Fight 10

17 1 0
                                    

Hutan Baluran

Dari pantauan udara terlihat puluhan kendaraan tempur ampibi mendarat di Pantai Banongan, Asembagus, Situbondo. Langsung bertolak menuju hutan Baluran. Sementara 9 kapal perang mengawal dari lepas pantai sejauh 2 km masih menunggu. Pasukan latih sudah jauh merangsek maju memasuki hutan Baluran. Bising suara rentetan senapan, granat dan rudal yang dijatuhkan tepat mengenai sasaran. Panglima TNI terlihat sedang menerima panggilan telepon di dalam tenda kamuflase yang rindang diteriknya siang.

"Siap. Perintah kami laksanakan. Dengan kekuatan penuh siap berangkat 9 pesawat jet tempur dan helikopter tempur untuk menyerang. 1 pesawat jet tempur baru saja melesat ke Alas Purwo untuk mengetahui keberadaan mahkluk tersebut," jawab Panglima TNI kepada Bapak Presiden lewat ponsel. Masih berdiri mendengar arahan dan perintah selanjutnya.

"Siap.... Siap." Memasukkan ponsel ke dalam saku celana lorengnya.

Seketika latihan perang gabungan dihentikan sementara, menunggu pemberitahuan lebih lanjut. Di landasan pacu beberapa teknisi berbaju loreng sibuk memastikan 8 pesawat jet tempur siap terbang dengan perbekalan senapan mesin, rudal maupun bom. Kedelapan pilot keluar dari persembunyian jaring-jaring semak menuju pesawat yang akan diterbangkan. Sedang helikopter tempur turun di dekat tenda kamuflase tempat Panglima TNI berteduh bersama jajarannya.

***

Tempat Wisata Kejayaan Kerajaan Majapahit

Hari tampak cerah, Birawa berbincang bersama Micel menyusuri jalur pedestrian, melihat banyaknya pengunjung.

"Selamat, ya! Acaranya sukses. Sudah semakin banyak pengunjung berdatangan," puji Birawa.

Penyuka celana jeans warna biru muda tampak serasi dipadu dengan kaos lengan pendek warna krem, nampak bentuk dadanya yang bidang. Mengenakan sepatu kasual coklat tua, menjadi perhatian orang lewat.

"Terima kasih. Jadi semakin merepotkan," jawab Micel.

Mengenakan celana panjang hitam dipadu blus coklat muda lengan panjang berhias rempel. Sepintas melihat jam tangan mungilnya menunjukkan tepat pukul 3 sore. Cuaca cerah masih banyak wisatawan lalu lalang menikmati indahnya Candi. Beberapa kali melintas kereta kelinci penuh penumpang. Berhenti di setiap halte menurunkan dan menaikkan penumpang. Gratis disediakan bagi pengunjung yang ingin keliling. Melihat para pekerja merombak ulang taman yang rusak bekas terinjak-injak diganti dengan tanaman baru. Berjajar para pengrajin menatah batu sesuai bentuk yang diminta. Mengganti potongan candi yang rusak. Agar duplikat candi utuh kembali. Menjadi tontonan pengunjung ingin tahu proses pembentukan sebuah batu menjadi benda bernilai seni tinggi. Tak hentinya berbincang menyusuri jalan pedestrian. Berhenti menatap duplikat Candi Wringin Lawang, inspirasi dibangunnya pintu gerbang gapura raksasa yang menjadi ikon tempat wisata.

Seorang pegawai di seberang jalan dengan setelan batik lengan pendek berjalan mendekat menyapa,

"Selamat pagi, Bu Micel! Selamat pagi, Pak!"

"Pagi," jawabnya bersautan.

"Apakah kita pernah bertemu?" tanya Birawa. Menyambut jabat tangan pria tambun yang dari tadi menatap dirinya. Micel terdiam melihat tingkah mereka berdua.

"Entahlah." Tak ingin memperpanjang waktu untuk mengingat. Mengalihkan perhatiannya pada Micel.

"Bu Micel, hari ini ada rapat mendadak khusus bagian Humas sebelum jam 15:30 WIB."

"Rapat mendadak?" tanya Micel tak biasa mendengarnya.

"Ya. Sepertinya membicarakan kesuksesan Ibu menyelenggarakan kirap kolosal."

"Ya...! Kesuksesan selayaknya mendapatkan apresiasi," celetuk Birawa ikut senang.

"Saya permisi," ucap Micel menatap Birawa.

Nusantara bangkitlahحيث تعيش القصص. اكتشف الآن