A - 079

209 10 0
                                    

Agatha dan Erga sedang berjalan menyusuri halaman belakang.

"Katanya lelah," ucap Erga.

Agatha menatap lurus. "Waktumu tinggal 3 minggu lagi. Aku harus mencintaimu."

"Kau benar-benar berusaha," gumam Erga.

Agatha menoleh pada Erga. "Sekarang bukan hanya kau yang berjuang, aku juga. Jadi, jangan menyia-nyiakan hubungan kita. Aku harap kau menjadi pria pertama dan terakhir di hidupku."

Erga tersenyum.

Agatha juga tersenyum. Pandangannya tertuju pada pria berjas hitam yang berdiri agak jauh dari mereka.

Julian, batin Agatha.

"Kau melihat apa?" Tanya Erga sambil menoleh ke arah pandang Agatha.

Namun, Agatha segera menangkup wajah pria itu agar menoleh padanya. Tanpa diduga, Agatha mengecup bibir Erga dengan mata tertutup. Kedua mata Erga membulat lebar. Ia meraih pinggang Agatha dan memeluknya agar lebih dekat padanya.

Sementara Julian yang melihat ciuman itu secara langsung benar-benar terluka. Ia pun pergi.

Erga memundurkan wajahnya sedikit. "Sakit sekali, beginikah caramu mencium seseorang?"

"Barusan hidungku membentur sudut bibirmu, apa masih sakit?" Agatha mengusap sudut bibir Erga.

"Sakit sekali, rasanya ingin dicium lagi," celetuk Erga.

Tanpa diduga, Agatha kembali melakukannya. Erga memperdalam ciuman mereka.

"Sudah." Agatha mendorong dada Erga.

Erga melihat ke sekeliling. "Kenapa kau tiba-tiba menciumku? Bagaimana jika ada yang melihat?"

"Aku sengaja melakukannya karena memang ada yang melihat," ujar Agatha.

"Hah? Siapa?" Tanya Erga.

"Julian."

Erga tampak berpikir. "Tadi dia datang bersama Rowena. Jujur aku merasa senang."

"Iya, mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Bahkan mereka berdua mengucapkan selamat pada kita," timpal Agatha.

Sementara itu, Julian tampak serius menyetir. Di sampingnya ada Rowena. Keduanya tampak sama-sama diam.

Lampu merah menyala.

Julian menghentikan mobilnya. Ia menghela napas berat.

"Jika mereka sudah berciuman dalam keadaan sadar, dalam artian tidak terpengaruh alkohol, artinya mereka benar-benar saling mencintai," kata Rowena.

Julian tersenyum pahit. "Sebenarnya ini sangat menyakitkan. Aku berjuang selama belasan tahun untuk mendapat cinta dari Agatha, tapi dia malah mencintai pria lain. Namun, sebenarnya aku merasa bahagia melihatnya bahagia."

Tanpa sadar, Rowena tersenyum. "Aku rasa dia memang bahagia. Meski pun aku membenci pria itu, aku harap dia bisa membahagiakan Agatha."

"Kau benar," ucap Julian.

Keesokan harinya, Rowena tampak sibuk di lokasi syuting. Ia memerankan seorang tokoh antagonis. Wajah cantiknya yang terkesan tegas sangat mendukung perannya.

Julian tampak berada di lokasi juga. Ia menemani Rowena sambil ngemil keripik singkong. Rowena menoleh padanya. Julian melambaikan tangan. Rowena tersenyum.

Meski pun Julian dan Rowena dekat sebagai sahabat, tapi tampaknya hubungan mereka berjalan baik sesuai dengan keinginan dan harapan Agatha. Tampaknya Rowena juga mulai membuka hatinya.

Selesai syuting, Rowena mengajak Julian ke suatu tempat, yaitu sebuah restoran outdoor di tepi pantai. Pemandangan malam yang indah jika dilihat dari pantai.

Rowena dan Julian tampak menyantap hidangan makan malam yang lezat ditemani pemandangan pantai malam.

"Selamat ulang tahun." Rowena memberikan sebuah kotak berwarna biru gelap diikat pita berwarna merah pada Julian.

"Oh? Kau tahu tanggal ulang tahunku?" Tanya Julian.

Rowena tersenyum. "Agatha yang memberitahuku."

"Wah, apa aku boleh membukanya?" Tanya Julian.

Rowena menggeleng. "Kau boleh membukanya setelah tiba di rumah."

"Terima kasih, Rowena."

🌠🌠🌠

20.34 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang