A - 034

299 16 0
                                    

"Aku menemukan informasi kalau mereka adalah mahasiswi yang memiliki beasiswa full di kampus ini," kata Ben.

"Jadi, apa mereka menjadi sedikit angkuh gara-gara itu, sehingga mereka sulit didekati?" Tanya Zeek.

Ben mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu, tapi selain berprestasi, mereka juga berasal dari keluarga kaya raya. Kudengar Rowena berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya seorang kepala biro, ibunya penyanyi terkenal tahun 90-an. Sementara Agatha putri konglomerat Indonesia yang katanya keluarga Agatha itu saat ini menjadi keluarga terkaya nomor 4 di Indonesia."

Erga bertanya, "Jadi, Agatha itu berkewarganegaraan Indonesia?"

Ben mengangguk.

Zeek menepuk bahu Erga. "Ayahmu juga orang Indonesia. Bukankah itu akan membuatmu semakin mudah?"

"Itu tidak akan berpengaruh sama sekali," sanggah Erga. "Sepertinya aku harus mencari tahu sendiri."

Ben mengeluarkan dua gepok uang ke meja. "Siapa yang lebih dulu mendapatkan gadis-gadis itu, uang ini hadiahnya."

"Simpan uang itu, bagiku ini adalah sebuah tantangan tersendiri. Aku akan mendapatkan gadis itu dalam waktu satu minggu."

"Tunggu, aku menginginkannya," gerutu Zeek sambil mengangkat tangannya untuk mengambil uang-uang itu.

Ben segera membawa uangnya dan memasukkannya ke dalam tas. "Kau akan mendapatkannya setelah kau mendapatkan Rowena."

Setelah kelasnya selesai, Erga pulang ke rumahnya. Ia tinggal di rumah yang besar dan mewah di Sydney sendirian. Tidak ada pelayan atau bodyguard. Setiap seminggu sekali dia akan memanggil pelayanan kebersihan untuk membersihkan rumahnya. Sementara makan dia bisa makan di restoran.

Setelah perusahaan ayahnya di Melbourne mengalami kebangkrutan, ayahnya pindah ke Indonesia dan membangun dari nol di negara kelahirannya itu.

Karena Erga lahir dan besar di Australia, ayahnya membiarkan putra tunggalnya itu tetap tinggal di Australia. Ia membangun rumah besar di Sydney agar Erga nyaman, karena mansion mereka di Melbourne sudah dijual.

Sebenarnya Erga ingin tinggal di Indonesia bersama ayahnya, tapi ayahnya tidak ingin Erga mengalami culture shock, meski Erga bisa bahasa Indonesia dengan baik.

Di rumahnya, Erga tampak duduk di kursi bersebelahan dengan pria berjas yang tampak mengotak-atik laptop.

"Kau sudah menemukannya?" Tanya Erga.

"Sudah, Tuan Muda, ini cukup sulit," kata pria yang tak lain adalah orang kepercayaannya.

"Setahuku orang terkaya nomor 4 di Indonesia adalah keluarga Gustiar dan Gunindra. Apakah Agatha berasal dari salah satu keluarga itu?" Gumam Erga.

Pria berjas itu menggeserkan laptopnya ke depan Erga. "Sepertinya posisi mereka sudah bergeser sekarang ini, Tuan Muda. Posisi ke-4 adalah keluarga Hardiswara."

Erga membacanya, "Danuarga, Adiwijaya dan Mahali, San/La, Hardiswara... wah."

"Salah satu penghasilan terbesar keluarga Hardiswara diantaranya dari yayasan dan sekolah yang mereka miliki," ucap pria itu.

"Wah, kau bahkan mencantumkan penghasilan mereka pertahun, kerja bagus" ucap Erga.

Pria berjas itu tersenyum bangga sambil membenarkan dasinya.

Agatha tampak mengotak-atik ponselnya sambil tiduran di sofa asrama.

Seorang mahasiswi menghampirinya. "Agatha."

Agatha mendongkak menatap gadis itu. "Iya?"

"Ada paket untukmu," ucap gadis itu.

"Paket?" Agatha tampak berpikir. Ia pun beranjak dari tempat duduknya. "Paket dari Indonesia? Siapa yang mengirimnya, ya?"

Sesampainya di pos depan asrama, terlihat seorang security sedang berbicara dengan kurir pengantar paket. Ia menyerahkan paket tersebut pada Agatha. Tertera nama Erga sebagai pengirim.

Di kamar, Agatha membuka paket tersebut untuk melihat isinya. "Dari mana dia tahu namaku?"

Setelah dibuka, ternyata isinya adalah sepatu kets. Gadis itu melirik sepatunya di rak yang sudah agak lusuh, meski pun masih layak dipakai.

"Mereknya cukup mahal juga, ya. Dia pasti orang kaya."

🌠🌠🌠

05.57 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILEWhere stories live. Discover now