A - 085

216 11 0
                                    

Malam ini Agatha tidak bisa tidur. Ia menatap layar ponselnya. Tidak ada notifikasi dari Erga.

"Kenapa dia meninggalkanku begitu saja? Apa dia marah padaku? Dia bahkan tidak menghubungiku," gerutu Agatha sambil meletakkan ponselnya ke meja. Ia menyelimuti sekujur tubuhnya, tapi rasa kantuk tidak kunjung datang.

"Dia bahkan tidak mengatakan apa-apa. Tiba-tiba menghilang begitu saja seperti hantu. Dia juga tidak menghubungiku," gerutu Agatha.

"Jadi, pernikahan kita akan dilaksanakan atau tidak?" Gumam Agatha.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada notifikasi yang masuk. Agatha segera mengambil ponselnya dan melihat nama Manager Arya di layar.

Agatha mendengus kesal. Ternyata manager perusahaannya itu mengirimkan laporan dalam bentuk pdf.

Ia melihat kontak Erga. "Sepertinya dia offline."

Agatha memberanikan diri memulai chat terlebih dahulu.

Me : Erga?

Centang satu. Agatha menghela napas berat. Tak lama kemudian berubah menjadi centang dua. Agatha membulatkan matanya. Ia berharap Erga akan membalas chat darinya.

"Online?" Agatha melihat melihat tanda online di bawah nama Erga.

Tapi, chat darinya tidak kunjung centang biru. Agatha mendengus kesal. Ia pun meletakkan kembali ponselnya ke meja lalu tidur.

"Lain kali aku tidak mau mengirim chat duluan," gerutu Agatha.

Semenjak Erga meninggalkan Agatha sendirian di pantai, Agatha terus memikirkan Erga. Ia merasa hampa. Agatha mulai mempertanyakan, apakah perasaan hampa itu adalah rasa rindu yang berasal dari cinta?

Otak cerdas Agatha mencoba memahami dirinya sendiri, walau itu tidak ada gunanya.

"Ibu lihat belakangan ini kau banyak melamun. Ada masalah apa?" Tanya Nyonya Hardiswara.

"Aku... tidak ada apa-apa," ucap Agatha sambil mengalihkan pandangannya.

"Hari pernikahanmu sebentar lagi. Seharusnya kau bahagia," ucap Nyonya Hardiswara.

"Hmmm," gumam Agatha.

"Tadi pagi Erga menelepon Ibu dan menanyakan keadaanmu," kata Nyonya Hardiswara.

Agatha terkejut. "Apa? Lalu... kenapa dia tidak meneleponku?"

"Kalian akan segera menikah, sudah seharusnya kalian tidak bertemu atau berkomunikasi sampai hari pernikahan," ujar Nyonya Hardiswara.

"Begitukah?" Agatha tampak kebingungan.

"Iya, itu tradisi kita. Sepertinya kau terlalu lama tinggal di Australia sampai melupakan tradisi kita. Erga saja yang sudah 26 tahun tinggal di Australia tahu dengan tradisi ini," celetuk Nyonya Hardiswara kemudian berlalu.

Agatha masih tampak kebingungan. Ia searching di google. "Pasangan kekasih tidak boleh sebelum hari pernikahan."

Muncullah jawaban.

Pingit atau pingitan adalah salah satu tradisi dalam proses pernikahan adat Jawa, di mana calon pengantin perempuan dilarang keluar rumah atau bertemu calon pengantin laki-laki selama waktu yang ditentukan sampai hari pernikahan tiba.

Agatha tampak berpikir. "Oh iya, aku pernah mendengarnya sewaktu di SMA, bagaimana bisa aku lupa? Tapi, kenapa Erga tidak memberitahuku dulu akan melaksanakan tradisi ini? Seharusnya dia bilang dulu, bukannya menghilang begitu saja. Aku jadi khawatir begini."

Sesaat Agatha terdiam. "Apa mungkin... rasa khawatir ini... karena aku mencintainya?"

Seharian Agatha memeriksa ponselnya, padahal tidak ada notifikasi apa pun.

"Kau jadi kecanduan ponsel? Biasanya kau tidak memegang ponsel sesering itu. Bahkan telepon dariku saja tidak kau angkat," tegur Agriawan yang ternyata sedari tadi memperhatikan adiknya.

Agatha hanya melirik kakaknya tanpa memberikan tanggapan. Karena tidak direspon, Agriawan pun melenggang pergi.

Agatha mendengus kesal. "Ah, kenapa aku jadi begini?"

🌠🌠🌠

17.15 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah
Ig @ucu_irna_marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now