Mega proyek Wahana Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit

23 1 0
                                    

Prototype makin santer beritanya di dunia maya. Menjadi pembicaraan sampai menggetarkan seluruh dunia sebagai alat pertahanan negara. Lewat inovasi, menjadi lebih simpel sebuah kostum warna hitam sesuai peruntukannya masing-masing. Tapi tak ubahnya benda mati dalam kendali Dewan Nusantara Pusat. Keenam ilmuwan kini mendapat perlindungan dan pengawalan ketat mobil Patwal TNI, atas permintaan Departemen Pertahanan mengantarnya menuju LIKNUS. Dengan harapan ada Inovasi baru yang bisa di kembangkan demi kepentingan pertahanan Negara. Setidaknya melindungi warga Negara dari ancaman. Walau saat ini kondisinya damai. Terbukti banyaknya pembangunan di beberapa daerah. Termasuk Mega proyek Wahana Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit yang baru saja dilewatinya dalam pengawalan ketat. Sudah 5 bulan berjalan, pembangunan mega proyek masih dalam tahapan memperluas area lahan. Sayup dikejauhan deru bulldozer dan ekskavator mengeruk meratakan permukaan tanah. Di tambah puluhan dump truck silih berganti menumpahkan material tanah di beberapa titik area di panas terik.

Wartawan mulai merekam wawancaranya di hadapan Bupati Mojokerto dan Kepala Museum Trowulan Mojokerto, bertanya,

"Apa yang mengilhami Pak Darmo (50) hingga terlaksananya proyek ini?"

"Bagi kami sebagai seorang arkeolog berkewajiban melestarikan situs peninggalan agar tetap lestari bentuk dan wujudnya. Walaupun situs aslinya rusak tergerus oleh jaman," paparnya mendampingi Bapak Bupati.

Wartawan tak henti-hentinya menggali informasi sebagai bahan tulisan menarik, untuk di ajukan ke meja redaksi. Sedang jajaran pegawai sipil Pemkab Mojokerto sibuk memfinising kesiapan menyambut kedatangan Bapak Gubernur. Dalam acara Peletakan Batu Pertama berdirinya mega proyek Wahana Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit.

"Pak..., Pak Danu!" teriak petugas berpakaian Dinas pada sopir mobil tanki air.

Petugas pertamanan menghentikan mobilnya, mendengar dirinya dipanggil. Berkalung handuk tetap duduk tenang melihat lewat spion, mengetahui petugas berpakaian Dinas menghampiri dirinya. Sementara temannya bermandikan keringat terlihat duduk di atas tanki air menghentikan penyiraman pada tanah kering.

"Pak Danu, untuk penyiraman di seputar tenda undangan saya rasa sudah cukup. Sisanya siramkan di depan sana. Di titik peletakan batu pertama dan usahakan tidak menimbulkan debu dan genangan air saat Bapak Gubernur berada di titik tersebut." Tengadah menatap Pak Danu sambil mengarahkan telunjuknya memperjelas.

"Baik, Pak." Siap dengan perseneleng gigi satu.

"Terima kasih, Pak Danu." Menatap mobil tanki air makin menjauh menyirami tanah kering yang di maksud.

Wartawan masih menggali informasi lebih banyak. Dari tanda pengenal terlihat foto tertulis nama Bima (24). Mengarahkan alat perekam ke Pak Darmo, bertanya,

"Menurut kabar yang beredar, penggelontoran dana untuk sementara dihentikan. Apakah hal tersebut benar adanya, Pak?"

"Tepatnya Pak Bupati yang bisa menjelaskan." Menunjuk Pak Kasturi (50) dengan jempol kanan ciri khas seorang priyayi Jawa.

"Saya sendiri masih belum tahu. La..., ini aja ada kedatangan Bapak Gubernur hendak melakukan peletakan batu pertama. Tak mungkin, lah...! Mengapa selentingan itu sudah menyebar? Mega proyek ini baru tahap pengurukan. Cukup luas! Kalau memang benar itu desas-desusnya, kami menunggu pemberitahuan lebih lanjut," ungkapnya optimis.

Tubuhnya yang kurus tinggi tampak kontras dengan Pak Darmo sepintas terlihat tambun karena tubuhnya tidak terlalu tinggi. Cukup sejuk berada di rindangnya pohon beringin.

"Pak Kasturi dan Pak Darmo, terima kasih telah memberi wacana baru dalam pemberitaan kami di media cetak." Bima melangkah mendekati sepeda motornya terparkir di dekat pos jaga.

Mobil tangki air melintas dari pandangan Pak Darmo, setelah selesai menyiramkan air ke tanah kering menuju pintu keluar melewati pos penjagaan. Satu per satu tamu undangan hadir tak lebih dari 30 orang. Menempati tempat duduk yang telah disediakan di bawah tenda undangan.

