A - 006

399 23 0
                                    

Di restoran itu, terlihat beberapa wanita dan pria menikmati minuman mereka. Julian dan Agatha salah satunya. Mereka berdua tampak berbaur meski pun tidak terlalu banyak bicara.

"Agatha, sudah lama aku tidak melihatmu," tegur salah satu temannya. Tampaknya ia tidak menyukai Agatha.

Merasa terpanggil, Agatha menoleh pada wanita itu. "Aku tidak ke mana-mana."

Wanita lain bersuara, "Semenjak punya perusahaan sendiri Agatha jadi sombong. Kau pasti melupakanku. Padahal sewaktu masih kecil aku sering bermain denganmu memetik stroberi."

Agatha tertawa kecil. "Mana mungkin aku melupakanmu, Neli, kau masih punya hutang padaku. Aku tidak bisa melupakan nominalnya."

Wanita bernama Neli itu merasa malu dan terhina dengan ucapan Agatha.

"Oh, ya, aku dan kau tidak pernah bermain bersama sewaktu masih kecil, tapi kau yang mempermainkanku dan menyuruhku mencuri stroberi milik tetanggamu. Kau bilang itu perkebunan stroberi milik ayahmu, padahal sudah dijual pada tetanggamu. Aku sampai dimarahi pemilik stroberi itu. Dia bilang putri keluarga Hardiswara adalah seorang pencuri," sambung Agatha.

Wanita yang tadi pertama menegur Agatha menghentikan keduanya agar tidak terjadi pertengkaran, "Sudahlah, kalian masih kecil dan belum mengerti apa-apa. Lupakan saja."

Julian menepuk-nepuk bahu Agatha lalu berbisik, "Jangan marah-marah di sini."

"Aku benci tempat ini, terutama wajah mereka," bisik Agatha.

"Bertahanlah, sebentar lagi," kata Julian.

Melihat kedekatan Agatha dan Julian, teman-temannya menggoda mereka berdua. "Kalian berpacaran, yaa... cieee."

Julian hanya tersenyum. Sementara Agatha tampak biasa saja.

"Agatha tidak pernah dekat dengan siapa pun, dia hanya bisa dekat dengan Julian sejak SMA," celetuk temannya.

Yang lain tertawa. "Memangnya siapa yang mau mendekati Agatha yang galak. Tidak ada satu pun pria yang berani mendekatinya, meski pun dia putri dari keluarga Hardiswara."

"Sampai kapan kau akan menjomblo? Lihatlah kami sudah menikah dan punya dua orang anak," sahut yang lain.

Julian melihat Agatha akan membalas ucapan mereka. Ia mencoba menahan Agatha, tapi Agatha tertap berbicara.

"Apa yang kalian banggakan? Apa kalian menikmati pernikahan kalian? Kalian yakin kalian bahagia? Hamil di luar nikah, aborsi, merebut suami orang, merebut istri orang, berselingkuh, dan berhutang banyak pada bank karena biaya pesta pernikahan yang mewah... apa itu yang kalian banggakan?" Agatha tersenyum melihat teman-temannya yang bungkam.

Julian juga tidak berani mengatakan apa pun.

Pandangan Agatha tertuju pada salah satu wanita yang sedari tadi memasang ekspresi julid. "Della, apa Azriel bahagia denganmu? Setelah aku menolak cintanya, dia bilang dia tidak bisa hidup tanpaku. Nyatanya dia masih hidup sampai sekarang dan menikah denganmu."

Agatha beralih pada temannya yang lain. "Listin, bagaimana kabar Samuel? Dia baik-baik saja, kan? Selama aku berkuliah di Australia, dia terus menghubungiku dan bilang kalau dia akan menyusulku ke Sydney asalkan aku mau menikah dengannya. Malang sekali pria itu menikahi wanita mulut pedas yang suka marah-marah sepertimu."

Kemudian ia menoleh pada para pria di sana. "Rifki, Dimas, Sandi, Radit, Ikshal, kalian mengirimkan coklat dan bunga di hari valentine untukku. Aku akan terus ingat itu, meski pun aku sudah menolak kalian. Jadi, apa memang tidak ada yang mau mendekatiku? Aku yang menolak. Di antara kalian semua hanya Julian yang paling normal."

Julian tersenyum melihat teman-temannya yang kehabisan kata-kata.

"Aku tahu aib kalian, aku juga ingat perilaku buruk kalian, tapi aku tidak menceritakannya di depan yang lain. Kenapa? Karena aku menghargai kalian, tapi karena kalian tidak menghargaiku, aku bisa lebih lagi."

🌠🌠🌠

17.45 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang