A - 056

134 4 0
                                    

"Lalu bagaimana bisa kau tahu aku diculik? Bagaimana caramu menemukanku?" Tanya Agatha penasaran.

Erga meraih tangan Agatha di mana di jari manisnya terdapat cincin yang ia berikan malam itu. "Mungkin kau akan marah jika aku jujur, tapi... sebenarnya aku memasang alat pelacak di cincinmu."

Agatha sangat terkejut. "A-alat pelacak?"

"Aku tidak berniat begitu, tapi aku mengkhawatirkanmu. Kau tinggal sendirian di sini. Kau tidak memiliki seseorang yang bisa menjagamu. Itulah sebabnya aku melakukan ini. Maafkan aku," kata Erga.

Agatha tersenyum kecil. Ia mengusap rambut Erga dengan lembut. "Terima kasih."

Erga terkejut dengan sikap hangat Agatha yang tidak biasanya seperti itu. Kedua pipi Erga mendadak memanas dan terlihat memerah.

"Aku takut saat melihatmu membawa pistol tadi," ucap Agatha.

Erga tersenyum kaku. "Sebenarnya itu pistol kosong milik bodyguard-ku."

"Pistol kosong? Maksudmu tidak ada pelurunya?" Tanya Agatha memastikan.

"Iya."

Malam itu Agatha tidur di sofa, sementara Erga di karpet tebal di bawahnya.

Keesokan harinya, Rowena pamit pada Agatha. Ia akan pulang ke rumah ayahnya. Bodyguard Erga yang mengantarnya.

"Apa dia baik-baik saja jika pulang?" Tanya Agatha pada Erga.

"Bukankah ayahnya seorang kepala biro? Dia pasti akan aman," ucap Erga.

"Benar juga."

Hari terus berjalan seperti semestinya. Rowena juga tampak baik-baik saja setelah tinggal bersama ayahnya. Sayang sekali Agatha dan Rowena tidak bisa sering bertemu, karena jarak tempat tinggal mereka. Keduanya hanya bisa bertemu di kampus.

Terdengar kabar kalau Franklin masuk penjara. Sementara ibunya Rowena masih dicurigai karena keterlibatannya. Polisi masih melakukan pemeriksaan terhadap wanita itu. Itu semua berkat ayahnya Rowena.

Baik Agatha mau pun Rowena tidak ada yang berniat tinggal lagi di asrama meski pun renovasinya sudah selesai.

Sementara hubungan Agatha dan Erga semakin baik. Meski pun terkadang Erga bersikap aneh dan berlebihan seolah-olah pria itu tahu semuanya tentang Agatha bahkan semua informasi pribadi sekecil apa pun.

Awalnya Agatha mengira jika itu bentuk perhatian yang ditunjukkan Erga padanya.

Hari ini Agatha pulang ke apartemen. Ia tampak begitu lelah. Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke sofa. Pandangannya tertuju ke boneka beruangnya yang besar itu. Agatha melambaikan tangannya.

"Beary, aku lelah sekali," ucap Agatha. Ia terkejut melihat lampu yang berkedip di salah satu mata beruang itu. Awalnya ia pikir itu hanya imajinasinya saja, tapi lampu kecil itu berkedip berberapa kali dalam jarak waktu 30 detik.

Karena penasaran, Agatha mencopot mata bonekanya dan betapa terkejutnya gadis itu melihat kabel yang terhubung dari mata ke badan boneka.

"Apa ini kamera tersembunyi?" Agatha membawa gunting lalu membedah boneka tersebut. Ada penyadap suara di dalamnya. Gadis itu benar-benar syok.

"Apa Erga yang melakukan semua ini?"

Di seberang sana Erga masih memperhatikan layar yang terhubung dengan kamera tersembunyi dan penyadap suara itu. Ia tersenyum tipis melihat ekspresi Agatha.

Agatha kembali mengingat semua hal yang terjadi beberapa waktu ke belakang. Erga memang mencurigakan di mana pria itu tahu segala hal tentangnya. Jadwal, kegiatan yang dilakukan Agatha, informasi tentang Agatha, dan hal-hal sepele lainnya.

"Dia benar-benar...." Agatha memotong kabel itu lalu melemparkan boneka beruang tersebut ke lantai dan menghantamnya dengan tongkat bisbol beberapa kali hingga benda-benda itu hancur.

"Secara tidak langsung selama ini dia mengintip, menguntit, dan menyusup dengan boneka beruang ini," gumam Agatha.

Dengan penuh kekesalan, Agatha pergi ke rumah Erga. Ia juga membawa barang-barang yang ia temakukan di boneka beruang tersebut meski sudah rusak.

🌠🌠🌠

11.05 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILENơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