mau melakukan kesalahan kedua kalinya. Sudah cukup kemarin dia keceplosan dan tidak lagi untuk menceritakan pada Afkari, biarlah Afkari bertanya pada ayahnya secata langsung.

"Saya mohon, Nava. Hanya kamu satu-satunya harapan saya, saya gak akan bilang pada Sava kalau kamu yang cerita," pinta Afkari berharap Nava mau bertemu padanya.

"Lo harus tahu satu hal, alasan gue gak mau cerita, karena gua gak mau nyakitin kakak gue. Sava cukup menderita karena ayah lo. Untuk lebih jelasnya, lo lebih baik minta ayah lo cerita, dia tahu banyak hal, termasuk alasannya minta Sava untuk batalin pernikahan kalian," pungkas Nava menutup panggilan secara sepihak.

Amarah pria itu ada di ubun-ubun saat ini, tetapi dia mencoba untuk menahannya. Kalau saja ada Afkari di depannya saat ini, Nava akan menghajar Afkari hingga babak belur, agar Afkari sadar bahkan tingkahnya bisa saja menyakiti Sava.

***

Holaaa

Aku update 😚

Sayang banget sama Nava pokoknya. Dia bahkan gak mau bikin kakaknya sakit hati. Luvv luuv buat Nava 💖💖

Hari ini sebenarnya aku gak update lagi, karena lagi kurang sehat. Tapi ingat kemarin gak update, jadinya maksain diri buat ngetik. Maafin kalau banyak typo, walau sebenarnya di setiap part juga banyak typonya😆

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)On viuen les histories. Descobreix ara