Part 41 - Back to Albuquerque

61 21 0
                                    

Perlawanan itu berlangsung selama 30 menit. Maggie bahkan sampai kewalahan karena zombi yang berdatangan tanpa henti. Walaupun kelelahan, ia tetap bertarung bak seorang profesional di tengah lautan mayat hidup.

Begitu juga dengan Lucien dengan pakaiannya yang sudah basah oleh keringat. Ia mengomel kesal karena lawan mereka tidak habis-habisnya. Savan di dekatnya bahkan bertarung sebentar lalu mengirup inhaler agar ia tetap bisa berguna bagi kelompok.

"Sial! Kurang ajar! Habislah kalian!"omel Lucien dengan kekesalan yang memuncak. Ia tidak peduli dengan darah yang menciprat ke wajahnya. Ia hanya ingin pertarungan ini cepat selesai.

Asterin sudah tidak lagi menangis. Matanya kini memancarkan amarah setiap menghajar lawannya. Ia berteriak kencang dalam pertarungannya. Asterin tidak terlihat seperti dirinya yang manja dan cengeng, ia kini sebagai Asterin sang ahli nunchaku yang tidak kenal takut. Namun semoga saja saat tidak dalam arena pertempuran, ia tidak manja lagi.

"Apa kita tidak bisa meledakkan mereka semua?!"seru Maggie pada Renelle di sebelahnya.

"Kita tidak boleh meledakkan kawasan perumahan dengan penghuninya!"Renelle balas berseru. "Aku juga bingung kenapa zombi-zombi ini menyerang di kawasan perumahan seperti ini!"Renelle bahkan sudah tidak peduli jika watak ramahnya terhapuskan saat sedang melawan musuhnya.

Pasukan tentara juga tidak kalah dalam menyerang lawan yang muncul dari arah lain. Walaupun mereka menggunakan senjata api, mereka tetap kesal karena lawan mereka tumbang setelah dua sampai tiga kali tembakan.

Hope berlari dari atap rumah, berteriak kepada yang lainnya untuk segera menyingkir. "Semuanya menjauh!"serunya menyiapkan banyak sekali panah di genggamannya.

"Menjauh dari sini!"Maggie berseru kepada yang lain. Mereka pun segera mundur menjauhi kerumunan zombi yang berjalan cepat mengejar mereka.

Hope di atas sana bersiap dengan panahnya. Maggie serta yang lain tidak tahu apa rencananya. Mereka menunggu sampai Hope melakukan aksinya.

"Kenapa lama sekali?"Lucien menggerutu, lawan mereka sudah mulai mendekat, tersisa beberapa meter.

"Terus mundur, Len!"seru Maggie saat melihat kode tangan yang diberikan Hope. Mereka pun terus mundur sampai bergabung dengan pasukan tentara.

"Kenapa kalian mundur?"tanya salah satu prajurit muda. Matanya tetap terfokus pada lawan di sebelah kanan.

"Tunggu saja."jawab Maggie. Ia bahkan tidak tahu rencana Hope.

Beberapa detik kemudian, Hope menembakkan hujan panah ke arah kerumunan zombi yang berjarak rapat. Tidak hanya dua atau tiga, namun dalam sepersekian detik, Hope dapat menembakkan lusinan anak panah dalam beberapa kali tarikan dari busurnya. Panah tersebut tepat sasaran dan seketika meledak beriringan. Ledakan tersebut tidak berdampak pada rumah-rumah warga di dekat mereka, hanya terkena getaran yang melalui tanah. Sekejap lawan mereka berguguran dan langsung tumbang saat itu juga tanpa sisa.

Baik Savan, Maggie, dan yang lainnya melongo kaget. Kekuatan ledakan dari panah Hope ternyata langsung menyapu bersih semua zombi di depan mereka yang berjumlah puluhan. Pasukan tentara pun hampir selesai memuntahkan timah panas dari senjata mereka. Tampaknya perlawanan siang ini dimenangkan mereka.

Hope pun turun dari atap rumah dengan melompat dan melakukan pendaratan mulus dengan kedua kakinya yang langsung menapak aspal. Wanita itu mendekati yang lainnya dengan wajah cemas.

"Kalian baik-baik saja?"Hope berusaha mengatur napasnya. Sepertinya melakukan serangan seperti tadi sangat menguras tenaga. Mustahil seorang manusia biasa bisa melakukan serangan cepat dalam sepersekian detik kecuali ia sangat terlatih.

The Meliorism: Land of Survivor [END]Where stories live. Discover now