A - 002

549 30 0
                                    

Keluarga Hardiswara pun duduk di meja makan. Ada Tuan Hardiswara, Nyonya Hardiswara, Agriawan, Agatha, Fio, dan Aska. Mereka menikmati hidangan makan malam dengan baik.

"Aska, kudengar tahun ini kau akan lulus kuliah," kata Agriawan, kakaknya Agatha.

"Iya, Kak, Ayah menyuruhku mengurus perusahaan cabang setelah aku lulus nanti. Aku tidak akan menunda-nunda dan langsung segera memegang perusahaan cabang," jawab Aska.

"Wah, selamat," kata Tuan Hardiswara.

Fio tersenyum bangga.

"Sebenarnya aku juga tidak ingin menunda pernikahan dengan Fio, itu pun jika Kak Agatha mengizinkan," ucap Aska dengan pandangan tertuju pada Agatha.

Mendengar ucapan Aska, Agatha tidak jadi menyuapkan makanannya. Ia meletakkan sendoknya lalu menatap Aska. "Kau tidak perlu meminta izin dariku. Ayah dan Ibu sudah menyetujui hubungan kalian, kan? Menikahlah, jangan merasa terhalang olehku."

Agriawan yang duduk di sampingnya menoleh. "Tapi, Agatha, bagaimana bisa Fio menikah duluan, sementara kau belum menikah, apa kata tetangga nanti?"

Agatha menatap kakaknya. Mendapatkan tatapan kematian, Agriawan bungkam. Agatha tersenyum. "Aku belum siap menikah, jika Fio siap untuk menikah, kenapa malah aku yang disuruh menikah?"

"Kami tidak bermaksud menyuruhmu menikah, Agatha. Kami hanya berpikir kalau pernikahan Fio dan Aska akan ditunda sampai kau menemukan jodohmu," ucap Tuan Hardiswara menengahi.

"Kedengarannya sama saja bagiku," ucap Agatha. "Kalau kalian mau menikah, lakukan segera. Untuk saat ini aku hanya ingin fokus pada perusahaan fashion milikku."

Agriawan bersuara, "Kau bisa berumah tangga sambil mengurus perusahaan, Agatha. Kau bisa memiliki anak sambil mengatur karyawan. Bahkan anak yang masih kuliah pun bisa menikah. Menikah itu enak."

"Iya, Kak. Kakak tidak memikirkan perasaan kami?" Fio menimpali sambil merangkul pacarnya.

Agatha mendecih. "Kalian pikir pernikahan adalah main-main?"

"Maksudmu?" Tanya Agriawan.

Agatha menatap Agriawan. "Kau sudah menikah dan sudah bercerai. Kau juga belum memiliki anak, padahal kau sudah mapan memegang perusahaan Ayah. Apa kau masih mau bilang kalau pernikahan itu enak? Kenapa pernikahanmu gagal?"

Sudut bibir Agriawan yang tadinya tertarik ke atas berubah menjadi ke bawah. "Karena... itu... itu salah mantan istriku."

Agatha melipat kedua tangannya di depan dada. "Jangan menyalahkan orang lain. Kau bercerai dengan mantan istrimu karena kalian tidak dewasa dan tidak punya persiapan. Agriawan, jika aku boleh jujur, kau terlihat seperti anak 4 tahun yang terjebak dalam tubuh pria 32 tahun."

Agriawan cemberut.

"Dan kalian." Pandangan Agatha teralihkan pada Fio dan Aska. Mereka berdua refleks memundurkan wajah melihat ekspresi dingin Agatha.

"Kalian pikir pernikahan hanya untuk bersenang-senang? Kau masih kuliah, Fio. Kau pikir menikah hanya tentang cinta? Bagaimana dengan urusan dapur dan isi dompet? Kalian bisa hidup bahagia tanpa uang? Kalian harus membeli beras untuk bertahan hidup," kata Agatha.

"Tapi, kan, ayahku dan ayahnya Aska pasti tidak akan membiarkan kami hidup sengsara. Kami akan hidup bahagia," kata Fio tidak mau kalah.

"Kau akan hidup menggunakan uang orang tuamu? Kau tidak akan bekerja keras? Lalu untuk apa kau capek-capek kuliah jika ujungnya masih meminta pada orang tuamu?"

Ucapan Agatha membuat mereka semua bungkam. Bahkan Tuan Hardiswara dan Nyonya Hardiswara tidak bisa mengatakan apa pun.

Agatha mengelap mulutnya dengan tisu lalu beranjak dari tempat duduknya. "Aku sudah selesai, lain kali jangan mengundangku makan malam. Aku khawatir perut kalian akan sakit karena mendengar ucapanku."

🌠🌠🌠

11.46 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now