Part 7 - The Dagger

180 36 2
                                    

Mobil Lucien kembali melaju di jalanan kota yang lengang dan sepi. Tidak ada terdengar lagi sirene dari truk pemadam, mobil polisi, bahkan ambulans. Kepulan asap dari laboratorium pun sudah berkurang dan tidak separah sebelumnya. Saat ini jalur komunikasi terputus lantaran keadaan kota yang sangat kacau. Mereka tidak bisa menghubungi siapa-siapa untuk saat ini. Juga, mereka tidak tahu ada berapa banyak warga yang menjadi korban dan bermutasi menjadi seonggok mayat hidup yang tidak memiliki akal layaknya manusia. Yang mereka lakukan sekarang adalah menuju tempat tinggal Archibald untuk mengambil beberapa barang dan senjatanya.

Keheningan menyelimuti mobil. Tidak ada yang bersuara. Hawa di dalam mobil sangat mencekam dan membuat penumpangnya tidak ada yang membuka mulut. Lucien hanya fokus mengendarai tanpa melirik melalui ekor matanya. Ia tidak ingin bersuara lebih dulu sampai Archibald yang memulai obrolan. Pria besar itu duduk dengan tatapan mengarah ke luar jendela. Ia melipat kedua tangannya, mencoba untuk rileks dan menjauhi pikiran-pikiran negatif. Di kursi belakang, Asterin mencoba untuk tetap tenang dengan membaca majalah yang belum selesai ia baca. Sesekali ia melirik ke sekelilingnya untuk mengetahui situasi. Ia juga sesekali berdeham dan mengembuskan napas, mencoba menarik atensi, namun tidak ada yang menanggapi. Di sampingnya, Maggie masih membaca seluruh bakat dan kelebihan Archibald yang tadi tidak sempat ia baca. Notifikasi baterai lemah sudah tertera di pojok kanan bawah layar, namun tidak membuatnya berniat untuk mematikan laptop. Gadis itu begitu tertarik dengan bacaan mengenai Archibald.

Maggie juga sesekali mengedarkan pandangan. Ia tidak sengaja menangkap ekspresi Archibald yang terpantul di jendela mobil. Tidak terlalu jelas namun ia melihat kemurungan di wajah tentara itu. Ia juga memperhatikan tatapan dari kedua mata Archibald yang sedang memandang keluar jendela. Sebuah tatapan kosong dan hampa. Pantulan matanya di jendela ditangkap jelas oleh Maggie. Tidak ada cahaya, tidak ada sorot mata hangat, terlihat dingin, bahkan lebih dingin dari balok es.

Asterin menyodorkan ponselnya kepada Maggie tanpa menoleh. Gadis itu kemudian meraihnya dan membaca beberapa kata yang diketik Asterin di layar ponselnya.

"Aku tidak yakin usianya 26 tahun. Bayangkan saja, ia bisa bergulat dengan harimau!"

Maggie pun membalas pesan tersebut dengan mengetik di baris baru, kemudian mengembalikannya kepada Asterin.

"Ya.. buktinya kita menemukannya di situs rahasia yang berhasil kubobol, bukan sekadar situs abal-abal yang bebas orang menyuntingnya."

Asterin mengangguk menanggapi ketikan Maggie, ia kemudian meregangkan kedua tangannya. Tubuhnya terasa pegal dan ia juga menguap lebar, beberapa kali, hingga akhirnya Archibald terusik karena dari tadi Asterin sengaja mencari perhatian, entah itu batuk, berdeham, dan sekarang menguap.

"Kau bahkan menguap lebih lebar dari seekor kuda nil."ucap Archibald dengan datarnya.

Baik Lucien maupun Maggie sama-sama saling menoleh. Asterin hanya bisa menahan tawa sekaligus merajuk. Ia berhasil mengusik Archibald yang tadinya melamun ke arah luar jendela. Paling tidak dengan adanya respon dari 'mesin pembunuh' itu, hawa di dalam mobil tidak akan secekam sebelumnya.

"Bagaimana kalau kita mampir sebentar?"saran Archibald. Tepat di belokan jalan di depan sana, terdapat sebuah minimarket yang sepi tanpa ada pengunjung dan penjaganya.

"A-aku tidak yakin. Pertama, kota ini masih dihuni zombi. Kedua, mencuri itu dilarang."sanggah Lucien realistis. Meskipun keadaan kota saat ini berantakan, Lucien tetap berpikir bahwa melakukan hal ilegal di saat seperti ini sama saja dengan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Hei bung."Archibald menepuk bahu Lucien dengan tangannya yang besar. Tepukannya membuat Lucien memajukan tubuhnya saking kerasnya tepukan yang ia rasa, padahal Archibald hanya menepuk tanpa tenaga dalam. "Kau lihat?"tangannya bergerak dari satu arah ke arah lain, memperlihatkan seisi kota yang sepi tanpa penduduk. "Kota ini kosong, maksudku pusat kota ini. Tidak ada siapa pun, hanya mayat bau yang kini berjalan-jalan mencari mangsa. Jika kita tidak mampir, kita tidak akan memiliki suplai makanan. Apakah sampai sini kau paham, tuan-kacamata-bak-pangeran-negeri-dongeng?"Archibald memberi penekanan dan jeda di setiap kata dalam julukannya kepada Lucien.

The Meliorism: Land of Survivor [END]Where stories live. Discover now