A - 054

141 5 0
                                    

Perlahan Agatha membuka matanya. Ia terkejut mendapati dirinya duduk terikat di kursi. Mulutnya tertutup lakban hitam. Ia melihat Rowena yang juga duduk terikat di kursi sebelahnya. Tampaknya sahabatnya itu tak sadarkan diri.

Agatha mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sebuah ruangan berantakan yang menyerupai gudang. Ia juga melihat dua orang pria berjas berdiri di depan ambang pintu yang tidak ada pintunya. Keduanya berdiri membelakangi ruangan tempat Agatha dan Rowena berada.

Apakah ini penculikan? Mereka menculik Rowena dan aku? Pikir Agatha.

Agatha berusaha menggerakkan kakinya untuk membangunkan Rowena, tapi apa daya kakinya tidak sampai.

Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan. Agatha kembali berpura-pura pingsan.

Langkah kaki itu terdengar semakin jelas. Kini pria berjas merah itu berdiri di depan Rowena. Perlahan Agatha mengintip lewat sudut matanya.

"Kau menolakku demi gadis ingusan itu?" Tanya pria itu pada Rowena sambil menunjuk Agatha.

"Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena aku mau menerimamu apa adanya. Bahkan aku masih mencintaimu meski aku tahu kau menyukai perempuan. Jika kau tidak secantik ini, aku tidak akan melakukan semua ini," ucapnya lagi. Pria itu menyentuh wajah Rowena.

Setelah itu, pria itu pun pergi.

Agatha kembali bangun. Ia kembali berusaha menggerakkan kakinya agar mencapai kaki Rowena dan membangunkan gadis itu.

Mereka mengikatku dengan kencang, ini keterlaluan, batin Agatha.

Tak lama kemudian, Rowena tersadar. Ia melihat Agatha di sampingnya yang juga terikat di kursi seperti dirinya.

"Agatha," gumam Rowena pelan. Ia bisa bicara, karena mulutnya tidak dilakban.

Agatha menganggukkan kepalanya. Ya, hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Aku sudah bilang jangan buka pintunya, kan?" Bisik Rowena.

Agatha mengangguk kemudian menggelengkan kepalanya. Rowena tidak mengerti dengan kode yang dijelaskan Agatha lewat gerakan kepalanya itu.

"Dia pria yang dijodohkan denganku oleh ibuku. Dia mengetahui hubungan kita. Jika kita tidak segera kabur, kita akan tamat," gumam Rowena.

Agatha mendengarkan.

"Tadi aku berhasil kabur dan meneleponmu, baru sampai depan, aku ketahuan dan diikat di sini," jelas Rowena.

Pria tadi kembali. Ia sedikit terkejut melihat kedua gadis yang diikat di kursi itu sudah sadar.

"Kalian sudah bangun? Baguslah." Pria itu menghampiri Agatha.

"Tidak, jangan sakiti dia, Franklin!" Ucap Rowena.

Pria bernama Franklin itu membuka lakban yang menutup mulut Agatha dengan kasar membuat gadis itu meringis pelan.

"Kau sangat cantik dan pantas memiliki pacar yang tampan, kenapa malah memilih Rowena?" Tanya Franklin.

"Aku tidak perlu membuat alasan. Jika kau mencintainya, seharusnya kau memahaminya," ujar Agatha.

"Apa kau sedang mengajariku, Nona?" Tanya Franklin sambil mendorong dahi Agatha.

Rowena terlihat kesal. "Baik, baik, Frank! Aku akan menikah denganmu, tapi lepaskan Agatha!"

Franklin menoleh pada Rowena. "Aku tidak mau, aku tidak ingin kau menikah denganku, sementara kau malah mencintainya. Ini gila, Rowena."

"Kalau begitu kau tidak perlu menikah dengan Rowena. Kau cari gadis lain yang ingin menikah denganmu," gerutu Agatha.

Pandangan Franklin kembali tertuju pada Agatha. "Hati-hati bicara padaku, Nona. Kau tidak tahu siapa aku. Jangan sembarangan."

Agatha menautkan alisnya. "Seharusnya kau juga berhati-hati padaku. Kau tidak tahu siapa aku, tapi kau bertindak sembarangan."

Franklin menautkan alisnya kemudian ia tertawa. "Memangnya kau siapa? Kau hanya gadis miskin yang beruntung karena mendapatkan beasiswa."

Agatha menatap Franklin dengan tatapan tajam. "Beasiswa bukan hanya untuk mahasiswa yang tidak mampu, tapi juga untuk mahasiswi yang cerdas."

🌠🌠🌠

22.22 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now