A - 083

114 2 0
                                    

"Rowena." Suara Julian terdengar dari belakangnya. Rowena berbalik. Ia melihat Julian berdiri menatapnya. Pria itu baik-baik saja.

Rowena berlari ke arah pria itu lalu memeluknya. "Kenapa kau mematikan ponselmu?! Aku sangat mencemaskanmu!"

Julian membalas pelukan Rowena. "Kau mengkhawatirkanku?"

"Tentu saja."

Julian tersenyum.

Aku tidak percaya ini, aku memeluk seorang pria, batin Rowena sambil melepaskan pelukannya.

"Tadi aku sedang meneleponmu. Tiba-tiba mobil di sebelahku melaju kencang menabrak mobil di depannya. Mungkin mereka saling mengejar lalu terjadilah kecelakaan sampai-sampai salah satu mobil mengalami ledakan. Aku langsung mematikan panggilan denganmu dan menelepon ambulans," jelas Julian.

Rowena menghela napas lega.

"Apa kau takut aku mati?"

Rowena terdiam.

Setelah menjelaskan situasi yang dialaminya, Julian mengajak Rowena makan di sebuah restoran.

"Bukannya aku besar rasa, tapi sepertinya kau memang mencintaiku," celetuk Julian.

Rowena mengangguk. "Aku memang mencintaimu."

Julian terkejut mendengarnya. Ia menatap Rowena dengan serius. "Lalu, kenapa kau menolak cintaku, jika kau juga mencintaiku?"

"Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa menjadi pendamping hidupmu," sanggah Rowena.

"Kenapa?"

"Aku sudah tidak perawan, Julian," kata Rowena pelan.

Julian tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Aku tidak pantas menjadi pendampingmu. Aku kehilangan kesucianku bahkan jauh sebelum aku dewasa. Itu terjadi dengan sangat mengerikan. Aku bahkan tidak bisa melupakannya," jelas Rowena.

"Apa karena itu kau menolakku?" Tanya Julian.

Rowena tidak berani menatap Julian.

Julian menggenggam tangan Rowena. "Aku tidak pernah memikirkan itu, Rowena. Tetaplah bersamaku dan jadilah pendamping hidupku."

Rowena menatap Julian.

Tersirat ketulusan di mata pria itu. "Menikahlah denganku."

Sementara itu, Erga dan Agatha sedang berada di pantai. Mereka berdua berjalan-jalan menyusuri tepian sambil berbincang. Suasana malam yang dingin tidak membuat keduanya terganggu.

"Malam ini sangat indah, bukan? Lihatlah bintang di langit." Agatha menunjuk ke langit.

Erga mengalihkan pandangannya ke langit yang bertabur bintang. "Iya, malam ini sangat indah."

Agatha tersenyum.

"Tinggal 1 minggu lagi dan kau belum bisa jatuh cinta padaku," kata Erga.

"Tidak usah dipikirkan, kita akan tetap menikah," ucap Agatha.

Langkah Erga terhenti. Agatha juga menghentikan langkahnya. Ia mendongkak menatap Erga.

"Itu tidak adil. Bagaimana bisa kau menikah denganku, tapi kau tidak mencintaiku?" Gerutu Erga.

"Sudahlah, lupakan."

"Jika terus seperti ini, bisa-bisa kita akan merasa canggung saat malam pengantin," celetuk Erga.

Agatha terdiam untuk sesaat. Ia menggeleng pelan. "Kita akan melewati malam pertama tanpa kecanggungan."

"Kau yakin? Aku bahkan tidak bisa menyentuhmu jika kau tidak menginginkannya. Saat aku menciummu saja kau terlihat jijik padaku," celetuk Erga.

"Lalu aku harus bagaimana?" Gerutu Agatha.

"Sekarang lihat aku," pinta Erga.

Agatha menurut. Ia mendongkak menatap Erga.

"Sekarang tutup matamu," ucap Erga.

Lagi-lagi Agatha menuruti permintaan Erga. Ia menutup kedua kelopak matanya.

Erga menggenggam tangan Agatha lalu meletakkannya di dada. "Kau merasakan detak jantungku?"

Agatha mengangguk.

"Aku selalu merasakannya saat berada di dekatmu," ucap Erga.

"Bukankah jantung makhluk hidup memang selalu berdetak?" Tanya Agatha.

"Benar juga," gumam Erga. Pria itu mengoreksi ucapannya, "Maksudku, jantungku berdetak kencang setiap kau berada di dekatku. Aku mencintaimu, Agatha."

"Apakah itu sebuah tolak ukur?" Tanya Agatha.

Erga tampak berpikir. "Tidak juga, sih."

"Jadi, sebenarnya kau mau mengatakan apa?"

🌠🌠🌠

11.19 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now