Bergabung

12 1 0
                                    

1 tahun kemudian.

Di jalan by pass Mojokerto, melaju 10 pengendara motor ducati dengan kecepatan 70 km/jam membentuk formasi 2 baris. Semua serba hitam. Mulai dari warna motor, helm dan pakaian yang dikenakan. Berhenti di perempatan lampu merah tidak melebihi marka jalan. Menjadi tontonan pengendara lain dan orang-orang di pinggir jalan di dekat terminal bus Kertajaya Mojokerto. Lampu hijau menyala, pengendara ducati masih memainkan gas 3 kali. Dari knalpot terdengar menggelegar sebelum tancap gas. Tak terasa memasuki jalan Raya Trowulan. Road captain di depan mulai mengurangi kecepatan, diikuti rombongan dari belakang. Belok kiri beriringan di jalan Brawijaya. Memasuki jalan Pendopo Agung tampak di sebelah kiri situs Kolam Segaran peninggalan Majapahit menarik minat mereka melihatnya. Sementara Pak Jarwo yang dari tadi mondar mandir di depan pagar pintu masuk Museum, membantu menyeberangkan beberapa orang yang hendak berkunjung. Perhatiannya tertuju pada suara kendaraan dari rombongan motor besar makin mendekat. Berhenti di pinggir kanan jalan di samping pintu pagar Museum tepat menghadap pos jaga. 2 orang perwakilan melepas helm mendekat dengan santun menyapa,

"Selamat siang, Pak."

"Siang," jawab Pak Jarwo. Pandangan mata terbagi, mengagumi motor ducati yang di parkir.

"Jumlah motornya 10. Bagus-bagus lagi!" gumamnya dalam hati.

"Kami dari Perwakilan Dewan Nusantara Jatim ingin bertemu dengan Pak Darmo. Penting!"

"Dewan Nusantara!" gumam Pak Jarwo dalam hati seakan belum pernah tahu.

"Atas kepentingan apa, kalau boleh saya tahu."

"Maaf. Kami di bawah naungan Departemen Pertahanan tidak bisa menjelaskan. Tolong antar kami berdua menghadap Pak Darmo selaku Kepala Museum," jawabnya tegas.

Mendengar Departemen Pertahanan, menjadi klu mulai diingatkan bahwa kedatangan Perwakilan Dewan Nusantara untuk kedua kalinya.

"Mari saya antar!" Tak berani bertanya lebih jauh.

Bergegas menghampiri pos jaga melihat Pak rudy berjaga memperhatikan kendaraan yang terparkir dan orang-orang berpakaian ketat serba hitam.

"Pak Rudy! Tolong jaga Museum. Saya mau mengantar tamu menghadap Pak Darmo."

"Siap."

Melihat Pak Jarwo bersama 2 orang tamu dengan postur tubuh tinggi tegap di belakang makin menjauh menuju gedung utama sampai hilang dari pandangan.

Birawa tadinya sempat terganggu mendengar gelegar knalpot, seperti tak asing mendengarnya. Ketika menjelaskan pada para pengunjung mengungkap makna sebuah lingga dari sisi adat budaya dan agama pada jamannya.

"Sepertinya mereka mau mencari ku," gumam Birawa dalam hati. Setelah selesai memberikan penjelasan atas pertanyaan pengunjung.

Pak Diran baru saja keluar dari warung seberang Museum. Pandangannya tertuju pada motor-motor hitam di parkir di pinggir jalan di jaga 2 orang berpakaian hitam. Mendekati orang bergerombol sekedar melihat tidak berani mendekat.

Sementara 6 orang dari rombongan berpencar mengamankan Museum dari penyusup. Di balik baju mereka terpasang alat pemancar gelombang ultrasonik ditempatkan tersembunyi. Jemari tangannya siap menggeser besaran frekuensi menjadi lebih tinggi. Siap siaga dari penyerangan.

Di dalam Museum, Pak Darmo melihat Pak Jarwo masuk menghadap.

"Permisi, Pak," ucapnya santun.

"Ada apa, Pak Jarwo?"

"Di luar pintu ada 2 orang dari Perwakilan Dewan Nusantara Jatim dalam naungan Departemen Pertahanan, ingin bertemu."

"Dewan Nusantara, dalam naungan Departemen Pertahanan," gumamnya dalam hati.

Nusantara bangkitlahWhere stories live. Discover now