"Proyek ini kan menghadap jalan raya? Memanjang dari ujung Timur sampai ke ujung Barat sana. Papan terpampang kok hanya satu di samping pintu masuk? Saran saya tambahkan 2 papan lagi. Kalau perlu diberi lisplang, supaya menarik perhatian masyarakat sekitar untuk membacanya," papar Pak Kasturi dengan telunjuknya memperjelas.

"Siap. Rencana memang demikian. Informasinya menunggu selesai pembangunan pagar pembatas di sepanjang pinggir jalan raya. Sifatnya sementara, tapi di jamin kokoh dalam hitungan tahun," jawab Pak Darmo.

Mengetahui tamu kehormatan yang di tunggu telah tiba, Pak Kasturi dan Pak Darmo siap menyambut iring-iringan 4 mobil plat merah masuk. Berhenti tepat di depan pos penjagaan. Terpampang papan bertuliskan Mega Proyek Wahana Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit menghadap jalan raya dekat pos penjagaan.

"Selamat siang, Bapak Gubernur," sambut Pak Kasturi Bupati Mojokerto.

"Selamat siang," sahutnya. Jabat tangan dengan 2 orang di hadapannya.

"Bapak Gubernur, perkenalkan ini Pak Darmo selaku Kepala Museum Trowulan Mojokerto."

Pak Darmo mengangguk memberi hormat.

"Ooo... ini to, Pak Darmo detektif handal itu!" serunya sekedar mengakrabkan.

"Dapat salam dari Pak Waseso, Pak!"

"Terima kasih," jawabnya singkat. Mencoba mengingat ucapan teman kuliahnya dulu.

"Pak Darmo, ada berita menarik. Pemerintah dalam waktu dekat ini akan membentuk Tim Ahli Cagar Budaya. Bisakah Bapak bergabung bersama kami?" tawar Pak Waseso lewat sambungan telepon 7 bulan yang lalu.

"Kemarin saya menyambut kunjungan dari Tim Ahli Cagar Budaya Nasional. Salah satu pesertanya Pak Waseso. Kedatangan mereka membicarakan mengenai cagar budaya yang ada di Jawa Timur. Saya juga memberitahukan rencana kunjungan kerja kami ke Mojokerto. Sempat ngobrol sih, sama beliau. Agenda besok kami melanjutkan pembahasan."

"Salam saya buat beliau, selamat menjadi hakim arkeologi. Semasa kuliah arkeologi di UI, kami memang dijuluki calon detektif. Bertugas mencari barang bukti, sebagai acuan mengungkap sebuah misteri peradaban masa lalu. Pesan saya pada beliau, agar berhati-hati dalam menyikapi situs peninggalan sebagai bukti sejarah. Celakanya, apabila menceritakan suatu sejarah tanpa ada bukti sejarah tersebut, anak cucu kita seperti mendengar sebuah dongeng belaka."

"Wah, dapat pencerahan, nih! Besok kami beserta jajaran bersama Tim Ahli Cagar Budaya Nasional akan membahas mengenai kelanjutan ketentuan layak dan tidaknya sebuah situs dipertahankan. Saya harap Pak Darmo juga ikut hadir. Pandangan dan wawasan Bapak dibutuhkan di sana," pintanya mengharap. Kepala botaknya merasakan semilirnya angin sepoi-sepoi walau panas terik.

"Maaf, besok pagi saya ada tugas di Blitar mengedukasi anak-anak Sekolah Dasar di sekitar Candi Penataran. Menanamkan moral dan etika akan pentingnya menjaga dan melestarikan cagar budaya. Maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaf." Pak Darmo membungkuk dengan sikap namaste

"Saya mengerti. Memang tidak mudah menjaga dan melestarikan cagar budaya. Dengan mengedukasi sejak dini, setidaknya membantu." Mengalihkan pandangan ke Pak Bupati.

"Pak Bupati!"

"Saya, Pak," sahutnya mendekat.

"Untuk mempersingkat waktu, tolong antar saya keliling pakai mobil! Ingin melihat progress luas area pengurukan. Mengenai prosesi peletakan batu pertama terakhir saja."

"Siap."

Pak Bupati membalikkan badan melihat ajudan yang juga menatapnya. Berdiri di samping mobil dekat tenda undangan ternaungi rindangnya pohon beringin. Memberi isyarat secepatnya mengantar bersama Bapak Gubernur.

Sementara ajudan di belakang Bapak Gubernur sibuk membawakan buku agenda, menyediakan sebuah topi dan kacamata anti debu apabila diperlukan.

"Mari, kita naik mobil dinas kami! Pak Darmo, ayo ikut mendampingi!" ajak Pak Kasturi.

Pak Darmo mengikuti dari belakang, melihat Pak Kasturi mempersilahkan Bapak Gubernur masuk mobil lebih dulu disusul Pak Kasturi.

Mobil melaju makin jauh terhalang debu bertebaran dari belakang. Dari ujung batas lahan uruk masih membentang lahan kosong penuh semak dan tanaman perdu. Rumah penduduk tampak terlihat kecil jauh di depan sana.

***

Nusantara bangkitlahOn viuen les histories. Descobreix ara