"Kakak-"

Aku jadi mengerenyit sebelum menoleh. Ternyata sang anak tiba tiba bersuara. Suaranya kecil sekali seakan mencicit.

"Kakak— mirip kakak yang ada di tv— kakak yang berasal dari keluarga kaya raya,"

Rasanya ada aliran kejut sedikit yang mengalir di jantung diikuti Ryan yang seketika menatapku lewat kaca tengah.

Aku berharap sekali anak ini membicarakan hal lain, namun dirinya yang menyebut keluarga kaya jadi kontan membuatku merinding.

Sepertinya mulai akan ada yang tahu siapa diriku ini.

Namun anak kecil terlebih dahulu yang menyadari.

"Tempatmu dimana dik?"
Ryan kali ini bertanya.
"Kau berniat menuju kemana?"

"Ke tempat kumpul pemburu makanan."

"Dimana itu?"
Balas Ryan tanpa basa basi.

Tiba tiba jam tanganku kembali menyala.

Masuk panggilan dari Tuan Pierre.

Panjang umur sekali!

"O My God what is happening now LUCIAN are you crazy-"

"Umm dekat kayaknya lampu merah sebelum belok kiri. Disana ada gedung cat putih berpagar perak tempat khusus pemburu makanan yang terluka- mama mau kesana dan memintaku untuk bantu jadi penunjuk jalan."

"-puluhan ribu zombie sekarang berlarian dari segala arah menuju mobil kalian sedangkan baterai Russel masuk status kritis-"

"Dua lampu merah lagi Russel sebelum kami akan belok ke kiri!"
Abaku pada Russel sambil menatap Ryan lewat kaca tengah.

Kami sudah tak punya pilihan lagi.

Russel sebelumnya benar. Kami butuh tempat sementara untuk berlindung sebelum Russel akan melakukan lagi tugasnya untuk membubarkan zombie.

"Baik Captain Lucian! Russel laksanakan!"

"Laksanakan apa hei?! Kau mau kemana lagi! T...tunggu BAGAIMANA JIKA TEMPAT YANG KAU TUJU ITU BERBAHAYA HEI LUCIAN-"

Kami mengabaikan suara Pierre. Ryan bahkan merutuk sendiri tentang harapan supaya tak mengalami mogok atau pecah ban kembali.

"Aku tak mau di jadikan umpan hiu oleh RJ-O GOD LUCIAN ZOMBIENYA SUDAH SANGAT DEKAT SEKALI-"

Russel tiba tiba terbang menjauh berbelok ke kanan.

Bermunculan keluar dari dalam ruko ruko sekitar zombie berlarian meraung terpacu dari suara mesin mobil kami yang kurang cepat melajunya.

Tinggal satu lampu merah lagi sebelum kami berbelok ke kiri menuju tempat yang semoga bukan jadi nasib akhir kami.

Ibu disampingku mulai merintih sadar namun masih terlalu buta oleh kepusingan untuk bisa melihat.

"Luce, bersiap!"
Aba kembali Ryan.

Sang anak memeluk Ibunya sedangkan aku memanjangkan tangan kiriku berusaha menahan mereka ketika mobil ini akan berbelok.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now