Dua

34.9K 1.3K 13
                                    

"Sava Orlin."

Nama Sava dipanggil oleh operator Akma, membuat Sava bangkit dari duduknya. Gadis itu saat ini tengah berada di Akma fakultas, membuat surat keterangan judul skripsi dan surat keterangan pembimbing.

"Surat pengajuan judulnya sudah diperbanyak?" tanya operator Akma tersebut.

Sava menggeleng, lalu berkata, "Belum, Bu. Perlu diperbanyak lagi, Bu?"

"Perlu itu, nanti ini sebagai arsipan akma, sekjur, terus sebagai lampiran skripsi nantinya," jelas operator Akma tersebut membuat Sava mengangguk mengerti.

Gadis itu langsung mengambil surat pengajuan judulnya berlalu dari Akma fakultas. Tujuannya saat ini adalah memperbanyak surat pengajuan judulnya kemudian memberikan pada Akma jurusan dan sekretaris jurusan. Sava tak tahu seperti ini prosesnya, dia kira hanya sekadar menyetor surat pengajuan judulnya kemudian menunggu surat keterangan keluar. Ternyata perlu memberikan arsipan juga pada sekretaris jurusan dan disimpan untuk keperluan lampiran skripsi.

Kala dia berlalu dari loket akma jurusan, Sava langsung menghampiri ketiga temannya yang sibuk memainkan ponsel masing-masing. Terlebih lagi dengan Fahri yang Begu berisik bermain game.

"Ka, temenin gue, boleh?"

Perhatian ketiga temannya teralihkan dan langsung menatap pada Sava. Cantika yang dimintai pertolongan oleh Sava malah mengernyit heran.

"Ke mana?" tanya Cantika.

"Mau fotokopi surat pengajuan judul," jawab Sava. "Ayo cepetan! Sebelum Akma tutup jam dua belas."

Cantika tak protes, tak juga menolak. Sava sering menemaninya kemanapun dia mau, masa dia tak mau? Cantika pun langsung bangkit dari duduknya, menitipkan tas beserta ponselnya pada Adriana dan Fahri, tak lupa juga sahabat Sava itu mengambil kunci motornya karena mengingat hanya motornya yang bisa keluar dari tempat parkir.

"Ya udah, ayo. Jangan lama-lama," ajak Cantika.

Kedua gadis itu pamit pada Adriana dan Fahri untuk ke tempat fotocopy, memperbanyak surat pengajuan judul Sava. Kurang lebih sepuluh menit menuju tempat fotocopy, keduanya pun telah sampai.

Hal yang paling Sava dibenci di tempat fotocopy adalah mengantri. Yah, walaupun seperti itu, dia tak bisa menerobos begitu saja sekalipun dia sangat perlu. Sembari menunggu, Sava dan Cantika memilih untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Sejenak keduanya diam, sampai Cantika mulai membuka pembicaraan.

"Jadi gimana?"

Sava mengernyit heran, dia menatap Cantika dengan tatapan tak mengerti.

"Gue gak ngerti," ujar Sava.

"Gimana perasaan lo pas tahu kalau pak Afkari yang jadi dospem lo?" tanya Cantika lagi.

Di antara ketiga sahabat Sava, hanya Cantika-lah satu-satunya tempat Sava curhat lebih dalam. Cantika lebih banyak tahu tentang Sava dibandingkan Adriana dan Fahri.

"Gue gak tahu, gue khawatir dia mau balas dendam. Yah, walau sebenarnya gue gak pantas berpikir seperti itu, pak Afkari orang yang profesional," jawab Sava.

"Lo harus jaga jarak dan jaga sikap, Va. Jangan sampai lo buat pak Afkari marah atau nilai lo bakal merah saat sempro atau sidang nanti," peringat Cantika.

Sava mengangguk dan berkata, "Gue usahain. Gue juga gak mau berurusan lebih lama sama pak Afkari."

"Pokoknya kalau dia minta balik, jangan diterima. Gue bakal bantuin lo buat nyusun proposal skripsi nanti."

Sava mengangguk dan tersenyum kecil. Cantika memang baik, saking baiknya, membuat Sava sempat terpana melihat sahabatnya. Menurut Sava, Cantika terlihat keren.

***

Surat keterangan judul dan surat keterangan pembimbing Sava telah selesai dibuat, sekarang gadis itu akan meminta tanda tangan dekan fakultas Ilmu Hukum, nomor surat, serta cap. Hal pertama yang akan dilakukan adalah meminta tanda tangan dekan fakultas, tetapi karena waktu istirahat telah tiba, alhasil Sava menitipkan map berisi surat keterangan tersebut pada asisten dekan yang mejanya memang ada di depan ruangan dekan.

Setelahnya gadis itu juga beristirahat bersama ketiga temannya di kantin fakultas.

"Capek banget, anjir. Gue kira gak banyak yang bakal diurus," keluh Sava seraya mengaduk-aduk es jeruknya.

"Habis ini SK judul sama pembimbing diperbanyak, terus sebagai arsipan bagian umum, Subag Akma, lo juga perlu setor ke Akma, dan setor ke rektorat bagian umum," jelas Adriana seketika membuat Sava melotot.

"Kaki gue copot lama-lama kalau kayak gitu," sungut Sava.

Mendengar kata arsipan dan perbanyak membuat Sava membayangkan kakinya yang naik turun tangga. Ruangan bagian umum ada di lantai dua, sementara ruangan Subag Akma ada di lantai tiga bersama dengan ruang dekan. Hari ini bukan cuma sekali Sava naik turun tangga. Setelah istirahat nanti, bukan hanya sekali Sava akan naik turun tangga.

"Rektorat tiga lantai pakai lift, masa gedung fakultas tiga lantai gak pakai lift? Capek, anjir," keluh Sava lagi.

"Nikmatin aja, gak kerasa juga nanti semuanya selesai." Fahri menimpali, dia yang sudah merasakan apa yang dikeluhkan Sava mengatakan hal seperti itu. Mengeluh juga tak ada manfaatnya, malah membuat Sava semakin kelelahan saja.

Adriana mengangguk, sementara Cantik sibuk menikmati batagornya. Sava bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.

"Habis ini ke kosan gue, kuy," ajak Fahri. "Kita masak-masak di sana."

Tempat istirahat ketiga gadis itu apabila memiliki banyak pekerjaan adalah kos Fahri, mereka tak masuk sampai ke dalam kamar, hanya di ruang tamu saja. Kadang kala mereka akan memasak bersama walau hanya sekadar mi instan.

Sava menggeleng pelan, membuat Fahri yang melihatnya berdecak kesal. Kalau seperti ini, dapat dipastikan Sava tak bisa ikut karena sibuk dengan UKM kampus. Di antara mereka berempat, hanya Sava yang paling jarang kumpul bersama karena mengikuti unit kegiatan mahasiswa.

"Gak bisa gue, sore ini ada rapat persiapan penerbitan majalah kampus," ucap Sava.

Sava itu merupakan mahasiswa kura-kura, kuliah-rapat kuliah-rapat. Awal semester tujuh kemarin Sava sibuk dengan persiapan penerimaan calon anggota baru UKM Lembaga Pers Mahasiswa, kemudian memasuki semester delapan, Sava sibuk dengan persiapan penerbitan majalah kampus pertama.

"Lah, bisa lagi dia," kata Adriana.

"Sorry, gue gak bisa." Sava mengucapkan maaf dengan penuh penyesalan. Memang dia sangat jarang berkumpul dengan ketiga temannya ini, semuanya karena kesibukan sebagai anggota Lembaga Pers Mahasiswa.

"Gak pa-pa, Va. Gue memaklumi. Asal Lo harus ingat apa yang gue bilang tadi di tempat fotocopy. Jaga jarak kalau ketemu sama pak Afkari."

Sava tersenyum kecil, Cantika satu-satunya yang mengerti. Gadis itu mengangguk cepat, dia selalu mendengarkan apa yang Cantika katakan, jaga jarak dengan Afkari.

Selama pisah dengan Afkari, Sava selalu mencoba menghindari Afkari. Alhasil, kurang lebih enam bulan, Sava dan Afkari tak pernah bertatap muka.

"Kenapa harus jaga jarak? Toh, pak Afkari sama Sava juga udah gak punya hubungan apa-apa," kata Fahri bingung mendengar ucapan Cantika.

Bukankah itu terlalu berlebihan? Fahri sering kali mendengar Cantika menyuruh Sava untuk menjaga jarak dengan Afkari, seolah-olah Afkari tak boleh bertemu dengan Sava.

"Biar pak Afkari gak macam-macam sama Sava, Bang. Dia itu pasti sampai sekarang masih sakit hati karena Sava," ujar Cantika.

***

Part dua selesai dong 😚

Masih permulaan, jadi jangan terlalu tegang.

Pada ngerasain gak, ada yang gak beres dari Cantika?🤣

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Choice (END)Where stories live. Discover now