Part 10 - New Day

136 27 0
                                    

Setelah makan malam usai dan rapat singkat dengan Archie, Maggie kembali ke teras balkon untuk terus mengamati lingkungan sekitar. Ia lebih memilih untuk berkutik dengan teropong dan laptopnya ketimbang hanya duduk bersantai menunggu adanya bala bantuan dari pasukan tentara. Bukan bermaksud apa, tapi sejak kejadian saat mereka diserang di minimarket, Maggie terlihat menjadi lebih pendiam dan tidak lagi melontarkan ucapan-ucapan yang menyebalkan atau sekadar untuk bercanda. Ekspresinya pun juga lebih datar dan matanya tidak secerah sebelumnya. Asterin menyadari hal itu namun ia tidak menggubrisnya karena ia paham sifat Maggie yang seperti itu lebih baik didiamkan saja, hitung-hitung meredakan segala emosinya.

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Matahari sudah terbenam sejak setengah jam yang lalu walaupun tertutupi oleh sekumpulan awan hitam yang masih saja belum menumpahkan rintik air. Saat musim panas, matahari akan lebih cepat terbit dan lebih lambat terbenam.

Asterin berinisiatif untuk menyiapkan minuman hangat dan beberapa makanan ringan lainnya untuk tiga orang yang kini sibuk dengan kegiatan mereka. Tampak Archie yang kini sedang menjelaskan berbagai jenis senjata kepada Lucien. Pembicaraan mereka tampak rumit apalagi Lucien juga ikut melibatkan berbagai macam jenis kata ilmiah untuk berbagai jenis bahan dasar peledak dan juga peluru yang digunakan. Mereka berdua terlihat sangat serius bahkan lupa bahwa Archie sebelumnya sangat sering membuat Lucien ketakutan karena perlakuan dan perkataannya.

Gadis itu meletakkan nampan berisi cangkir dan teko berisi teh hangat dan juga makanan ringan. Ia juga mengintip dari pintu balkon, melihat Maggie yang juga tampak serius dengan laptopnya. Akhirnya Asterin pun memilih untuk ke balkon dan menemani Maggie dari pada hanya diam tidak tahu apa yang mau dilakukan.

"Maggie?"panggil Asterin dengan pelan. Matanya tertuju kepada layar laptop yang kini menyala dan menampilkan pergerakan dari kamera CCTV. Maggie hanya bergumam tanpa menoleh. Kedua tangannya menari-nari di atas keyboard, mengetik sesuatu. Asterin pun menghampiri untuk melihat apa yang dikerjakan oleh Maggie.

"Apa yang kau temukan?"tanyanya karena tidak melihat sesuatu yang berbeda selain kumpulan zombi yang berlalu-lalang di jalanan.

Maggie tidak menjawab. Gadis itu masih berkutik mengetik sesuatu yang Asterin sendiri tidak mengerti. Ia sendiri tidak menyangka bahwa Maggie memiliki keahlian di bidang teknologi.

Pusat kota terlihat lebih gelap dan hanya beberapa tempat saja yang lampunya menyala secara otomatis. Dari kejauhan, mereka masih bisa melihat ada cahaya di luar portal keamanan, menandakan bahwa para warga kemungkinan masih ada di sana. Maggie hanya bisa berharap para zombi itu tidak menyerang keluar gerbang, akan sangat bahaya dan dampaknya lebih buruk lagi.

"Ngomong-ngomong, kau tidak menghubungi orang tuamu?"tanya Asterin di sela-sela kesibukan Maggie. Sejak sore ia tidak melihat gadis itu menghubungi seseorang, membuatnya sedikit bingung dan cemas.

"..tidak."jawabnya singkat. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, namun membuat Asterin sedikit cemas karena tidak biasanya Maggie tidak menghubungi orang tuanya apalagi di situasi yang saat ini berbahaya.

"Bagaimana denganmu?"Maggie bertanya balik.

Asterin mengedikkan bahunya. Maggie melirik melalui ekor matanya, lalu mengangguk paham dengan maksudnya. Kedua gadis itu memiliki nasib yang sama dan nahas. Kedua orang tua mereka tidak lagi tinggal bersama dan mereka juga lebih sering berkomunikasi dengan sang ibu walaupun sangat jarang karena kesibukan pekerjaan. Maggie merasa bersyukur bisa bekerja di luar kota, jauh dari rumah, paling tidak ia bisa mengurus dirinya sendiri. Ibunya terlalu sibuk dengan pekerjaan bahkan hingga lupa waktu.

"Aneh sekali."gumam Maggie tanpa menoleh. Asterin menaikkan sebelah alisnya. "Maksudmu?"

Maggie meregangkan kedua tangannya dan menguap. Ia memperbaiki posisi duduknya kemudian berbalik menghadap Asterin. Gadis itu terkekeh kecil dan juga menghela napas. "Ada apa dengan kita berdua ini?"Maggie memegang kepalanya. "Pantas saja kita berteman."

The Meliorism: Land of Survivor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang