A - 043

154 5 0
                                    

Erga memakai jaketnya sembari bercermin. Ia mengernyitkan dahinya memikirkan ucapan Agatha. "Aku serius, kau bisa meninggalkanku kapan pun kau mau."

"Kenapa dia bicara seperti itu? Apa karena dia tahu aku suka mencampakkan mantan-mantanku?" Gumam Erga.

Selama 1 minggu berpacaran, Erga dan Agatha terkadang menghabiskan waktu bersama, tapi Erga tidak melihat pacarnya itu menunjukkan ketertarikan padanya. Agatha selalu memasang ekspresi datar. Saat makan di restoran, menghadiri konser, saat berkencan, dan bahkan saat berbicara di chat pun Agatha tampak cuek.

Hal tersebut membuat Erga kesal. "Apa aku tidak menarik baginya? Seandainya dia tidak menyukaiku atau tidak mencintaiku, setidaknya dia akan tersipu saat aku menatap matanya lama. Ini malah aku yang tersipu. Jika begini, bukan Agatha yang jatuh cinta padaku, tapi aku yang jatuh cinta padanya."

Malam ini, Erga mengajak Agatha mengunjungi rumahnya. Gadis itu nurut-nurut saja.

"Selamat datang di rumahku," kata Erga.

Agatha mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Kau tinggal sendirian?"

Erga mengangguk. Melihat ekspresi biasa-biasa saja dari wajah Agatha, Erga memaklumi. Jelas-jelas Agatha tidak terkesima melihat rumah besarnya, karena gadis itu terbiasa dengan pemandangan tersebut.

Reaksi yang wajar dari seorang putri dari keluarga terkaya ke-4 di Indonesia. Aku yakin dia punya mansion yang besar dan mungkin lebih kaya dari ayahku, batin Erga.

Agatha melepaskan jaketnya. "Apa orang tuamu di rumah? Aku harus bertemu dan menyapa mereka."

Erga mempersilakan Agatha duduk di sofa. "Orang tuaku sudah lama bercerai. Ibuku menikah lagi dengan pria lain, sementara ayahku tidak tinggal di rumah ini. Itulah sebabnya aku sendirian."

"Oh, maaf," kata Agatha.

Erga meletakkan beberapa cemilan dan minuman ke meja. "Tidak apa-apa. Minumlah, kau pasti haus."

Agatha meminum jus tersebut.

"Sejak kau berpacaran denganku, kau tidak pernah menceritakan tentang dirimu," kata Erga.

"Jika kau nyaman bersamaku, mungkin lambat laun kau akan tahu tentangku," ucap Agatha.

"Apa kau masih berpikir kalau aku akan meninggalkanmu?" Tanya Erga.

"Aku tidak bisa bilang iya atau tidak. Aku hanya mengantisipasi jika suatu hari nanti kau meninggalkanku. Sebuah hubungan tidak akan selamanya langgeng, kan?" Jawab Agatha.

Erga tersenyum. "Bagaimana jika aku adalah takdirmu? Lalu bagaimana jika akhirnya aku menikah denganmu?"

Agatha tidak menjawab.

"Apa kau tidak mencintaiku? Jika tidak, aku akan mengakhirinya sampai di sini," kata Erga serius.

"Aku ingin berubah, aku rasa kau juga mau berubah. Dengan mencintai seorang pria, mungkin kita bisa terbebas dari semua ini," kata-kata Rowena selalu terngiang di telinga Agatha.

Memangnya kenapa jika aku bertahan sebentar dengan Erga? Hanya sebentar, dia pasti akan meninggalkanku setelah ini. Jika dia sudah meninggalkanku, aku akan memilih pria lain sebagai pendamping hidupku yang sesungguhnya, tak peduli meski aku tidak bisa mencintainya, batin Agatha.

"Hm?" Erga mencondongkan tubuhnya menunggu jawaban Agatha.

"Jika boleh jujur, aku belum memiliki perasaan apa pun terhadapmu, tapi aku yakin suatu hari nanti aku bisa mencintaimu," jawab Agatha.

Erga mencerna ucapan Agatha. "Jika kau tidak mencintaiku, kenapa kau bersedia menjalani hubungan denganku?"

Agatha tidak langsung menjawab.

"Apa menyukai pria lain?" Tanya Erga penuh selidik.

"Ini pertama kalinya aku berpacaran," kata Agatha.

"Benarkah?" Erga tampak terkejut. "Sebelumnya kau belum pernah berpacaran?"

Agatha menggeleng.

Itukah alasannya dia cuek padaku? Jika aku meninggalkannya dan menyakiti perasaannya, dia pasti akan sangat terluka, pikir Erga.

"Kalau begitu, tetaplah bersamaku. Mulai sekarang dan selamanya kau adalah milikku. Aku tidak akan meninggalkanmu."

Entah kenapa, tapi ucapan Erga terdengar seperti sebuah pernyataan yang tidak bisa dibantah.

🌠🌠🌠

10.15 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now