Part 27 - Behind The Darkness

100 22 1
                                    

Selama di perjalanan kembali ke rumah persinggahan mereka, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Andrew mengendarai mobil SUV milik Lucien dengan tenang. Di sampingnya ada Maggie yang membersihkan belatinya dari cipratan darah para zombi. Di kursi belakang, Lucien dan Asterin tampak diam dan tidak berbicara apa-apa selain deru napas mereka yang terdengar lumayan keras.

Di mobil Ford Raptor di depan, Ricky mengendarai kendaraan tersebut dengan diselimuti hawa gugup karena sejak tadi Archie terus-terusan memberinya nasehat dengan tatapan intimidasi. Savan yang berbaring di kursi belakang hanya bisa menghela napas mendengar Archie yang terus-terusan berbicara mengenai banyak hal yang bersangkutan dengan kepribadian seorang prajurit. Untung saja asma Savan tidak kambuh lagi, jika iya, mungkin ia akan pindah ke mobil satunya.

Setibanya di rumah yang mereka tempati, Maggie dan Asterin langsung menuju dapur dan memasak sarapan untuk mereka semua. Walau sekujur tubuh Maggie seakan remuk, gadis itu tetap aktif seperti biasa.

"Hei."tegur Archie pada Lucien yang meluruskan kedua kakinya di atas sebuah sofa dengan sandaran. Archie kemudian menyodorkan sebuah kotak berukuran besar yang isinya beraneka jenis obat-obatan.

"Aku mencarinya tadi dan menemukannya di sebuah rumah seorang dokter bedah. Aku yakin di dalamnya ada obat yang kau perlukan."kata Archie seraya memalingkan wajah.

Lucien terkekeh pelan mengetahui pria besar itu ternyata inisiatif mencarikan perlengkapan obat-obatan untuk dirinya. Saat membukanya, ia tercengang ternyata obat yang ia perlukan ternyata begitu lengkap.

"Man, thank you so much."ucap Lucien lalu hanya disahut dengan dehaman Archie.

Seusai menyantap sarapan pagi ini, mereka memilih untuk beristirahat sembari berbincang sebelum melanjutkan perjalanan mereka sesuai arahan Archie. Pria itu menyendiri di teras rumah dengan sebungkus rokok yang ia bawa. Pemandangan tersebut sudah tidak asing, namun kali ini terasa berbeda dari biasanya.

"Ada apa?"tanya Maggie saat Savan melihat Archie dengan pandangan sedikit berbeda.

Pria itu menggeleng sembari melipat tangannya. "Apa ia belakangan ini seperti itu?"tanya Savan datar.

"Kami baru mengenalnya beberapa hari, entahlah mungkin efek dari kematian orang-orang terdekatnya."

"Jadi apakah tunangannya..."

"Ya, dia bermutasi dan akhirnya dibunuh olehnya."

"Sial."ujar Savan menahan emosinya. "Kau tahu, aku baru saja mendapat undangan acara tunangannya sehari sebelum kejadian ini."lanjut Savan.

"Apa kau mengenal tunangannya?"tanya Maggie penasaran.

"Tidak terlalu kenal, yang aku tahu dia berusia 24 tahun, seorang mahasiswi Harvard, namanya Helga Hazelwind."

Kedua mata Maggie membulat lebar setelah mendengar jawaban dari Savan. Keningnya mengkerut seketika.

"Tunggu, kau bilang Hazelwind?"Maggie kembali bertanya, memastikan telinganya tidak salah mendengar.

"Iya, ada apa?" Savan balik bertanya. Ia melihat raut wajah Maggie sedikit berubah

"Aku mengenalnya. Aku pernah mewawancarainya beberapa bulan yang lalu, saat festival astronomi dan sains antariksa di kampusnya."jawab Maggie sembari mengingat-ingat. "Ia salah satu mahasiswi yang cerdas di kampusnya, sering menjadi pembicara di seminar-seminar internasional."

"Ah, kau jurnalis. Aku baru ingat." balas Savan.

Ucapan itu hanya dibalas dengan anggukan tipis dari Maggie. Ia kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Musim panas saat ini benar-benar membuatnya sering kehausan, namun karena banyaknya kejadian yang tak terduga, rasa haus itu hilang sekejap.

The Meliorism: Land of Survivor [END]Where stories live. Discover now