Sebelas

23.9K 841 3
                                    

Azka menggeleng tak percaya setelah mendengar cerita dari kakak sepupunya ini. Afkari menceritakan perihal dia yang mengantar Sava pulang dan langsung mengajak Sava kembali.

Jelas hal itu akan membuat Sava malah semakin menjauhi Afkari kalau langsung to the point. Azka menggeram kesal, dia menjambak rambutnya, niat hati ingin membuat keduanya kembali dekat, malah berujung kembali jauh karena Afkari sendiri.

"Kok lo bego banget sih, Bang? Berjuang sih, boleh, tapi bukan malah langsung ngomong kayak gitu. Pelan-pelan," tutur Azka membuat Afkari hanya mengangkat bahu tak peduli.

"Terus gimana?" lanjut Azka bertanya.

"Sava cuma banyak diam," jawab Afkari.

Pria itu menghela napasnya, Afkari begitu kaku, membuat sifatnya itu malah menjadi bumerang baginya. Hal itu yang sering dikeluhkan Sava dulu saat masih menjalin hubungan dengan Afkari, Afkari kaku. Kalau dibilang cuek, Afkari tak begitu cuek, apalagi dengan Sava yang hampir dua puluh empat jam mendapatkan perhatian dari Afkari. Hanya saja, sepupunya Azka itu kaku dalam segala hal, kecuali mendidik. Contohnya seperti sekarang, strategi Azka ingin mendekatkan mereka kembali malah hancur karena Afkari langsung to the point.

"Jelas Sava cuma banyak diam, Bang, langsung lo todong," ucap Azka.

"Kalau gak kayak gitu, dia gak akan tahu saya masih punya perasaan sama dia," balas Afkari membela diri.

"Tapi ujung-ujungnya bakal sama kayak dulu, kak Sava bakal jauhin lo lagi. Mungkin kali ini lo beruntung karena dia jadi mahasiswa bimbingan lo."

Azka tak habis pikir dengan Afkari. Harusnya Afkari bisa sedikit bersabar, selain Afkari ingin Sava kembali padanya, pria itu juga ingin mengetahui alasan jelas Sava kenapa membatalkan pernikahan mereka secara tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya, padahal saat itu mereka baik-baik saja. Afkari ingin mengetahui semuanya, dia masih tak menerima alasan Sava yang hanya ingin fokus kuliah dan mengejar karir, padahal mereka sudah sepakat sebelum persiapan pernikahan mereka dilakukan.

"Kak Sava orangnya emang gampang bohong, tapi susah untuk disuruh jujur. Jangan bikin dia jauh lagi, setidaknya itu kesempatan yang lo pakai untuk deketin dia lagi."

Afkari mengangguk paham. Dia sudah dua kali menjalin hubungan asmara, tetapi masih juga belum handal dibandingkan Azka yang sering ditolak oleh gadis pujaannya. Pria itu nyaman bercerita pada Azka, selain nyaman, alasan lainnya karena Afkari tak bisa membahas perihal Sava pada ibu ataupun ayahnya. Semenjak Sava membatalkan pernikahan mereka tiba-tiba bahkan secara sepihak, ibu Afkari tak mau mendengar nama Sava, begitu juga dengan ayahnya hingga berkali-kali menjodohkan Afkari dengan anak dari sahabat-sahabatnya.

***

Suara ketuk dari luar kamar Sava membuat si empunya kamar langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan revisi proposalnya sejenak. Gadis itu mendapatkan mamanya yang membawakan dia segelas coklat panas juga  biskuit beserta buah-buahan di nampan.

"Boleh kita bicara, Sava?" tanya Rafika—mamanya Sava.

Sava mengangguk, dia membuka lebar pintu kamarnya dan mempersilakan mamanya masuk. Rafika yang mendapatkan izin dari sang empunya kamar, langsung masuk dan meletakkan nampan di meja belajar Sava, sementara dia sendiri langsung duduk di ranjang Sava.

Kalau mamanya sudah seperti ini, Sava yakin hal yang telah dia perbuat sehingga membuat mamanya marah. Tak mau membuat Rafika semakin marah, Sava mendudukkan dirinya di samping mamanya, seraya menunduk takut.

"Mama harap tadi Mama salah lihat, kamu gak pulang sama Afka, 'kan?"

Seketika gadis itu mendongak menatap wajah mamanya, terlihat jelas kalau mamanya itu tengah marah padanya. Semenjak pernikahan Sava dan Afkari batal, mama Sava jadi begitu anti dengan Afkari, bahkan hanya sekadar melihat Afkari saja dia sudah marah, padahal Afkari sama sekali tak memiliki salah apapun.

Choice (END)Where stories live. Discover now