A - 078

126 2 0
                                    

Agriawan menunjukkan kamar yang akan ditempati Erga. "Kenapa kau memakai masker? Apa kau sedang sakit?"

"Ada jerawat di daguku, aku sedikit tidak percaya diri," jawab Erga.

"Begitukah?"

Mereka sampai di kamar yang dimaksud. Agriawan menepuk bahu Erga. "Tidurlah di kamar ini. Jika butuh sesuatu, panggil saja pelayan."

Erga mengangguk. "Terima kasih."

Setelah berada di dalam kamar sendirian, Erga membuka maskernya. Ia bercermin kemudian mengoleskan obat salep ke luka lebam di sudut bibirnya itu.

"Si brengsek Julian, beraninya kau melakukan ini padaku. Besok pagi aku harus pulang ke rumah dan mempersiapkan segalanya."

Sementara Agatha sedang tiduran di tempat tidur. Gadis itu menatap langit-langit kamar.

"Besok aku benar-benar bertunangan dengan seorang pria. Kenapa rasanya ini tidak mungkin? Seperti di mimpi," gumamnya.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata Julian yang menelepon. Agatha mengangkat panggilan dari sahabat kecilnya tersebut.

"Halo?"

"Agatha?" Suara Julian dari seberang sana.

"Kenapa kau melukai Erga?" Tanya Agatha.

"Bukankah dia telah melecehkanmu? Dia benar-benar pria berengsek yang pantas dipukul," ucap Julian. Dari nada bicaranya, jelas sekali kalau Julian sedang marah.

"Kau sedang membicarakan tunanganku," ucap Agatha dingin.

"Apa? Kau membelanya? Setelah apa yang dia lakukan padamu?"

Agatha tidak menjawab.

"Apa kau benar-benar mencintainya? Itukah alasanmu memilihnya?"

"Maafkan aku, Julian." Agatha mengakhiri panggilannya. Gadis itu mengaktifkan mode pesawat di ponselnya.

Keesokan malamnya, acara pertunangan pun dilaksanakan. Tidak hanya tamu undangan penting yang datang, beberapa kameramen juga ikut hadir di acara tersebut untuk mengabadikan acara pertunangan Agatha dan Ergara.

Erga terlihat begitu tampan dengan gaya rambut yang berbeda. Hari ini ia terlihat begitu berkharisma. Luka lebam di sudut bibirnya tidak begitu jelas. Jas berwarna coklat keemasan melekat di tubuhnya. Begitu pun dengan Agatha dengan gaun selutut berwarna senada. Rambut panjangnya yang biasa digerai kini disanggul menunjukkan lehernya yang jenjang. Ia benar-benar terlihat cantik seperti seorang Putri.

Berita pertunangan antara kedua pemilik perusahaan besar itu langsung menyebar ke seluruh penjuru negeri, bahkan juga sampai ke luar negeri.

Keluarga Hardiswara terlihat bahagia,  begitu pun dengan Tuan Xavier. Julian dan Rowena tampak berusaha menyesuaikan diri dengan suasana. Agriawan yang melihat Rowena datang bersama Julian tampak kesal.

Agatha tersenyum cerah sembari memeluk lengan Erga. Bukan tanpa alasan, Agatha senang melihat tatapan iri dari teman-teman lamanya yang kebetulan diundang. Begitu pun dengan keluarganya Aska yang juga datang.

Setelah acara pertunangan selesai, pihak keluarga tampak berbincang hangat. Keberadaan keluarga Aska kali ini tidak terlalu dipedulikan, karena tergantikan oleh Tuan Xavier.

Agatha tersenyum sinis melihat keluarga Aska yang duduk di ruangan lain, karena orang tuanya sedang berbicara dengan Tuan Xavier di ruang tamu.

"Ayo, kita keluar." Agatha memeluk lengan Erga. Keduanya pergi ke halaman belakang dan duduk di ayunan taman.

Meski pun di malam hari, halaman belakang mansion Hardiswara tampak begitu terang dengan lampu di mana-mana.

"Aku lelah sekali hari ini. Ada banyak tamu yang hadir dan mengucapkan selamat. Aku tidak bisa membayangkan berapa banyak tamu saat kita menikah nanti," ujar Agatha.

Erga tersenyum. "Hari ini aku senang melihatmu tersenyum bahagia. Itu adalah hal yang paling jarang aku lihat."

🌠🌠🌠

19.19 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEحيث تعيش القصص. اكتشف الآن