A - 033

200 8 0
                                    

Rowena keluar dari kelasnya. Ia berjalan gegas dengan beberapa buku di tangannya. Tiba-tiba berpapasan dengan Zeek di belokan koridor. Karena keduanya sama-sama berjalan terburu-buru, tabrakan pun tak terelakan.

Buku-buku di tangan Zeek mau pun Rowena berjatuhan ke lantai. Mereka berdua pun segera mengambilnya dan membereskannya.

"Maafkan aku, aku tidak melihatmu," kata Rowena.

"Maafkan aku juga. Seharusnya aku berhati-hati saat belok di koridor," ucap Zeek.

Agatha pulang ke asrama, yaitu sebuah rumah besar milik kampus tempat Agatha berkuliah yang dikhususkan bagi para mahasiswi yang mendapatkan beasiswa, termasuk Agatha dan Rowena.

Di asrama tersebut, Agatha dan Rowena tinggal di satu kamar bersama dua mahasiswi lainnya. Mereka tidur di ranjang bertingkat seperti asrama pada umumnya.

Saat memasuki kamar, Agatha tidak melihat keberadaan siapa pun di ruangan tersebut. Ia meletakkan buku dan tasnya ke meja belajar miliknya.

Terdengar suara pintu diketuk. Gadis itu pun membukakan pintu. Ternyata seorang gadis berkulit gelap yang datang.

"Theresia?" Tanya Agatha yang tampaknya kebingungan dengan kedatangan gadis itu.

"Rowena bilang mau bertukar kamar denganku," kata Theresia sambil menunjukkan barang-barang yang ia bawa.

Agatha mencerna ucapan Theresia.

"Agatha, kau tidak mau membantuku?" Gerutu Theresia yang melihat Agatha malah bengong.

"Oh, iya, sini aku bantu." Agatha pun membantu Theresia.

Selama beberapa hari Agatha tidak berkomunikasi dengan Rowena. Setiap berpapasan, jangankan bertegur sapa, keduanya akan pura-pura tidak melihat kehadiran masing-masing.

Agatha keluar dari kelasnya. Ia berjalan menyusuri koridor sambil memasang headset ke telinganya.

Seseorang menjatuhkan ponselnya. Agatha mengambil ponsel yang jatuh itu dan menatap punggung pria di depannya yang tak lain pemilik ponsel tersebut.

"Permisi." Agatha menyusulnya.

Pria itu menghentikan langkahnya kemudian berbalik. Ternyata pria itu adalah Erga. Agatha mengembalikan ponsel Erga yang terjatuh. Pria itu menerimanya.

"Ponselmu tadi jatuh," kata Agatha sambil melepaskan headset dari telinganya.

"Oh? Terima kasih." Erga tersenyum tampan.

Agatha mengangguk santun kemudian berlalu. Erga menatap punggung gadis itu.

Dia bahkan tidak terpesona dengan senyumanku. Hmm, menarik, batin Erga.

"Nona, tunggu!" Panggil Erga sambil menyusul Agatha.

Gadis itu menghentikan langkahnya. Ia menatap Erga yang berjalan beriringan di sebelahnya.

"Kau pulang ke arah mana? Biar kuantar pulang," Erga menawarkan jasa.

"Aku tinggal di asrama, jaraknya tidak jauh. Ada di samping bangunan ini," jawab Agatha sambil tersenyum menolak.

Wah, penerima beasiswa rupanya? Dia pasti sangat cerdas dan bukan mahasiswi sembarangan. Tapi, jika dilihat dari penampilannya, dia terlihat seperti orang kaya, bagaimana bisa dia mendapatkan beasiswa? Batin Erga.

Karena mendapatkan tatapan aneh, Agatha mempercepat langkahnya. "Aku duluan, ya."

Erga tetap menyusul. "Oh, kalau begitu... sekali lagi terima kasih, ya."

Agatha tersenyum sembari mengangguk kemudian berlalu.

"Dia jauh lebih cantik di jarak yang sangat dekat. Aroma parfumnya juga menyegarkan," gumam Erga.

Erga, Zeek, dan Ben berada di kantin. Mereka bertiga membahas persoalan mendekati Agatha dan Rowena.

"Bagaimana perkembangannya? Apa kalian sudah bisa mendekati gadis-gadis itu?" Tanya Ben.

"Rowena sepertinya sangat sulit didapatkan. Dia tidak akan jatuh hati padaku semudah itu," ucap Zeek.

"Agatha jauh lebih sulit didekati. Dia bahkan tidak terpesona dengan ketampananku," gerutu Erga.

🌠🌠🌠

17.41 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now